ii. Bro-Sist

14.1K 834 24
                                    

Kata 'beda' dan 'berubah' akan selalu melengkapi hidup kita.
••●●●••

Ali masih menggenggam erat handphonenya. Ditangan kirinya, sebuah koper besar ditambah satu tas besar ia seret mengelilingi bandara. Terhitung sekitar 30 menit yang lalu ia sudah mengijakkan kaki di Soetta, dan sekarang tanda-tanda ada yang menjemput dirinya belum ada. Sial, memang.

Ali berhenti lalu duduk di salah satu kursi tunggu bandara. Kembali lagi di cek nya handphone, sialnya lagi tak ada sama sekali yang menghubunginya -lebih tepatnya Ayahnya, karena Ali tidak punya nomer telpone Bundanya sendiri-.

Ayah... Ali di jemput atau pakai argo aja nih? Udah setengah jam nih.

Pesan Ali. Ia lalu kembali duduk di ruang tunggu bandara, setidaknya ia masih mau menunggu balasan dari 34 pesan yang ia kirim kepada Fero.

Line, itu aplikasi pertama yang Ali buka. Entah untuk apa, yang jelas Ali sebagai pengguna sosmed itu cuma sebagai 'reader time line'. Yap pasi, hanya melihat status-status temannya, sedang ia tak pernah membuat status sekali pun. Hanya menjadi seorang sider di grup tanpa minta untuk ikut nimbrug dekan teman-teman yang lain.

"Aku... boleh minta id line kamu?"

Ali menoleh kesamping kanannya, dahinya berkerut menandakan ia sedang bingung dan... aneh mungkin? Lalu ia melihat lagi ke sisi kirinya, tak ada seorang pun.

"Lo... bicara sama gue?" Tanya Ali sambil menunjuk dirinya sendiri. Bahasa, jangan heran jika Ali kenal dengan bahasa 'gaul' semua teman-teman nya dari Indonesia kebanyakan memang berbahasa seperti itu.

Gadis itu mengangguk cepat sambil tersenyum penuh arti yang dalam. Ali yang melihatnya lagi-lagi bingung, ia malah menyatukan alisnya. Ada seduatu yang menarik perhatiannya: mata. Iris mata coklat itu yang menjadi sesuatu yang Ali bingungkan // kenali (mungkin).

Tapi kok aku kayak kenal, ya? Pikirnya membatin.

Lagi, Ali masih diam sambil melihat wanita ini dengan seksama. Mencoba mengenali gadis pemilik pipi chubby dan mata coklat kacang itu. Sedang si wanita, ia malah senyam-senyum menahan tawanya; membuat Ali semakin bingung pada gadis ini.

"Eh apa itu!" Gadis itu menunjuk ke arah sebelah kirinya. Reflek Ali melihat ke arah kirinya, tidak ada apa-apa sebelum...

Gadis itu menciumnya.

Ali memegang pipi kanannya yang tadi dicium gadis itu. Ali benci ini, terkesan gadis itu murahan karena bisa mencium sembarangan orang, terlebih Ali sendiri baru mengenalinya. Tapi gadis ini? Hashh!!

"Apa-apaan lo!" Gertak Ali tidak suka. Tangannya masih menempel di pipi kanannya, seumur-umur tak ada wanita yang pernah menciumnya tanpa izin -- kecuali Keluarga, pacar dan orang terdekat Ali.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya, "Eh? Salah, ya, aku cium abang aku sen---"

"Jangan bilang lo Illy," potong Ali dengan cepat.

Senyum Ali sedikit demi sedikit terbentuk. Gadis itu, ia ikut tersenyum sampai akhirnya tawanya pecah, bersamaan dengan pecahnya tawa Ali. Ali bahkan menggigit bibir bawahnya gemas, adik manjanya dahulu kini bertransfarmasi menjadi gadis cantik nan lucu. Siapa sangka kalau dia... ah!

Opsi pertama yang Ali gambarkan untuk Prilly adalah: aku kangen dia manja kaya dulu.

"Lo... bicara sama gue?" Tiru Prilly sambil wajahnya dengan menunjukan cibiran pada Ali.

Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang