"Elis, Paris! Sekarang giliranku jaga!" ujar Trisnan.
"Oke!" Sahut Paris dan Elis.
"Aduh, sembunyi dimana lagi, ya?" batin Elis.
Dia celingak-celinguk kekanan dan kiri. Dia memincingkan matanya ketika melihat sebuah gudang kecil di ujung peternakan ayah nya. Sebuah ide seketika terlintas di benaknya.
"Itu tempat bersembunyi yang tepat!" ujar Elis dalam hati dengan girang. Dia segera menghampiri gudang itu.
" ... 8 ... 9 ... 10 ... sudah atau belum? Aku datang!" ujar Trisnan.
Elis segera membuka pintu gudang itu dan masuk ke dalamnya. Dia hanya menyisahkan sedikit celah, menjaga supaya pintu gudang itu tidak terkunci.
"Paris ketemu!" Samar-samar, suara Trisnan terdengar dari luar.
BLAM! Tiba-tiba pintu gudang tertutup. Elis segera berlari mendekati pintu gudang. Ternyata pintu gudang itu terkunci.
"Oh, tidak!" batin Elis gundah. Dia ingin menangis, tetapi malu rasanya karena dia dikenal sebagai anak yang pemberani. Elis menunduk dan meratapi dirinya yang ceroboh.
Kemudian, dia berdiri tegak dan mencari cara supaya dapat keluar dari gudang tersebut. Elis melihat seberkas cahaya dari pojok gudang. Tanpa basa-basi, Elis menghampiri cahaya tersebut dan menemukan sebuah pigura diatas balok kayu dan tumpukan kain usang. Pigura itu tampak bersinar karena tertimpa cahaya matahari.
Elis mengambil pigura itu dan memandanginya dengan takjub. Bagian bingkainya berwarna emas atau memang terbuat dari emas, entahlah. Yang jelas, bingkai itu tampak sangat berkilau.
WHUSH! Elis menuip debu-debu yang ada di bagian atas kaca pigura tersebut. Entah bagaimana, pintu gerbang gudang itu terbuka sejetika.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Elis segera berlari ke arah pintu gudang agar pintu tersebut tidak tertutup lagi. Dia turut membawa pigura tersebut.
Tuk ... tuk ... tak ... tuk ... Suara langkah kaki Elis terdengar nyaring. Elis sangat terkejut, ternyata dibagian luar gudang tersebut sudah malam. Padahal, ketika dia bermain tadi, hari masih sore. Dan saingatnya, dia hanya sebentar di gudang tersebut.
"Aneh" gumam Elis.
"Elis!" Panggil Trisnan dan Paris bersamaan.
"Kamu kemana saja? Kami cemas, tahu!" seru Trisnan.
"Aku tadi terkunci di gud ...," ujar Elis terputus.
"Lho, gudang nya kemana?" gumamnya. Gudang tempat dia bersembunyi tadi tiba-tiba hilang.
"Gudang mana? Tampaknya kamu mengigau" ujar Paris.
"Tadi ada kok" ujar Elis.
Trisnan mengerutkan dahi tak percaya.
"Aku bahkan mengambil ini di gudang tadi" ujar Elis, kemudian menunjukkan temuannya pada Paris dan Trisnan. Temuannya tak lain adalah pigura emas tersebut. Trisnan dan Paris terpana melihat pigura itu, seperti Elis tadi.
"Ayo kita lihat di tempat yang lebih terang" ajak Paris.
Elis, Trisnan, dan Paris kemudian berjalan menuju rumah pohon mereka. Rumah pohon itu terang karena memang di pasangi lampu. Selain itu, tamaram bulan juga menambah terang rumah pohon itu.
"Bulannya indah sekali" ujar Paris pelan.
"Memang" ujar Trisnan dan Elis bersamaan.
Mereka bertiga mengambil posisi duduk melingkar. Ternyata, terdapat selembar foto di pigura itu. Foti seseorang yang memakai baju model zaman dahulu berwarna kuning, dengan rambut yang dikuncir tinggi dan berponi.
YOU ARE READING
The Lost Treasure
Adventure"Huaaaah .... Aku Jinny, terima kasih sudah membebaskanku! Badanku pegal sekali diapit kaca selama dua ratus tahun! Terima kasih banyk!" ujarnya berterima kasih. Elis, Trisnan, dan Paris menganga tidak percaya. Ya ampun! Ternyata, secara tak sengaja...