Satu

18 3 4
                                    

Levi menyenderkan bahunya ke kursi.

Ia jenuh sekali. Ini jam kosong, tidak ada guru yang mengajar. Kalaupun ada, sekarang adalah pelajaran Matematika. Dimana otaknya akan berseru gembira karna ia amat sangat mencintai pelajaran yang kata sebagian besar orang menyebalkan.

"Woy bengong aja lo, Vi!" Levi tersentak kaget ketika kepalanya dijitak dengan keras dan sontak ia mendongakkan kepalanya keatas.

Melihat siapa yang menjitaknya, Levi otomatis membalasnya dengan jitakan yang lebih keras.

"Buset dah, sakit woy! Ga kira-kira lu Vi!" ringis Deno sambil mengusap-usap kepalanya pelan. Miris.

"Makanya, kalo Levi lagi bete jangan disentuh No. Kayak singa lagi PMS, sadis!" sahut Beni disampingnya.

Levi membalas mereka dengan tatapan tajam. Kemudian ia tertawa geli.

"Tuhkan, ketawa-tawa sendiri sekarang. Dari singa PMS metamorfosis jadi singa sakit jiwa." sambung Beni.

"HAHAHA! Parah lu Ben anjir."

Deno dan Beni adalah temannya sejak SD. Tidak tahu kebetulan atau bagaimana, orangtua mereka selalu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang sama.

Pusing dengan kejahilan dua teman sepermainannya ini, Levi akhirnya memilih untuk tidur di kelas sampai jam pelajaran berakhir.

"Tuhkan baper, mampus gua ga ikut-ikutan ya." tukas Beni menyalahkan Deno.

"Yeh, songong lu!" tidak terima disalahkan, Deno menjitak Beni.

"Tuhkan, kamu gitu. Pegang-pegang kepala aku. Mau modu--"

"WOY BERISIK!" teriak Levi spontan karna tidur nyenyaknya terganggu.

"Mampus lu Ben. Singa nya bangun."
sahut Deno setengah berbisik.

"Eh gua denge--" Baru saja Levi ingin menyelesaikan omongannya, bel pulang berbunyi.

DingRdingRding

"Alhamdulillah.'" ucap Beni dan Deno dalam hati.

Siswa-siswi pun bersorak bergantian. Ada yang tadi lesu sekali, mendadak energinya membludak.

****

Sesedih-sedihnya Fani, tidak pernah ia sesedih ini. Pasalnya, ia baru saja gagal mendapatkan nilai sempurna di mata pelajaran favoritnya.

Gila, nyaris satu angka! batinnya murung.

Kekecewaan Fani yang terlihat sedari tadi membuat sahabat masa kecilnya Jana keheranan.

"Lo ngapa dah? Kusut banget muka lo daritadi." tanya Jana penasaran. Sifat inilah yang membuat Fani betah bertahun-tahun bersahabat dengannya. Jana selalu membuatnya nyaman dengan sifatnya yang pengertian.

"Biasalah. Masalah IPS."

"Masalah tadi? Astaga! Lu cuma kurang satu angka aja sedih begitu. Lah gua ga remedial aja sujud syukur." ujar Jana menanggapi dengan gemas. Pernyataan Jana membuat Fani tertawa geli.

"Lu daripada mikirin gituan mending liat deh, nih!" sahut Jana dengan semangat sambil menunjukkan apa yang ada di ponselnya.

"Buset, lu ngestalk lagi? Rajin banget."

"Iya! Gua pengen nyomblangin lu sama dia ah." tukas Jana sambil menunjuk-nunjuk foto anak populer di Instagram.

"Idih," sahut Fani geli. "Eh tapi boleh juga. Mana sini liat!" lanjutnya sambil menarik ponsel Jana dengan paksa.

"Ye katanya lu gak tertarik!" tawa Jana sambil mempertahankan ponselnya.

Saling berebut, sampai akhirnya jari-jari mereka menimbulkan petaka.

"Mampus, ke like!"

---------------------

a.n

Maap garing HHAHAHAHAHAHAHHAH

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnsilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang