3

262 26 23
                                    

Tepat sebelum pelajaran di mulai, Zaenal menghampiri Indah yang baru saja kembali dari kantin.

"Hei, pulang sekolah lo ada acara, enggak? Pulang bareng, yuk. Sekalian gue mau ngomong sesuatu ke elo," ucap Zaenal lembut. Lelaki bermata sayu itu kini berdiri di samping meja Indah dan Novita--tentunya.

Indah mengangguk--mengiyakan sambil tersenyum malu-malu. Berbeda dengan Novita, hatinya terasa perih seakan seseorang telah menancapkah sebuah pedang. Harapannya hancur saat itu juga. Ia segera memalingkan wajahnya sebelum air matanya terjatuh.

Sementara si mata cokelat yang sedari tadi memperhatikan mereka--geram. Karena kesal ia berdiri lalu keluar kelas untuk melampiaskan kekesalannya. Namun, langkahnya terhenti tepat saat pak Parman muncul di depan pintu.

"Ray, mau kemana?" tanya guru paruh baya itu.

Rayhan dengan wajah datarnya tak menghiraukan Pak Parman dan pergi begitu saja. Ya. Rayhan Shefa Mahesa atau yang biasa dipanggil Ray. Siswa bermata cokelat, berkulit putih dan tubuh tegap itu tak pernah menghormati atau menghargai orang lain--termasuk guru.

Pak Parman menghela napas panjang sambil memijat kening. Setelah sampai meja guru, ia meletakkan beberapa bukunya dan duduk sebentar lalu menyapa murid-muridnya. Setelah selesai memeriksa daftar absensi dan berbasa-basi, ia lalu pergi dan kelas kembali digantikan Bu Nina.

.....


"Ma, Vita berangkat dulu, ya," teriak Novita setelah siap memakai tas selempang kecil berwarna putih favoritnya.

"Tumben, Vi. Gak biasanya kamu pergi dihari libur--biasanya kan kamu bakalan tidur seharian?" sahut mama Rani yang baru saja selesai mencuci piring.

"Emang mau kemana?" Rani menghampiri Novita yang sudah memegang gagang pintu depan rumah.

"Itu ... anu, Ma ... ah! Ada tugas kelompok! Iya, tugas kelompok di rumah temen," Novita akhirnya berhasil menemukan alasan yang tepat agar Rani memberi izin.

"Ah! Vita berangkat dulu ya, Ma. Takut telat," Novita segera mencium tangan Rani dan segera berlari ke jalan menunggu angkot.

Sesampainya di taman, Novita segera memakai kacamata hitam dan kerudung yang diikat seperti Marsha and the bear. Matanya kini melirik kesana-kemari mencari keberadaan seseorang. Ia tersenyum saat melihat gadis yang sedang duduk dibangku taman--sendirian. Dengan segera Novita mendekatinya lalu bersembunyi dibalik pohon yang terletak cukup jauh dibelakang gadis tersebut.

Sebenarnya Novita tak mau jadi penguntit--memikirkannya saja tak pernah. Yang dilakukannya saat ini semata-mata karena hati dan pikirannya yang terus menuntut dirinya.

"In, maaf ya, gue telat. Ada urusan tadi," ucap lelaki berkaos putih dibalut kemeja kotak-kotak merah yang baru saja datang sambil berlari.

"Enggak apa-apa kok, santai aja. Aku juga baru datang," ucap Indah lagi-lagi tersenyum. Tanpa meminta izin lelaki itu langsung duduk di sampingnya.

Sementara Novita hanya berdecak kesal, karena telinganya tak mampu menangkap obrolan mereka. "Ish, ngomongin apa sih mereka!"

Novita memutuskan mendekat. Untung saja didekat mereka ada beberapa semak yang membuat Novita bisa mendengar obrolan mereka. Namun, baru saja ia berhasil bersembunyi dibalik semak itu, seseorang menyikut lengannya.

"Aw!" Novita meringis kesakitan. Ia mengalihkan pandangan pada orang tersebut."Lo!" Novita melotot tak percaya melihat orang disampingnya.

"Ssst! Berisik! Ntar ketahuan, bego!" desisnya. Ia langsung membekap mulut Novita. Novita mengangguk mengerti.

Changing The Ugly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang