5

216 18 8
                                    

Rayhan POV

Kelas? Sumpek gue. Apalagi kalau gue harus belajar, bukannya pinter yang ada otak gue bakalan mumet. Setelah tadi ngisi soal sejarah dari Si Budug yang jumlahnya ratusan, mending gue cabut buat nyari ketenangan tersendiri.

Akhirnya, gue memutuskan untuk tiduran di taman belakang tempat favorit yang selalu jadi pilihan setiap kali gue lagi males--ngeliat wajah plus kekonyolan temen-temen gue.

Baru setengah jam gue merasakan ketenangan ditempat yang penuh dengan oksigen--penyegar otak, tiba-tiba ada sebuah kaleng mendarat di kepala gue yang tidak terlindungi kursi tempat gue tiduran saat ini.

"Sial! Siapa yang nendang kaleng ngenain otak pinter gue?"

Lihat saja! Gue. Bakal. Bikin. Perhitungan.

Buru-buru gue berdiri untuk melihat si pelaku kejahatan yang hampir membuat otak gue enggak ganteng lagi. Gue-Rayhan Shefa Mahesa, enggak bakal biarin orang yang udah ganggu gue kabur gitu aja.

Awalnya, gue terkejut ketika melihat sosok yang enggak asing. Iya. Dia yang kemarin menemani gue ngintip orang yang lagi pacaran dan dia juga orang yang baru saja di kurung bersama gue di ruang BK.

"Lo lagi, lo lagi. Masih kangen sama gue?"

Gue mencengkeram dagunya--kesal karena dia terus-terusan menunduk gemetar. Gue paling benci sama orang lemah.

"Jawab!"

Dari kacamata noraknya yang berembun, gue tebak bentar lagi dia bakalan nangis. Buru-buru gue lepasin sebelum dia nangis bombai. Gue enggak mau ya, kalau besok julukan gue berubah menjadi pangeran setengah iblis yang hobi bikin cewek nangis.

"Hiks..."

Tuh kan bener, dia nangis. Kan harusnya gue yang nangis--kepala gue masih sakit kena bogem kaleng yang dia tendang 0tadi, ini malah dia yang nangis. Gue enggak ngerti, kenapa malah jadi terbalik?

Setelah beberapa menit dan dia masih nangis, gue mulai frustasi enggak tau gimana caranya membuat cewek berhenti nangis. Bukan karena merasa bersalah sudah membuat dia nangis, masalahnya--gimana kalau Pak Goreng alias Pak Asep menemukan kita berdua yang lagi bolos. BK ke 104 dong gue.

Ketika gue dengar ada suara langkah kaki, buru-buru gue seret Si Cupu sembunyi dibalik pohon. Gue mulai kehabisan ide, ketika suara langkah kaki itu tepat semakin mendekat dan berhenti tepat di belakang gue.

Plak

Belum hilang rasa sakit bekas timpukan kaleng, kali ini gue dapat tambahan timpukan penggaris kaca dikepala. Oke, fine. Gue udah siap kena amnesia dadakan sekarang.

"Kalian berdua! Berani-beraninya ngebolos buat pacaran enggak guna."

Lah, yang pacaran siapa? Gue juga bakal pilih-pilih ngegebet cewek, mana mau gue sama si cupu.

Eh, tapi kulitnya mulus juga nih cewek. Empuk dan halus gimana gitu. Ya, ketika Pak Goreng tadi mukul kepala gue, tanpa sengaja pipinya kena cium bibir gue. Bukan salah gue loh, noh pak goreng.

"Ngapain kalian masih diam disitu? Ayo, ikut bapak!"

"Aw, ampun pak."

Dengan semena-mena Pak Goreng menjewer telinga gue. Ini bapak-bapak apa ibu-ibu, sih? Main jewer aja. Kalau telinga gue jadi kayak telinga gajah, gimana? Enggak ganteng lagi kan, gue.

Gue lihat cupu masih diam membeku di bawah pohon. Gue mulai merinding dan menebak itu cewek kesambet penunggu pohon. Kali aja penunggu pohon cemburu pengen dicium gue juga. Merinding.

Changing The Ugly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang