Chapter 5

96 3 1
                                    

“Ma,”

Rene mendorong pelan pintu kayu kamar orang tuanya, lalu melongok sedikit untuk mengintip dari celah- celah pintu. Dapat ia lihat bahwa Ibu tirinya sedang terduduk di tepi ranjang sambil menatap kosong sebuah album foto bersampul warna merah yang ia pegang. Sesekali beliau mengusap kedua matanya yang berkaca- kaca.

Dia mengerutkan kening. Cowok itu kemudian mendorong pintu kamar lebih lebar lagi dan melangkah masuk. “Lagi ngapain, Ma?” 

“Oh, kamu, Rene.” Mama mengalihkan pandangan dari album foto dan menyunggingkan senyum sendu di bibirnya yang nampak kering. “Sini duduk disamping Mama. Mama lagi ngeliat album keluarga dulu.”

Rene akhirnya menurut. Mata birunya melirik sesaat ke dalam album, dimana lembaran itu menunjukkan dua buah foto seorang anak kecil berumur dua tahun. Di foto paling atas, anak itu sedang tertawa bersama Mama. Sedangkan di sisi bawah, terdapat foto anak itu bersama dengan seorang lelaki berumur akhir dua puluhan. Wajah lelaki itu tampan sekali, dan sangat mengingatkan Rene dengan seseorang. Tanpa bertanya lagi, Rene sudah tahu bahwa sosok anak kecil itu adalah Defron.

“Ini Ayahnya Defron, Ma?” 

Mama hanya menganggukan kepala, kemudian tersenyum pahit. “Mirip sekali dengan Defron.” 

Banget, Rene membenarkan dalam hati. Cuma bedanya Ayah Rene masih punya unsur ramah di wajahnya, sedangkan Defron boro- boro. Senyum saja masih bisa dihitung pakai jari. 

Mama menghela nafas dalam- dalam. Ditutupnya album keluarga itu dan ia letakan di sampingnya. “Mama kangen sekali dengan Defron, Rene.” 

“Rene tau, Ma. Rene juga… kangen sama Defron.”

Mama mengelus rambut Rene yang berwarna pirang gelap dengan sayang. Dari kata- kata anak tirinya tadi, dapat ia simpulkan bahwa hubungan Rene dengan Defron masih belum juga membaik. Beliau sendiri juga tidak mengerti siapa yang salah diantara mereka. Anaknya ataukah… dirinya?

“Kapan ya kita bisa kumpul berempat lagi, Nak? Mama pikir keputusan Mama untuk menikah dengan Papamu itu bisa membuat keluarga kita makin akrab, tapi ternyata.. Mama salah.” 

Rene menelan ludah. Sungguh miris sekali nasibnya sekarang. Dulu Kathleen Brandstatter—sang Ibu yang asli Amerika—meninggal akibat kanker rahim yang dideritanya saat Rene masih berumur lima tahun sehingga Rene dibesarkan hingga sekarang tanpa sosok seorang Ibu. Dan sekarang giliran ia punya sosok Ibu yang senantiasa membimbingnya, ia harus menelan kenyataan pahit bahwa persahabatannya dengan Defron terputus akibat itu. 

Rene rindu sekali dengan Defron. Rene kangen akan masa- masa dimana dia, Defron, dan Taura bercengkrama bersama. Ia kangen Defron yang masih bisa diajak asik- asikan untuk ngusilin orang. 

Intinya, Rene rindu dengan Defron yang dulu. 

“Tapi kamu tenang saja, Nak. Mama sudah minta tolong sama pacarnya Defron untuk membantu kita. Siapa tahu saja—“

“Tunggu, tunggu, Ma.” Rene menyela ucapan Mama dengan kaget. “Pacar Defron? Defron emang punya pacar?”

Kini mata Mama malah menatap Rene polos. “Iya, kamu emang nggak tau? Anaknya cantik loh, Rene. Bule. Namanya Cleo. Mama seneng deh sama Defron jadian sama anak secantik itu. Semoga dia bisa ngebujuk Defron.” jawabnya menggebu- gebu.

Rene seketika merasa kekagetannya bertambah. Defron jadian sama Cleo? Mana mungkin! Defron aja judesnya amit- amit sama mahluk yang bertitel perempuan. Tapi memang sih akhir- akhir ini Rene sering melihat cowok itu berbincang dengan Cleo dan memang keliatan agak dekat. Tapi rasanya untuk disebut pacaran rasanya belum mungkin.

CleoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang