[][][]
Rai bergegas menuju kafe Cavel, tempatnya bekerja paruh waktu. "ma, aku berangkat ya. Assalamualaikum" pamit Rai seraya mencium punggung tangan ibunda nya "waalaikumsalam, hati-hati ya" balas ibunda Rai disertai senyuman lembut.
Dilain tempat, Reno sedang duduk gelisah menatap nama yang tertera di layar ponselnya Ratten. "telfon ajalah, jangan gengsi gitu" celetuk Banu, sepupu Reno. "hah? Telfon siapa?" pura-pura bego itu jurus andalan Reno. Bagaimana pun, Banu tahu pasti apa yang mengganggu pikiran Reno saat ini, Raina. "gausah sok bego, gue bukan orang yang baru ketemu sama lo dua hari, Ren. Gue kenal lo udah dari jaman batu!" cibir Banu
Reno menghela nafas kasar, ini yang membuatnya tak nyaman tinggal di Makassar, walau hanya seminggu. Disatu sisi ia tak bisa berbohong di depan sepupunya tentang apa yang menghantui otaknya saat ini, gue gabisa bohongin Raina dengan pergi tanpa izin. Ia ingin menghubungi Rai, tapi ia tak mungkin kan bilang "Ra, gue ga punya tempat tinggal. Jadi gue ngungsi di Makassar"
Malu-maluin.
"gue gabisa nurunin harga diri gue gitu aja depan sahabat gue, Nu. Gila aja dia cewe tapi bisa cari kerja tanpa campur tangan keluarganya. Masa gue cowo gabisa? Ga ga, gue mau fokus sama kerja dulu. Kuliah bisa nyusul. Gengsi bro! apalagi Rina balik, mampus aja gue. Gimana mau ngajak nikah kalo kerjaan aja ga ada!" keluh Reno, sesaat setelah perkataan Reno meluncur dengan mulusnya ke udara Banu terbahak-bahak "sialan malah ketawa" cibir Reno sebal
"gini loh Ren, lo kan laki ya. Gue juga laki. Terus lo tiba tiba curhat gitu? Lagian, sok mau ngajak nikah. Yakin dia nganggep lo lebih dari sahabat? 2 tahun ga bentar woi! Kali deh cewe secantik Rina ga ada yang gebet" Banu menggerlingkan matanya kearah Reno "Rai aja sampe sekarang masih ngejomblo tuh" bela Reno "astaga Reno. Jelas aja dia masih jomblo. Tiap ada cowo yang deketin dia, lo jutekin!" seru Banu, bukan rahasia lagi kalau Reno tak pernah membiarkan ada orang yang nyentuh Ra-nya dan setiap ditanya mengapa selalu dijawab "gue kayak gitu kan biar Rai ga dapet cowo aneh. Biar dia ga jatuh ditangan orang yang salah. Gue gamau liat dia nangis kayak waktu itu."
"Reno Reno, gue hatam sama alesan lo yang itu. Ga ada kalimat lain? Ga ada yang namanya sahabatan cewe-cowo. Kalaupun ada, pasti salah satu diantara mereka ada yang sakit Cuma karna ngependam perasaannya, dan lo ga akan tau apa yang dia rasain. until she gone." Banu mungkin terlihat cuek saat mengatakan kalimat itu, terutama kutipan pada kalimat terakhir. Apa benar? Tapi kan Reno menyukai Rina. Bukan Rai, dia sudah menganggap Rai seperti adiknya yang harus ia jaga.
Reno menghela nafas, lagi. Lalu beranjak dari halaman belakang rumah Banu tanpa membalas perkataannya barusan.
Otak gue udah cukup mumet buat nyari kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
• l a c r i m a e • [on hold]
Novela JuvenilSaat matahari mulai terbenam, saat itu pula perasaan sakit yang menghantui ikut terbenam. Saat matahari mulai terbenam, saat itu pula lembar-lembar jurnal yang penuh tinta tertutup. Saat matahari mulai terbenam, saat itu pula mata-ku terpejam. Saat...