part-1

23 0 0
                                    

Aku Dhiza selvyra dan dia yang selalu aku banggakan di depan teman temanku, Kalvi Giffari. Perkenalan kami sangat lah singkat. Aku murid baru di sekolah Pelita Global ini, aku masuk ke sekolah ini saat aku kelas 11 SMA, sekitar 1bulan lebih aku adaptasi di sekolah baruku ini. Sebagai anak baru ya pasti harus super super jaim dongg. Aku duduk di kelas 11 IPA2 dan Kalvi duduk di kelas 11 IPA4, sudah beberapa hari aku dan Kalvi chat-an. Yaa sudah beberapa hari juga aku menahan rasa Baper dari ribuan omongan manis Kalvi.

Aku memang tipe cewek yang bisa di bilang 'malu tapi mau' ya sedikit muna gitu laah hehe. Berkali-kali Kalvi ngajak aku pulang bareng dia, dan berkali-kali juga aku menolaknya.

Setiap senin pulang sekolah memang agak lama dari hari biasanya, saat bel pulang sekolah tiba, ratusan murid Pelita Global menyiapkan dirinya untuk sejenak merenung sambil berdoa. Setelah doa selesai kami pun berlomba-lomba ke arah pintu untuk bergegas pulang. Seperti biasa, aku dan teman ku selalu keluar kelas paling terakhir, untuk menghindari desakan dari beberapa teman kelas ku yang mencoba keluar kelas.

Saat kelas mulai sepi aku dan teman-teman ku keluar kelas untuk pulang kerumah kami masing-masing. Tepat di depan pintu kelas ku ada seseorang laki laki yang memainkan kunci motornya, seperti orang menunggu sesuatu. Rasa penasaran ku tumbuh saat aku menyadari bahwa lelaki itu Kalvi. Dengan rasa sok tidak tau apa-apa aku pun jalan dan menghiraukan Kalvi.

'Di cuekin aja nih' Suara kalvi dari belakang badanku membuat aku dan temanku berhenti melangkah.

'Lo ngomong sama siapa vi?' Tifani menyauti suara itu sambil menghadap ke belakang tepat ke arah Kalvi. Tifani itu teman sebangku aku sekaligus teman curhat aku dan di antara 6teman terdekatku hanya dia yang tau bahwa aku dan kalvi sedang dekat.

'Ngomong sama cewek yang susah peka dan bikin penasaran fan' Kalvi yang tadinya menyender di pintu kelas pun menghampiri aku dan ke6 teman ku.

Mata Tifani langsung tertuju padaku yang hanya bisa nunduk

'Fan, Dhiza lagi deket sama Kalvi?' Bisiknya calista terdengar sampai ketelingaku

'Hari ini ga boleh ada alesan lagi. balik bareng gue, langsung gue anter lo pulang sampe depan rumah, kalo perlu sampe depan kamar lo gue aterin' Kalvi tanpa basa basi langsung meraih tanganku dan mencoba mengajak ku pulang bareng dengan cerocosannya yang lebih tepatnya sih Maksa

DAG DIG DUG DERRRR!!!
Suara jantung ku yang tidak karuan saat Kalvi bekata dan bersikap frontal seperti itu

Kepala ku yang tadinya menunduk menutupi wajah yang aku tau pasti akan me-merah ini akhirnya secara otomatis menoleh ke arah Kalvi dan sempat tidak bisa berkata apa-apa lagi, otak rasanya susah untuk berfikir bahasa apa untuk menolak ajakan kalvi. Yap MATI GAYA, tangan kiriku langsung mencoba melepas genggaman Kalvi yang lumayan erat 'maaf bangett nyokap udah on the way ke sekolah buat jemput gue, lain kali yaa'

Tampang pasrah yang Kalvi pasang di wajahnya. 'Ga ngerti gue pake cara apa lagi buat ngajak lo balik bareng gue' perlahan Kalvi melepas genggaman tangannya sambil beranjak meninggalkan aku dan ke6 temanku

'Kenapa ga nyoba rayu lo lagi coba kan si Kalvi' Sambil memandang pundak Kalvi yang semakin jauh Tifani berkata seperti wanita yang ingin terus di kejar

Calista, Riana, Asyilfa, Arista, Dan Velda pun terdiam bingung di raut wajah mereka banyak pertanyaan. Mungkin mereka heran apa maksudnya Kalvi, aku, dan Tifani.

Sambil beranjak turun tangga Riana pun tidak kuat lagi menahan penasarannya 'sumpah lo harus jujur lo ada apa sama kalvi' calista, Asyilfa, Arista dan Velda pun ikut menatapku terang-terangan.

'Omongin di kantin aja yuk, ga enak kalo disini' mencoba mencari tempat yang aman untuk aku menjelaskan semuanya.

Dan tibanya di kantin, kamipun membeli minum dan  makanan ringan untuk menemani perbincangan yang tidak terlalu penting ini.

Setelah membeli makanan dan minuman aku dan ke6 temanku mencari tempat duduk untuk perbincangan kami. Saat akan memulai perbincangan Handphone di dalam kantong bajuku bergetar dan berdering menandai panggilan masuk, dengan sigap tangan ku menaruh makanan dan minuman ke meja kantin. Dan cepat mengambil Handphone di dalam kantong bajuku 'Mom' jari ku menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut

'Dhiz maaf ya mama agak telat jemput kamu, soalnya mau nganter Adik LES dulu kamu tunggu di sekolah nanti mama telfon kamu lagi ya nak'

'Iya ma aku juga lagi ngobrol dulu sama temen di kantin aku lupa nelfon mama buat ngabarin, yaudah mama hati-hati nyetirnya ya' aku dan Adikku sangat memang mencoba lebih mengerti mamaku yang sekarang tinggal sendiri untuk menghidupi aku dan adikku setelah 3tahun lalu ayahku meninggal dunia karena kanker otak yang memisahkan keluarga kecil kami.

Setelah terputus telfon dari mamaku, aku melanjutkan niatku untuk terus terang kepada ke6 temanku apa yang selama ini aku sembunyikan.

Saat memulai pembicaraan, lagi-lagi Handphone ku berdering menandai telfon masuk. Kemungkinan kecil kalau mamaku telfon 2× karna mamaku tipe orang yang tidak terlalu bawel. Akupun mengecek siapa yang menelfonku lagi.
Tidak ada nama, hanyalah nomor yang tidak aku kenal, aku mencoba mengingat-ingat nomor siapa yang menelfonku ini.
Tapi jariku terlalu cepat untuk menekan tombol hijau yang untuk mengangkat panggilan tersebut

We Never Spoke AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang