BAB 4

101 12 10
                                    

Satu kata, namun membuat jantungku tidak normal seperti biasa.
- FAP
★★★

Dering alarm berbunyi nyaring di dalam ruangan 4 x 4 meter yang berdominasi cat warna biru, sepertinya pemilik kamar ini menyukai warna yang menurut sebagaian orang warna tersebut disukai oleh kaum laki-laki. Felin Athaya Putri.

Felin masih bersemayam di balik selimutnya, sekalipun suara alarm sudah membangunkanya sejak 10 menit yang lalu. Felin masih senang berada dibalik selimutnya, mungkin efek dari cuaca di Kota Bandung yang sudah mulai terasa dingin. Saatnya, Musim hujan datang.

"Fel, Felin.!!" Suara Bunda sudah menyaring dari arah dapur.

Tapi tidak ada respon.

1 menit

3 menit

5 menit

Braaaaak...

Suara pintu terdengar terbuka, atau yang lebih jelasnya dipaksa untuk dibuka.

"YAMPUN... FELIIN. CEPAT BANGUN!!" Itu suara Bunda lagi, dan kali ini bukan dari arah dapur, melainkan tepat ditelinga Felin. Seketika Felin bangun, setelah suara dari nirwana membangunkan.

"Eh iya Bunbun, Felin bangun." Dengan cepat, Felin turun dari kasur empuknya dan bergegas ke kamar mandi.

"Kamu tuh ya, anak perawan bangunnya siang. Liat sekarang udah jam 6:45." Omel Bunda, sambil membuka kordeng jendela. "Cepat, Papap sama Fero udah siap di meja makan."

"Iya bun, ini engga lama." Balas Felin dari dalam kamar mandi. Setelah mendengar balasan dari anaknya itu, Eli pergi menuju suaminya dan anak laki-lakinya yang sedang menyantap sarapan pagi.

Hanya butuh waktu 5 menit, Felin sudah siap untuk pergi ke kampus. T-shirt polo putih, dilapisi kemeja berwarna biru. Lalu menggunakan jeans, sepatu Convers. Rambut yang di kuncir satu, serta bedak tipis agar tidak terlihat habis bangun tidur. Oke, Felin rasa ini sempurna.

"Tuh kan, sekarang siapa yang tidurnya kayak sapi." Baru saja Felin akan duduk, Fero, adiknya sudah mengajak perang. Dan parahnya ini masih pagi.

"Hello, ngaca dong. Gue bangun kesiangan cuman 1 kali doang. Emangnya lo." Balas Felin tidak mau kalah. Memang betul, baru kali ini Felin bangun kesiangan. Mungkin faktor mata pelajaran Statistik.

"Dan sayangnya, baru kali ini gue bangun pagi daripada lo." Fero terkekeh, sambil memakan telur mata sapinya.

"Terus, gue harus bilang 'selamat Fero Ganteng yang udah bisa bangun lebih pagi dari kakaknya yang cantik ini' Cih."

"Sudah-sudah, kalian berdua masih pagi udah berantem aja. ga capek apa kalian." Itu suara Papap. Felin dan Fero pun makan sarapannya dengan tenang.

★★★

"Gila lo van, ayam jago aja belum bangun. Lah, kita berempat udah ada di sini aja." Ucap Ardian kepada Evan.

Bagaimana Ardian tidak protes, pagi-pagi atau mungkin bisa disebut subuh-subuh Evan sudah menarik paksa Ardian, Rizky dan Renato ke kampus.

Masih ingatkah, apa rencana Evan yang dibicarakan melalui Line malam hari. Iya, hari ini Evan akan menembak Tari, lagi.

"Kayaknya emang udah gila deh si Evan, liat. Rizky aja masih molor noh." Tunjuk Renato ke arah Rizky yang berada di kursi paling belakang mobil Evan.

"Bukan gila lagi nat, kayaknya sih udah mulai sedeng." Timpal Ardian. "Emang bedanya apa Ar, gila sama sedeng?" ucap Renato polos.

"Bedalah, liat aja tulisannya udah beda, gila ya g-i-l-a kalau sedeng ya s-e-d-e-n-g. Masa gitu aja lo gatau."

Verlangen - Kerinduan Tak BerujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang