1. "Bukan pelarian"

148 8 0
                                    


Dia Suamiku.

 Berawal dari kami yang sama-sama pernah terluka, bertemu lalu mencoba membalut luka satu dengan yang lain. Saling mengobati, saling melengkapi. Tapi kenyataannya ini sulit. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Dalam sekejap, perasaanku yang dulunya hanya tertuju pada satu pria, kini telah untuknya. Dia bukan pria romantis, terkesan cuek malah. Tapi entah kenapa, hal kecil yang dilakukannya padaku malah menumbuhkan benih di hatiku.

Sejenak aku memandangi wajah pria yang sudah menikahiku 4 bulan lalu. Dia masih tertidur pulas. Aku tersenyum. Sekilas aku mencium pipinya. Lalu beranjak dari tempat tidur, dengan melangkahi tubuhnya. Aku segera meraih handukku dan bergegas membersihkan tubuhku.


"Nanti ada jadwal kontrol ke rumah sakit?" Tanyaku sambil bercermin memakai make-up tipis di wajahku.

Suamiku yang sedang mengotak-atik hpnya sambil duduk di tempat tidur, berhenti sejenak. "Iya. Kenapa sayang?" Dia memandangku.

"Kalau gitu, nanti aku minta pulang jam 4 ya.  Aku nyusul ke rumah sakit"

"Tapi tetap aja gak bisa aku jemput"

"Akukan bisa naik ojek" jawabku segera meraih tas kerjaku, lalu menyeruput jus pepayaku. Ini menu pengganti sarapanku. Maklum, semenjak menikah berat badanku naik drastis. Aku pusing kalau lihat timbangan.

Selesai aku sarapan, suamiku segera mengambil kunci motornya. Bergegas untuk mengantarkan aku kerja.



***



Aku segera turun dari motor scoopy merah milik suamiku. Berhenti di depan salah satu Perusahaan yang berada di kawasan Batam Center. Suamiku mengantarkan aku sampai pintu 3, khusus untuk para pejalan kaki. "Hati-hati ya" kataku. Aku melambaikan tanganku. Tersenyum melihat punggungnya yang semakin menjauh dari pandangan mataku.

Dan inilah yang ingin aku ceritakan. Awal pertemuan dengan suamiku.  Awal kisahku, menjatuhkan pilihan seumur hidupku. Takdirku. Bukan pelarianku.



Detik Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang