Bab 8

35 4 1
                                    

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Mario yang mengendarai mobil sama sekali tidak memiliki konsentrasi yang cukup untuk menjalankan mobil nya.

Konsentrasi nya hilang seketika ketika melihat Aluna hanya menunduk sambil menutup wajah nya dengan kedua tangan nya.

Mario yakin 100% kalau Aluna sedang menangis dalam diam. Mario berusaha mencairkan suasana tapi ntah mengapa sulit diri nya untuk mengatakan 'ada apa' pada Aluna. Sulit sekali bibir nya untuk mengatakan itu. Angkat bicara saja dia tidak mau apalagi bertanya tentang itu. Tetapi dia usahakan untuk unjuk suara.

"Lo laper?" Tanya Mario ragu-ragu sambil menepikan mobil nya ke pinggir jalan.

Gelengan kepala yang di lakukan oleh Aluna membuat Mario tak bisa melakukan apa-apa. Sekarang bagaimana?

Kruuuukkk!!

Suara itu yang sedikit membuat Aluna tersontak karena desisan yang di timbulkan perut nya itu membuat nya menyumpah serapahi perut nya sendiri. Sedangkan Mario tersenyum menang.

"Gue kira lo gak butuh makan," goda Mario lalu menjalankan mobil nya kembali dan memarkirkan mobil nya ketika sudah tiba di sebuah cafe elit dan famous di kalangan muda-mudi.

"Kita pulang aja Yo. Gue lagi gak mood makan," ujar Aluna dengan suara ogah-ogahan nya untuk masuk ke dalam cafe itu.

"Gue khawatir sama lo, kalau lo gak makan yang ada lo sakit perut, terus malam nya demam deh. Udah turutin apa kata gue, besok lo juga nggak sekolah, mending lo manfaatin hari lo buat ngelakuin sesuatu yang bermanfaat dari pada berbaring di atas kasur selama berhari-hari," terang Mario dengan nada dan mimik yang terkenal dingin.

Aluna tertegun sendiri mendengar ucapan Mario itu. Mereka berdua sama-sama dingin tak tersentuh, itulah mereka. Untuk berbaur denga orang baru sangat lah sulit bagi mereka.

"Ya udah kita makan dulu aja," gumam Aluna dengan logat nya yang sangat lesu.

"Hem, gue juga nggak maksa lo kok buat makan di sini, apa mungkin di rumah aja lo makan nya?" tanya Mario terlihat seperti cowok plin-plan.

Aluna mendengus kesal, dia meneloyor kepala Mario dengan tangan nya dan merasa tidak berdosa karena sudah melakukan itu. Cowok itu meringis karena teloyoran yang Aluna lempar lumayan keras.

"Ish! Sakit tau. Untung aja gue bukan kakak lo kalau gue kakak lo, udah gue bunuh kali elo nya," dumel Mario berdecak kesal sambil merapikan rambut nya yang sedikit berantakan.

"Elo sih. Harus nya kalau jadi cowok itu tegas bukannya plin-plan gini. Untung aja lo bukan kakak gue nih, kalau iya udah gue sunat tu aset masa depan lo kalau lo masih plin-plan buat mutusin sebuah keputusan, cowok itu harus nya tegas. Kita udah markir di sini, mending turun aja sekalian nurutin permintaan dede gue," ucap Aluna menunjuk perut nya yang sudah meronta-ronta minta makan. Mario terkekeh di buat nya.

"Iya gue tau gue plin-plan, gue plin-plan itu gara-gara gue nenggang kondisi lo yang masih sedikit stress gara-gara kejadian barusan," ujar Mario dengan hati-hati supaya Aluna tidak salah paham.

Aluna menepuk pundak Mario lalu mata nya mengarah ke cafe yang sudah meminta Aluna untuk menyegerakan dirinya untuk masuk.

"Santai aja kali. Gue udah biasa dapat pernyataan kurang enak dari cewek-cewek sekolah gue yang emang kurang simpatik sama gue. Ya gue juga nggak maksa mereka buat tobat, cuma minta mereka sadar diri aja, dari pada karma yang menghukum mereka karena kesalahan mereka sendiri," ujar Aluna santai tetapi terdengar tidak bercanda alias serius lalu dia membuka pintu mobil. "Lo gak mau kan terus-terusan di dalam mobil?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aluna [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang