03.

91 35 11
                                    

03. Bisu

Coldplay-fix you

* *

Baju maroon? Ceklis
Bibir pink? Ceklis
Muka fresh? Ceklis
Sepatu putih? Ceklis

"I'M READY! " teriak gadis pemilik suara cempreng ini.

Wangi parfum vanilla khasnya yang semerbak namun tak menyengat ini sudah melekat pada baju maroonnya.

"Neng, ada temen tuh!" teriak bi dena

Deg

"Udah cantik kan? Udah kan?" ujar Arin sambil menaburkan bedak pada wajah mulusnya

"Tenang Rin tenang, jangan heboh, jangan bikin ilfeel" ia pun keluar dari kamarnya diiringi dengan nafas yang naik turun seperti pompaan.

Langkah demi langkah, nafas demi nafas, semakin dekat semakin parah detak jantungnya. Hingga langkah ke 12 ia melihat sosok yang familiar dari kaca ruang tamu.

"Maaf yaa nunggu lama, tadi abis ngurusin bi Dena dulu"sungut arin

Yakali bi Dena diurusin.

"Iyaa santai ajaa kali ril, udah biasa ko." ujarnya

Perasaannya campur aduk kali ini. Entah senang, marah, atau hambar. Sudah 6 Bulan mereka menjalani hubungan. Saling percaya? Sudah pasti. Namun entah kenapa kepercayaan Arin terhadap kekasihnya dulu itu semakin redup pada Bulan ke 6. Dan semuanya terungkap. Kekasihnya itu bermain api pada Arin. Namun untuk saat ini ia tidak tahu mengapa mantannya ini ngajak Arin jalan. Berakhir senang? Sudah pasti tidak mungkin

"Ohiya, masuk dulu. Ada yang mau gue omongin." seru Riko sambil membukakan pintu mobilnya.

"Ohh.. Iya Rik makasih." jawab arin bata.

Perasaan canggung yang menggelitiki keduanya membuat suasana di dalam mobil menjadi sunyi. Hingga keluar komplek rumah Arin pun keduanya masih saling diam. Entah siapa yang akan mengalah, untuk saat ini Arin yang harus egois.

"Kamu pasti kaget kan, aku ngajak jalan gini?"tanya riko memulai

Cowo memang harus mengalah.

"Biasa aja sih, tapi aneh juga. " jawab Arin. "Kita mau kemana sih Rik?"lanjutnya.

"Udah, kamu diem aja. Nnti juga tau ko." ucapnya dingin.

Hening lagi.

Arin yang kepribadiannya riweuh, centil ini sangat tidak suka kondisi yang seperti ini. Waktu pun sepertinya tidak mau diajak kompromi. Satu menit berlalu, seperti 2 jam. Bahkan ia naik mobil pun, seperti naik becak.

"Sepi amat sih." ucap arin sambil memencet tombol on pada radio mobil Riko.

Walaupun tidak saling ngobrol, setidaknya ada perantara yang menyambungkan kedua pasangan masa lalu dalam mobil ini.

Lagu demi lagu, akhirnya mereka sampai juga di tempat tujuan. Tujuan yang bahkan Arin tidak tau mau kemana. Tapi, sepertinya Arin sangat kenal tempat ini.

"Yu, turun." ucap riko
"Kalen's sorries? Kita mau ngapain?" sontak arin kaget. Gimana engga, Kalen's sorries itu tempat kesukaan super dupernya Arin kalo belanja. Semua macam accessories ada disini. Bisa dibilang seminggu sekali Arin wajib kesini.

"Turun aja, berisik amat." ucap riko cuek.

Yang Arin bisa hanya diam. Ia pun membututi langkah besar Riko dari belakang. Matanya berbinar. Perasaan kagetnya membuat ia membayangkan yang tidak tidak.

Bualannya mengelilingi pikiran arin.
Tingkat ke Ge-erannya naik 10 tingkat.

"Nah, ini dia!" seru riko.

Sontak perhatian arin langsung tertuju pada benda yang dipegang riko.

Sebuah buku Diary.

"Sebenernya gini rin, aku ngajak kamu kesini buat nunjukin buku ini ke kamu. Kamu kan udah tau semua tentang toko ini, kamu suka banget kan? Nah aku kemarin tuh kesini, nyari barang yang cewe suka biasanya apaan. Eh aku keinget kamu, yaudah aku ajak kesini. Soalnya aku mau ngasih ini buat luna rin." ujarnya panjang lebar

Kata demi kata arin resapi, namun sepertinya ada perasaan mengganjal pada kata terakhirnya. Cewe itu lagi lagi muncul kembali dalam otaknya. Berbulan Bulan Arin melupakan cewe itu dan seenaknya Riko menyebut namanya asal. Cewe yang bermain api pada kekasihnya kala itu.

"Gimana rin, Bagus engga?" tanya riko.

Matanya pun masih tertuju pada buku Diary itu. Pikirannya entah sedang kemana, bahkan jiwanya sepertinya hampir lepas juga. Dan tanpa ia sadari matanya terasa panas. Ia sudah tidak tahan lagi.

"Rinn? Lohh ko nangiss?" sontak Riko sambil mengguncang pundak arin

Matanya yang berbinar kini bertatapan dengan matanya riko. Kenangan yang mereka ukir dulu, sepertinya kini akan terbuka kembali.

"Aku balik dulu." ucap Arin. Perasaannya bagaikan kaca yang dipecahkan secara sengaja dari lantai atas. Posisinya kini seperti kaca ltu. Ia baru merasakan sesakit seperti ini lagi. Namun kini Arin tidak menyalahkan siapa siapa. Karena ia tahu, Cinta memang selalu berakhir tragis.

=================================

Gimana part inii? Long time no see aku baru ngelanjutin lagiii, Bulan kemaren males bangett dan sekarang kepikiran nulis lagii. So, baca terus yaa gaiss endingnya bakal bapeerr

197 Days OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang