Author P.O.V
"Baiklah,apa yang akan kita lakukan sekarang"cowok bermata biru itu menaruh alat alat yang baru dia ambil di atas sebuah meja panjang berwarna putih. Dia masih berusaha mengatur napasnya setelah berlari tadi."Cuci tanganmu"Balas seorang cewek yang sedang sibuk memakai sarung tangan serta celemek untuk menutupi bajunya agar tidak kotor. "APA?"Kata cowok itu setengah berteriak.
"Like seriously Miranda, kau menyuruhku mengambilkan semua peralatan ini di gudang, lalu sekarang kau malah menyuruhku mencuci tangan, memangnya kau ingin melakukan apa,hah?"Dia menatap cewek dihadapannya dengan tatapan kesal sambil berkacak pinggang.
"Menurutmu ini apa?"tanya cewek di hadapannya,Miranda.
"Sebuah tanaman?"
"Bagus"
Sebelah alisnya terangkat, keningnya berkerut bingung "untuk apa?"tanya cowok itu "membunuhmu"balas Miranda dengan sebuah pisau di tangan kanannya.
"Jangan macam macam dengan pisau itu, gadis kecil"
"Ayolah Nash, siapa yang mau membunuhmu? Aku hanya ingin membuat halaman rumahmu terlihat sedikit indah. Coba kau lihat kesana, tidak ada tanaman hijau, hanya ada ilalang yang sudah tumbuh tinggi"
"Sekarang?"
"Tahun depan"
Cowok itu tertawa kecil melihat cewek dihadapannya sedang kesal. Menurutnya, itu seperti hiburan tersendiri. Kedua mata cewek itu akan terbuka sangat lebar saat ia kesal, seperti sekarang ini.
Miranda hanya menggelengkan kepala heran. Sudah beberapa bulan sejak kejadian itu, kejadian yang hampir membuat dirinya terbunuh jika Nash tidak datang menolongnya waktu itu. Semuanya berubah, Nash sudah tidak sedingin saat Miranda pertama kali bertemu dengannya. Nash yang dulu perlahan mulai kembali, Nash yang selalu ceria,pembuat onar,pelawak dan juga Nash yang penyayang. Walaupun,sisi egois dan tertutupnya masih ada di dalam dirinya hingga saat ini.
"Miranda?"cowok itu melambaikan tangannya di hadapan Miranda. Membuat Miranda tersadar dari lamunannya dan menatap lurus kearah cowok itu.
"Lalu setelah ini apa?"tanya Nash antusias "umm sebenarnya"Miranda menggantungkan ucapannya, membuat Nash terpaksa menghentikan aktifitasnya yang sedang menaruh tanah kedalam sebuah pot besar.
"Aku tidak tau caranya menanam"Miranda hanya menyengir menunjukan deretan gigi putihnya. Nash menghela napas panjang lalu berdiri dan menghampiri cewek itu "kau memang gadis terpintar yang pernah aku temui, Miranda"bisiknya pelan, tepat ditelinga cewek itu.
Miranda memukul lengan Nash agak sedikit keras, membuatnya meringis. "Kau itu mau memuji atau malah mau mengejekku, hah?"Tanyanya kesal.
"Lakukan saja sebisa mu"kata Miranda lagi. Dia kembali berkutat dengan tanah dan juga sebuah tanaman yang ada di hadapannya, meninggalkan Nash yang masih tertawa melihat tingkah cewek itu.
"Kau tidak perlu memaksakannya"sebuah tangan besar menahan Miranda yang ingin memasukan tanamannya kedalam sebuah pot. Dia membalikkan kepalanya dan langsung menemukan sepasang mata biru sedang menatapnya teduh. Nash memeluknya, memeluknya dari belakang. Jantungnya berdetak sangat kencang, bahkan dia hampir lupa caranya bernapas. Atmosfer nya benar benar panas, ditambah lagi kedua mata biru Nash yang masih menatapnya.
"Mata biruku bagus, ya?"tanya Nash dengan percaya diri "tidak"jawab Miranda langsung memalingkan wajahnya, menghindari tatapan mata Nash.
"Mata mu juga biru, tapi kenapa tidak bagus ya?"kata Nash dengan polosnya. Tangannya masih belum lepas dari tubuh Miranda. Di dalam hatinya, dia merasakan kehangatan juga kasih sayang yang selama ini tidak dimilikinya. Menemukan rumah baru untuk tinggal dan berteduh. Menemukan penyejuk hati dan penawar luka nya.
"Sudah ya, tubuhku kecil, jadi ini lebih seperti seorang ayah yang sedang memeluk anak perempuannya"
"Aku tidak akan melepaskannya"
"HAMILTON NASH GRIER!!"
"Apa?"jawab Nash masih dengan wajah polos nya. Membuat Miranda benar benar kesal melihatnya. Dia berbalik dan beberapa detik kemudian wajah Nash sudah menjadi pelampiasan kekesalan Miranda. Dia mencubit kedua pipi chubby milik Nash lalu menamparnya pelan.
Nash hanya bisa tertawa kecil melihatnya. Dia sama sekali tidak merasa sakit, mungkin sedikit. Dia senang ketika Miranda melakukan ini, entah apa yang membuatnya senang, dia sendiri tidak tahu.
"Dasar menyebalkan"kata Miranda setelah selesai dengan aktifitasnya. Tangan Nash belum beralih dari pinggangnya. Dia malah memeluk miranda lebih erat, membuat jarak yang ada diantara mereka hanya beberapa centimeter.
Nash mendekatkan wajahnya kearah Miranda, membuat cewek itu menutup matanya. Dia bisa merasakan hembusan napas Nash diwajahnya, membuat jantungnya kembali berdetak kencang, pipinya pun sudah berubah warna seperti kepiting rebus.
"Buka matamu, haha"gelak tawa Nash menyadarkannya dari segala imajinasi yang sedang berputar di kepalanya. Matanya terbuka lebar, menemukan sesosok cowok tinggi sedang tersenyum hangat dihadapannya.
"Kau sedang membayangkan apa, hm?"
"Tidak"
"Oh aku tahu, kau pasti sedang--"
"Tidak aku tidak membayangkan itu"sergah Miranda cepat, seakan tahu apa yang sedang Nash pikirkan "dasar otak mesum"kata Nash yang langsung membuat kedua pipinya merah "ah tidak, aku tidak memikirkan itu, kok"jawab Miranda yang hanya dibalas oleh senyuman hangat diwajah Nash
Ini bukan sebuah ending yang bahagia, sebenarnya. Ini bisa dibilang sebuah awal baru untuk mereka. Awal perjalanan mereka, semuanya dimulai dari sini
****
Yooo ini part pertama. Ga php kan? Iya tau ko nge phpin kalian selama sebulan hehe maafin gue yakk. Yang baca note pasti tau alesannya. Ini part sudah lumayan panjang loh, full sama nash-miranda moment hehe:D
BTW,kenapa Nash makin kesini makin ganteng ya?iya ga sih?apa perasaan gue doang?

KAMU SEDANG MEMBACA
Therapy
Fanfiction{Sequel of Secret//N.G} All you need is a therapy to make you better and wake up from your nightmare.