Prolog

28 5 1
                                    

Gelak tawa kecil berkali-kali keluar dari bibir gadis yang tengah duduk di bangku taman kota. Tidak seperti mata orang awam yang hanya bisa melihat benda, manusia dan yang lain. Tapi berbeda dari jika gambar yang terlihat dari sepasang bola mata Laia. Ia bisa melihat denyar-denyar warna-warni di sekeliling tubuh manusia yang menyiratkan emosi setiap orang. Orang marah, sedih, jatuh cinta semua tegambar jelas dari aura yang terbit dari tubuh orang-orang dan tidak ada yang bisa ditutupi sekecil apapun. Itulah hal yang membuatnya tertawa-tawa sendiri.

Beberapa orang melihatnya dengan tatapan aneh, seperti melihat anak enam belas tahun yang sakit jiwa. Terkadang ia tidak bisa mengontrol kelakuannya karena efek melihat aura yang berpendar dari diri setiap orang seperti yang ia lakukan sore hari ini.

Sepasang bola mata Laia menangkap seorang wanita berumur sekitar dua puluh tahun berjalan tegap di ujung jalan yang akan melintas dihadapannya. Garis muka yang tegas, pakaian rapi berjalan cekatan hingga mereka hanya berjarak kurang dari tiga meter. Seketika Laia melihat aura yang berdenyar dari tubuh wanita itu, raut muka langsung berubah sedih. Ia langsung loncat dari bangku taman dan langsung memeluk wanita yang tepat melintas dihadapannya.

Awalnya wanita itu meronta karena tanpa sebab ia dipeluk oleh remaja yang tak dikenalinya. Detik berikutnya wanita itu langsung menangis dipelukan Laia. Tangisnya semakin deras diiringi dengan sesenggukan tangis. Laia baru melepaskan pelukannya ketika tangis wanita itu mulai terhenti.

"Bagaimana bisa kamu tau aku butuh pelukan?" Tanya wanita iru sembari mengusap bekas air matanya dengan tisu. Dari mata Laia ia melihat aura wanita itu bewarna kelabu yang sangat pekat. Menyiratkan bahwa wanita itu sedang berada pada tekanan yang berat dan apabila dibiarkan wanita itu mungkin saja bisa depresi. Setelah mendapat pelukan dari Laia, denyar kelabu itu tak lagi pekat.

Laia hanya membalasnya dengan senyuman, "Kakak bisa menjalankan semua itu." Wanita itu mengangguk.

"Terima kasih banyak ya, maaf kakak harus buru-buru." Ia meninggalkan Laia di bangku taman sembari tersenyum. Aura dari wanita itu sudah berubah. Laia tersenyum puas, kali ini ia bisa merubah aura seorang. Ia kembali dengan pekerjaannya, manatap denyar warna warni setiap orang yang berada di taman dengan sesekali tergelak. Ia pikir mengamati aura orang itu sangat mengasikan.


DenyarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang