“Defron orangnya kayak gimana sih?”
Karin menatap aneh teman barunya saat mereka sedang menunggu pesanan nasi goreng Pak Bejo yang terkenal yummy itu jadi. Nggak ada angin, nggak ada hujan, tiba- tiba saja Cleo menanyakan tentang ketua OSIS mereka yang kayak gunung es itu. Dialihkannya pandangan ke arah pojok kantin, dimana disana terdapat Defron dan dua temannya sesama anggota OSIS yang sedang ngobrol sambil makan.
“Kenapa? Lo naksir dia?” bukannya ngejawab, Karin malah menggerling iseng ke Cleo yang sedari tadi masih menatap lekat Defron dari kejauhan.
Cleo menoleh panik. Rona merah bersemu di pipi putihnya. “Ih nggak, gue cuma nanya aja. Beneran deh!”
Karin cekikikan. Dari sikapnya yang malu- malu gitu aja, dia bisa nebak kalau temennya yang satu ini punya perasaan something special ke Defron. Cuma nggak mau ngaku aja.
“Jangankan elo, Cle. Hampir semua siswi disini itu pada ngeper sama dia.” terang Karin kemudian sambil menyesap pelan es kelapa miliknya. “Cuma ya itu, Defron itu anaknya rada- rada diem. Cenderung dingin. Plus judes sama yang namanya cewek. Makanya yang naksir sama dia jadi merasa takut untuk ngedeketinnya.”
Nggak lama kemudian, Pak Bejo datang membawakan nasi goreng mereka. Baunya yang enak membuat Karin dan Cleo nggak tahan lagi untuk menyantapnya. Kedua cewek itu pun mengambil sendok, lalu mulai menyantapnya.
“Tapi gue denger- denger dari alumni, waktu kelas 10 dia nggak kayak gitu loh. Anaknya baik, ramah sama semua orang. Eh, pas mulai kelas 11, tiba- tiba aja dia berubah.”
Cleo mengerutkan kening. Dipandangnya lagi Defron yang sekarang sedang memberikan sebuah kertas kepada dua temannya. “Kenapa bisa begitu?”
Belum sempat Karin menjawab, Rheo dan Logi seenaknya maksa nyempil duduk diantara mereka sambil membawa mangkuk soto mie dan sebotol teh green tea di tangan masing- masing. Kedua cowok itu seketika meniup- niup tangannya yang terasa panas akibat mangkuk soto setelah menaruh mangkuk itu di meja terlebih dahulu. Cleo dan Karin geleng- geleng kepala. Kenapa nggak sekalian pake baki aja sih biar nggak repot?
“Pada ngomongin apaan sih? Serius amat keliatannya,” tanya Logi sebelum menyendokkan kuah soto kedalam mulutnya. Kemudian dia megap- megap sendiri lantaran lidahnya kebakar akibat nggak niup- niup dulu. “Ahh, shit, panas.”
“Nih, lagi ngomongin ketua OSIS tercinta.” Karin yang ngejawab.
“Hah? Ngomongin Defron? Kayak nggak ada omongan lain aja.” Rheo tau- tau nyamber, nyinyir. Dia emang rada nggak suka sama Defron karena Rheo menganggap Defron itu sok cool. Selain itu dia juga ada sedikit dendam ke ketua OSIS itu karena waktu MOS dia pernah dimarahin abis- abisan sama Defron lantaran lupa bawa name tag.
“Tuh, si Cleo yang duluan.” Karin menunjuk Cleo dengan dagunya sambil berkutat dengan piring nasi goreng.
Kedua mata Logi dan Rheo seketika terfokus pada sosok cewek lainnya yang duduk disitu. “Bener, Cle?”
Cleo mengangguk kalem. Piring nasi gorengnya di dorong menjauh padahal isinya masih ada sekitar setengah porsi. Rasanya Cleo lebih tertarik dengan obrolan seputar Defron ketimbang nasi goreng kesukaannya ini. “Eh, eh, lanjutin, kenapa dia tiba- tiba berubah?”
“Agak panjang ceritanya, Cle. Itu pun juga belum tentu bener.” Karin berkata serius. “Dulu Defron itu sobatan banget sama Rene sejak SD. Pokoknya dari SD sampai SMA mereka berdua satu sekolah terus lah. Mungkin gara- gara mereka sama- sama punya ortu single parent kali ya. Kebetulan bokap Defron udah meninggal gara- gara kecelakaan pesawat dari Defron kecil. Tapi pas akhir kelas 10, mereka jadi musuhan gitu karena ada masalah. Gue denger- denger dari alumni sih gara- gara nyokap Defron nikah sama bokapnya Rene. Nah si Defron nggak terima pernikahan ini, begitu juga Rene. Jadinya gitu deh, musuhan sampe sekarang. Karena itulah si Defron jadi tertutup sama orang lain. Selain itu, gue juga pernah denger kalau Defron lebih milih nge- kost di daerah manaaaa gitu, gara- gara nggak akur sama keluarganya.”