Hari Senin. Pukul 6 lewat 20 pagi. Udara masih terasa segar dan dingin. Kicau burung terdengar bersautan. Suasana jalanan masih lenggang dari kendaraan bermotor. Sungguh damai sekali suasana pagi hari ini.
Cleora Genevra Fletcher alias Cleo menatap gedung sekolah barunya melalui kaca mobil sedan metaliknya.
Megah, setidaknya untuk sekolah swasta. Gedung berlantaikan empat itu bergaya minimalis dengan nuansa abu- abu, hitam, dan merah. Di depannya terdapat pagar besi, dan palang tembok yang bertuliskan 'SMP- SMA Harapan Bangsa' dengan memakai logam timbul. Sangat modern dan elegan.
Cewek blesteran Italia- Inggris- Sunda yang genap berumur 16 tahun ini memandang dirinya yang sekarang mengenakan kemeja putih lengan pendek kemudian di rangkap vest warna abu- abu tua dengan lambang HB di sisi kanan vest itu. Ditambah dasi ala orang kantoran warna merah marun dan rok lipit lima senti diatas lutut yang berwarna senada dengan vestnya, makin membuat seragam sekolah ini terlihat unik dari sekolah lainnya. Dialihkannya mata abu- abu miliknya ke arah murid- murid yang melintasi gedung itu. Untuk yang perempuan seragamnya sama dengan yang ia pakai, tapi untuk yang cowok sepertinya tidak dilengkapi vest.
Ia mengernyit. "Ma, mama yakin masukin aku sekolah disini?" tanyanya kepada Mamanya yang duduk di sampingnya.
Walaupun hampir 14 tahun tinggal di London, bahasa Indonesia Cleo nyaris tanpa cela. Bahkan bahasa gaul Jakarta pun dapat ia kuasai. Ini semua dikarenakan Mama yang asli Indonesia rajin mengajari bahasa ibu negaranya. Thomas Gregory Fletcher, ayahnya yang diplomat peranakan Italia- Inggris juga kadang- kadang ikut membantu. Untungnya bahasa Indonesia beliau cukup bagus walaupun cuma lima tahun tinggal di Jakarta. Kalau urusan bahasa gaul Jakarta, biasanya yang mengajarkan adalah teman- teman overseas sekolah yang kebetulan ada beberapa ada dari Jakarta atau saudara- saudaranya dari pihak ibu kalau Cleo dan keluarga sedang liburan ke Indonesia.
Mama mengulum senyum, "Yakin dong. Memangnya kenapa, Sayang?"
Setahu aku seragam Secondary School di Indonesia nggak kayak gini, Ma. Nggak pake vest sama dasi merah marun gini." Cleo akhirnya menyuarakan juga unek- uneknya yang sudah ia simpan sejak memakai baju seragam HB.
"Harapan Bangsa kan sekolah swasta, Cleora. Bukan SMA Negeri. Kalau kamu masuk SMA Negeri, baru deh kamu cuma pake seragam putih abu- abu."
"Terus kenapa Mama nggak masukin aku ke SMA Negeri aja, Ma?"
"Sayang," Mama mencoba memberi pengertian ke anaknya yang tiba- tiba aja jadi kayak anak kecil. "Sekolah Negeri memang bagus untuk masuk ke perguruan Negeri disini. Tapi untuk survive di SMA Negeri itu nggak gampang karena kapasitas muridnya banyak sekali. Kamu kan udah terbiasa sekolah di private atau Independent school. Mama takut kamu nggak bisa adaptasi. Makanya Mama masukin kesini. Lagian, SMA HB itu sekolah swasta Nasional Plus lho. Akreditasinya udah 'A'."
Cleo mengangguk- angguk kecil. Sok ngerti padahal akreditasi aja dia nggak tau apa maksudnya. Nggak ada tuh di kamus bahasa gaul Jakarta- nya. Apalagi Mama baru bilang kata- kata itu sekarang.
"Tambahan lagi, cowok- cowok disini tuh pada cakep- cakep semua loh, Sayang. Jadi kalau kamu mau nyari gebetan ganteng disini kan gampang." tambah Mama dengan senyum penuh arti di bibirnya.
Cleo memutar bola matanya, "Oh, please, Mum."
Mama tertawa melihat reaksi putri semata wayangnya.
Ya udahlah, toh seragamnya juga unik- unik kok, batin Cleo dalam hati.
Cleo merapikan rambutnya yang agak berantakan. Walaupun sebenernya nggak perlu juga, karena biarpun rambut panjangnya itu berantakan, Cleo masih terlihat cantik.