Chapter 6

109 3 0
                                    

Hari Sabtu yang cerah. Saking cerahnya, Defron sampai- sampai bingung mau jalan kemana. Selama ini Defron memang jarang jalan- jalan kalau lagi hari libur dan lebih senang menghabiskan waktu di kamar sambil membaca buku atau browsing internet di komputer. Yah mungkin sesekali dia pergi ke Mall kalau lagi suntuk- suntuknya. Defron sendiri bukan tipikal orang yang suka hangout di Mall atau dugem seperti remaja jaman sekarang.

TING TONG. Bel rumah kos berbunyi. Defron yang baru saja bangun dan hendak membuat sereal di dapur, lalu beranjak menuju pintu.

“Oh elo, Ra.” Defron menggumam pendek, sambil mengacak- acak rambutnya. Ia membuka pintu lebih lebar, agar Taura dapat masuk. “Tumben kesini. Masuk deh.”

Taura melangkah masuk, kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru ruang tamu. Sudah lama juga ia tidak kesini. Entah sudah berapa lama, tapi sepertinya sudah berbulan – bulan rasanya. Setiap hari Sabtu Taura memang suka berkunjung ke kosan Defron, namun akhir- akhir ini dia jarang datang karena sibuk dengan urusan ujian akhir nanti.

“Sepi bener, Def. Kosan lagi kosong?” komentar Taura setelah mereka berdua berada di kamar Defron yang ukurannya cukup besar.

Defron tersenyum samar. Ditutupnya pintu kamar pelan. “Adit ada urusan keluarga di Bandung. Yang lainnya kayaknya belum bangun.”

Taura manggut- manggut. Tangannya dengan sigap mengeluarkan sebungkus rokok yang tadi ia simpan di saku jeans. Ia sengaja tawarkan ke Defron yang awalnya ragu namun akhirnya mengambil sebatang juga. Defron bukan perokok aktif, tapi juga bukan perokok pasif. Hanya sekali- sekali ia merokok, itupun kalau pikirannya lagi mumet. Berbeda dengan Taura dan Rene yang ngerokoknya benar- benar sudah masuk tahap kecanduan.

“Lo belum jawab pertanyaan gue, Ra. Tumbenan lo kesini. Ada apaan?” tanya Defron sembari menyulut rokoknya. Asap rokok seketika memenuhi ruangan saat Defron mengisap rokoknya.

Taura dengan seenaknya duduk di meja belajar Defron. Cowok itu nyengir. “Tadinya gue mau ke PIM sama anak- anak, tapi setelah gue pikir- pikir mendingan gue kesini aja. Lagian udah lama kan gue nggak kesini. Baik kan gue mau nengokin lo?”

“Hah, bilang aja lo lagi bokek. Nggak usah ngarang alasan segala.” sergah Defron sinis. Ia kembali menghembuskan asap rokoknya.

Cengiran Taura makin lebar. Tau aja si Defron. “Sebenernya sih gue kesini juga ada maksud lain.” sangkal cowok itu, membuat alis Defron berkerut. Harus Taura akui temannya yang satu ini memang punya tampang diatas rata- rata. Apalagi dengan sifatnya yang cenderung kalem dan cool ke cewek. Nggak heran cewek- cewek di HB banyak yang demen. Taura pribadi kalau seandainya dia juga cewek, mungkin dia bakalan ngecengin Defron juga.

“Mau ngebujuk gue buat balik? Basi.”

“Yeee bukan. Kalo itu gue sih gue udah nyerah. Kepala lo itu udah kelewat batu, Def.” Taura menimpuknya dengan pulpen yang kebetulan tergeletak dekat dari tangannya.

Defron menghindar sambil nyengir sedikit, tapi ekspresi wajahnya kembali biasa dalam sedetik. Cowok itu mematikan rokoknya di asbak dengan gestur malas. Entah kenapa mood merokoknya jadi hilang. Sebagai gantinya ia menegak sekaleng Coca Cola yang sempat ia bawa tadi dari dapur.

“Terus apa?”

“Cuma mau tanya,” Taura tersenyum penuh arti. Dia menaruh tangannya di dagu, pose favoritnya kalau lagi mengintrogasi orang. Rene sering protes kalau Taura mengeluarkan pose ini. Sok keren katanya, padahal dia sendiri narsisnya lebih parah daripada Taura. “Emang lo bener pacaran sama Cleo itu?”

Defron sontak menyemburkan sedikit Coca Cola- nya lantaran kaget. Dipelototinya Taura galak. Apa- apaan nih ada gosip kayak gitu? “Siapa yang bilang?” pekiknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CleoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang