1⃣🅰

613 14 5
                                    

Maaf ada kesalahan..

•••

Tuk.. tuk..

Seorang laki-laki yang sedang asik bermain PlayStation di kamarnya menoleh ke arah jendela. Ia berdecak malas dan kembali fokus terhadap layar di hadapannya. Tak berapa lama kemudian, kembali terdengar suara itu lagi. Menyerah, akhirnya ia memencet tombol pause pada stik PSnya.

Ia beranjak menuju jendela kamarnya dan membukanya. Ditemukan secarik kertas berwarna putih dengan noda hitam pada balkon kamarnya. Kertas itu terlipat melilit batu. Ya, benda itulah yang sedari tadi membuat bunyi. Tidak hanya satu batu, tetapi ada empat batu yang dilempar dan hanya satu batu yang terlilit kertas.

Ia sudah mengetahui pelaku pelempar batu itu. Laki-laki itu menoleh ke arah balkon kamar seberangnya yang menampilkan wajah polos seorang gadis. Tidak, gadis itu tidak tersenyum padanya, melainkan menampilkan wajah yang murung.

Need to talk.

Begitulah isi surat yang melilit batu itu. Setelah membacanya, ia kembali ke dalam kamar dan mengetikkan sesuatu pada ponselnya. Sedetik kemudian, sebuah dering ponsel dari seberang kamarnya berbunyi. Seorang gadis yang ada di sana langsung membaca sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

Melihat gadis itu tengah membaca pesan yang dikirimkannya, ia langsung berganti pakaian lalu menyambar dompet dan ponselnya.

❣❣❣

Di sinilah mereka berada, dua orang yang tadi berkomunikasi secara tidak wajar. Sebuah taman komplek yang terletak di tengah-tengah komplek. Mereka berada di sana, tepatnya di sebuah gazebo dengan pemandangan danau. Kebetulan hari Minggu sore seperti ini, taman sedang sepi dan hanya ada beberapa orang saja.

Sejak masuk ke sini, belum ada satu pun dari mereka yang mengucapkan sesuatu. Mereka masih terdiam satu sama lain dengan pikiran masing-masing.

Terdengar helaan nafas yang berasal dari laki-laki itu. Ia menyerah untuk berada di sini tetapi hanya diam-diaman saja. "Jadi, lo kenapa?" tanyanya pada akhirnya.

Bukannya menjawab, gadis yang ditanya itu hanya terdiam memejamkan matanya. Tapi semakin lama, bahunya bergetar dan wajahnya mulai menunduk. Tidak bersuara, tapi terdengar sebuah isakan yang pelan.

Sebagai laki-laki, ia tau apa yang harus dilakukannya. Ia merengkuh pundak gadis di sebelahnya dan membawanya ke dalam pelukannya. Tangannya mengelus pundak gadis itu lembut, menenangkan. Ia sangat mengerti apa yang terjadi. Sangatlah mengerti. Hal ini bukanlah yang pertama kalinya terjadi, bahkan bisa dikatakan sering atau malah selalu.

Setelah gadis itu tenang, ia mendongak lalu menjauhkan tubuhnya. Dilapnya sisa air mata yang masih mengalir di pipinya.

"Masalah yang sama, hm?" tanyanya.

"Nathan," lirih gadis itu. Yang dipanggil hanya menaikkan alisnya dan menatap wajah gadis di hadapannya. "Bevan sekarang berubah sama gue."

"Berubah kenapa?"

"Dia kemarin janji ke gue buat bikin gue bahagia satu hari penuh. Awalnya dia tepatin janji itu, tapi belum ada dua jam gue ngerasain janjinya, dia pergi setelah mendapat telepon. Gue yakin orang itu seorang cewek." Ceritanya setelah ia bisa mengatur nafasnya.

"Jangan negative thingking dulu, By. Mungkin itu sepupunya dia." Kata Nathan melunturkan perasaan sedih gadis di hadapannya.

DIARY NATHAN (ONE SHOT STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang