“Mau kemana lagi kau hah?” tanyanya yang terus mempererat cengkramannya di pergelanganku, reflek aku segera berbalik ke arahnya agar cengkramannya tak sekuat itu.
“Apalagi yang kau mau?” aku tak berani menatap matanya. Tiba-tiba saja pergelanganku telah di gores menggunakan pisau yang ada di tangannya, mengapa ia cepat sekali? Aku bahkan tak melihat pisau yang ada di tangannya, uh benar-benar licik. Dan alhasil karena goresan itu darah bercucuran di lantai, aku hanya bisa meringis kesakitan dan pasrah kepada tuhan.
“Kalau kau berani mengucapkan satu kata pun aku tak akan segan-segan untuk melakukan apapun” ucapnya yang masih dengan aksen mabuknya, uh menjijikkan sekali.
“Aku tak takut dengan ancamanmu! Terus saja lukai seluruh bagian tubuhku, dan aku juga tak akan segan-segan untuk melaporkannya kepada polisi!” kau tau? Sebenarnya yang dia lakukan ini sudah hampir setiap malam, biasanya aku memang tak pernah melawan tapi untuk kali ini aku sudah muak dengan semuanya.
“Ow ow, rupanya kau sudah berani melawanku!” teriaknya sambil menggoreskan pisau itu di pipi kiriku. Lagi. Percaya atau tidak luka di pipi kiriku bekas yang kemarin malam itu belum sembuh tapi pengecut ini menggoreskannya lagi malam ini, sebenarnya dia itu waras tidak sih?
“hahaha! Sekarang kau bisa apa hah? Melapor pada polisi? Laporkan saja! Sana cepat laporkan!” BUG. Kali ini dia mendorong tubuhku sampai jatuh kelantai, uh sangat sakit. Aku hanya bisa diam karena kau tau kan apa yang akan terjadi jika aku melawannya lagi?.
“Kenapa kau diam saja? Kau bilang mau melaporkannya kepada polisi?” dia berbisik tepat di telingaku sambil menggoreskan pisau itu lagi di leherku dengan perlahan, kau tau? Ini benar-benar sangat perih.
“Kau tau? Ini sangat SAKIT!!” aku berteriak tepat di wajahnya, sambil menepis tangannya yang terus menggoreskan pisau itu di leherku dan beranjak berdiri tetapi dia malah menendangku dan aku kembali jatuh di lantai.
“HAHAHA! AKU SANGAT SENANG DENGAN KEADAAN INI!!” dia selalu melakukannya saat aku mengeluh kesakitan, berteriak dengan wajah yang di dongakkan ke atas, dengan tangan yang dibuka lebar, dan dengan wajah yang selalu di hiasi senyum liciknya, sudah kubilang dia selalu senang apabila orang lain sengsara. Aku benci semuanya! Aku benci kehidupan! Aku benci apa yang aku miliki! Aku benci semua itu! Perlahan air mataku menetes merasakan sakit ini, sakit semuanya, mulai dari perihnya goresan-goresan ini, sampai sakitnya batin ini. ‘ibu..ibu.. dimana dia saat aku membutuhkannya?’ aku berteriak dalam hati. Oh tuhan tolonglah sampai kapan aku akan seperti ini?
“Aku sudah bosan melihat wajahmu! Pergi sana! Cepat!” dia berteriak di depan wajahku, hei! Apa kau kira aku juga tidak bosan melihat wajahmu itu? Dasar pengecut aneh, dengan segera aku beranjak berdiri untuk segara berlari ke kamar, tapi semuanya tak semudah dugaanku sebelum aku menaiki tangga dia menggoreskan pisau itu lagi di lengan kiriku dengan senyum licik seperti biasanya. Kenapa sih dia hobi sekali melukai orang? Sepertinya dia terkena penyakit aneh yang aku tak tau namaunya, uh menjengkelkan sekali. Aku segera berlari menaiki anak tangga dengan darah yang menghiasi seluruh langkahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Is Impossible
Short StorySeorang Nadia Wiratmaja, gadis remaja yang memperjuangkan hidupnya agar dekat dengan "kesempurnaan'', ya hanya itu saja yang di inginkan tetapi tuhan telah menentukan takdirnya entah sampai kapan takdirnya akan berubah menjadi lebih baik, hal itu ha...