Empat

38 1 3
                                    

Perempuan itu, Aisyah, berjalan menuju balkon. Dilihatnya langit yang tak terkira luasnya. Angin pagi meniup lembut, membelai mesra seluruh tubuh Aisyah.

Dari balkon, Aisyah dapat melihat apa-apa yang ingin ia lihat, salah satunya lapangan basket.
Terdengar biasa, tapi sebenarnya luar biasa. Karena disana Aisyah menemui banyak kenangan bersama pria yang dulu ada dalam pelukan.

Ikal, Aisyah biasa memanggilnya Ikal.
Ikal adalah pria bertubuh jangkung yang super energik. Setiap pagi Ikal menggenggam sapu tangan birunya dan berlari mengelilingi lapangan.
Jika ada waktu senggang, Aisyah selalu menemaninya, meski hanya duduk dibawah pohon mangga.
Sesekali, Ikal menggodanya, "Hati-hati kamu kesambet! Banyak yang mati disini, loh!"
Kalau sudah begitu, Aisyah segera bangkit dari duduknya dan memeluk Ikal dengan erat.

Ikal mengusap rambut panjang Aisyah,
"Aisyah sayang, kenapa kamu takut dengan hantu? Kamu menyerupainya, mereka tidak akan mengganggumu, tenang saja!"
"Kamu yang selalu memberikan sugesti padaku bahwa hantu itu menyeramkan, bisa menggigitku kapan saja yang mereka mau."
"Kamu ini masih SD, ya?"
Aisyah mencubit perut Ikal dengan gemas, mereka tertawa lepas seakan tidak ada kejadian apa-apa sebelumnya.

Sore harinya, Aisyah selalu menyempatkan diri untuk menemani Ikal bermain basket di lapangan yang sama.
Ikal terlihat begitu ringan membawa tubuhnya berlari, berputar, melompat, seperti tidak tahu apa itu lelah.
"Ikal! Minum dulu!", teriak Aisyah dari tepi lapangan. Ikal berlari menghampiri Aisyah, meneguk sebotol air mineral sambil menatap mesrah ke arah kekasihnya.
"Aku mulai lagi ya, Sayang."
"Ikal, kamu kan bisa istirahat sebentar. Sebentarrr aja.", rengek Aisyah.
"Nggak bisa, Aisyah. Kamu tahu sendiri kan bagaimana Papa mengajari untuk tidak berhenti berlatih sebelum benar-benar selesai?"
Tanpa menunggu jawaban dari Aisyah, Ikal kembali dengan bola basketnya.

Aisyah terus saja memperhatikan kekasihnya. Ia merasa beruntung menjadi wanita pilihan Ikal dari sekian banyak wanita yang menginginkannya. Ikal pun tidak pernah ragu apalagi malu-malu untuk memperkenalkan Aisyah kepada teman dan keluarganya. Aisyah juga tidak pernah merasa curiga, khawatir atau apalah. Aisyah selalu percaya Ikal.

Aisyah menatap langit yang mulai mendung.
Hawa dingin merasuki tubuhnya dengan paksa. Aura kesedihan terpancar lagi dari matanya.
"Ikal, dulu kamu mengatakan cinta, jika sekarang aku mengatakan benci, apa menurutmu itu adil?", tanya Aisyah dalam hati.
Air mata diujung mata almond Aisyah sudah tak kuasa dibendungnya, jatuh juga lah air mata kesedihan itu bersamaan dengan butiran hujan.

Sampai pada suatu pagi dimana Aisyah berniat untuk menemani Ikal di lapangan basket.
Sesampainya disana, tubuh Aisyah mendadak lemas, darahnya seakan berhenti mengalir, jantungnya berhenti berdetak, dan tenggorokannya terasa seperti dicekik oleh ratusan hantu yang selalu dibicarakan Ikal.

Ikal memeluk perempuan lain.

Aisyah jatuh, sangat jatuh. Ia telah menjatuhkan hati dengan sangat untuk Ikal, tapi Ikal justru menginjaknya dengan sungguh.
"Ikal...", ucap Aisyah lirih.
Entah mengapa, Ikal mendengar suara Aisyah, dicarinya sumber suara dan ia melihat Aisyah berdiri terpaku; melihatnya memeluk mesrah perempuan lain.

"Dua tahun aku mengenalmu, dua tahun aku mencintaimu, dua tahun aku menemanimu, tapi cukup dengan satu hari kamu hancurin semua, Kal. Kamu bilang kamu sayang, kamu bilang kamu cinta! Ini yang namanya sayang? Ini yang namanya cinta? Kenapa, Kal? Kenapa saat aku menaruh percaya, kamu membaliknya dengan dusta?!"

Suaranya bergetar, bahunya berguncang hebat, sedangkan Ikal hanya berdiam diri ditempat dengan tangan perempuan lain yang masih digenggamnya erat.

"Maaf, Aisyah. Maaf. Sudah lama aku ingin bicara, aku bosan. Aku merasa bosan. Kamu benar-benar seperti anak kecil yang polos dan tidak tahu apa-apa soal cinta. Aku selalu ingin mengakhiri tapi seperti ditahan oleh sesuatu, entah apa. Sekarang kamu sudah tahu semua tanpa aku menjelaskannya, ku harap kamu mengerti.", Ikal sedikit berteriak agar suaranya dapat terdengar sampai ke telinga Aisyah.

"Seorang anak kecil bisa saja jatuh cinta, bahkan dengan mudahnya. Tapi kamu tahu, Kal? Seorang anak kecil nggak akan pernah bisa mempertahankan apa yang dia bilang cinta seperti aku mempertahankan kamu! Kamu yang anak kecil, Kal, kamu!"
Aisyah berlari meninggalkan Ikal. Ia tak sanggup lagi melihat siapa perempuan yang Ikal genggam sekarang.

"Aisyah.."
Terdengar suara Mama memanggilnya lembut.
"Ya, Ma?"
"Masuk, Nak. Diluar dingin sekali. Mandilah dan gunakan jaketmu. Alergimu bisa kambuh."

Ikal,
Dulu Ikal sering sekali mengingatkan,
"Aisyah, gunakan jaketmu. Ini terlampau dingin, alergimu bisa kambuh. Aku tidak akan menggendongmu sampai rumah!"

Lagi dan lagi,
Ikal menjadi satu-satunya orang yang ingin Aisyah ingat sekarang. Ikal menjadi satu-satunya orang yang ingin Aisyah tahan dalam pelukan, sampai ia terlalu bodoh untuk menunggunya di cafe itu.

Ia kira Ikal akan datang di cafe itu; dimana dulu Aisyah selalu menghabiskan waktu berdua bersama dengan Ikal untuk memperingati hari jadian mereka sambil menyeduh secangkir cokelat panas yang tak pernah dibiarkan mendingin.

Ternyata kenyataan sudah berkata lain. Cinta yang dulu terasa begitu hangat kini berubah menjadi dingin. Pria yang dulu ada dalam pelukan, kini sudah beralih pada pelukan perempuan lain. Semudah itu, ia menjatuhkan hati dan berlalu pergi tanpa perduli perih bekas luka yang ditinggal sendiri.

"Ikal, dibalik percayaku, ada dustamu yang sampai sekarang masih aku kenang dan akan selalu terkenang. Berbahagialah dengan wanita pilihanmu, Haikali Akbar."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

beLIEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang