Part 11

3.7K 244 87
                                    

***

Finn mengajak ku makan malam bersama di luar malam ini. Dia bilang dia ingin berbicara dengan ku.

Sunyi, Dua insan manusia yang sedari tadi sibuk bergulat dengan pikiran mereka masing-masing yang berkecamuk hanya dapat mengatup mulut, diam seribu bahasa.

Tidak ada salah satu dari kami yang berniat untuk membuka suara sedari tadi.

Bahkan aku sempat bertanya-tanya didalam hati, apakah irama detak jantungku dapat didengar oleh nya?

Dia menghembuskan nafas berat sebelum berhasil membuka mulutnya dari kesunyian yang menyelimuti keadaan diantara kita berdua sejak tadi.

"Jadi..."

Aku diam, tak bergeming. Hanya jari-jari kecil ku yang sedari tadi hanya mengetuk-ngetuk kayu meja.

"Gabisa apa, elo ngubah sikap menyebalkan lo itu?" Ujar dia, benar-benar bukan ucapan yang aku harapkan sejak setengah jam duduk berdiam dalam kesunyian.

"Kalo tujuan lo ngajak gue kemari cuman buat itu, mending gausah gue terima ajakan lo tadi." balasku sembari membuang pandangan ku keluar jendela.

"Bukan itu yang gue harepin dari tadi." lirihku pelan, bahkan aku ragu apakah dia mendengar ku atau tidak.

"Setelah lo pasang topeng selama bertahun-tahun, kenapa gak coba buat lepasin topeng itu? ada yang bisa nerima elo tanpa harus masang topeng setebal itu, lex."

"gue juga gak minta orang-orang buat nerima gue, dan gue gak pernah memasang topeng-" Aku menggantungkan kalimat ku kemudian menghembuskan nafas kasar.

"Gue gak mau bahas ini dulu. Ini hari bahagia gue, plis jangan rusak" Ucap ku acuh.

Perih, rasa itu yang saat ini mendominasi hati ku. Kadang berbohong adalah jalan terbaik untuk menghindar dari masalah seperti ini.

drrt drrt

Nada dering yang berasal dari ponsel nya pun menggema didalam ruang lingkup yang sepi ini. Seakan kebingungan, dia hanya menggenggam benda persegi itu sambil melirik ku sesekali.

"Angkat aja, oiya, gue duluan ya, ada meeting sama editor" Ucap ku berbohong, agar dapat menghindar dari pria yang dulu sering ku sebut, malaikat tanpa sayap ku.

Pria itu berniat menghentikan niat ku yang ingin pergi. Tetapi aku tak butuh izin nya.

"Makasih makan siang nya, permisi" Aku pun melenggang keluar dari ruangan yang memiliki sedikit atmosfer, mencoba menghirup udara segar agar detak jantungku kembali normal.

Aku mengeluarkan ponsel ku kemudian mengirim pesan singkat pada Lukas untuk menjemputku sekarang.

***

"Gue bingung Luk, tapi lo gak akan bisa paham apa yang gue rasain sekarang" isakku pelan, bahkan aku ragu Lukas menyadari nya atau tidak.

"Gue bisa ngerasain kok-"

"Kenapa Tuhan nyiptain hati manusia kalo cuman buat di patahin?" lirihku.

Lukas menghembuskan nafas berat, kemudian mengacak-acak rambutnya.

"Lo tuh sama aja kayak nanya buat apa Tuhan nyiptain manusia kalo ujung ujungnya bakal di cabut juga nyawa nya." tanya Lukas.

Aku diam tak bergeming, diam seribu bahasa. Berusaha mencerna pertanyaan Lukas barusan, itu terdengar sangat aneh dan tidak bisa diterima dengan indra pendengaranku.

"Lo tuh buta sama masa depan. Siapa tau rasa sakit lo bakal dapet bayaran yang setimpal nanti. Lo cuman butuh nunggu, Kasih waktu."

"Oiya, Jangan lupa selalu ada orang yang mayungin lo dari belakang ketika lo selalu mayungin orang di depan lo. Ngerti?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Begin AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang