Empat

370 22 1
                                    

Yang seger-seger dulu sebelum yang berat ... 

Met baca, 

***

Dhanis merebahkan tubuhnya di kasur, matanya tertuju pada langit-langit kamar yang memang sengaja didisain tinggi dengan warna biru langit, bertabur dengan aksen putih yang dihias sedemikian rupa membentuk hujan salju.

Apartemen itu memang sengaja didesain ibunya khusus untuk Dhanis. Lebih banyak unsur pohon cemara dan salju yang mendominasi sudut demi sudut ruangan. Sebenaranya Dhanis punya sebuah rumah di Jakarta, tapi sejak kedua orang tuanya bercerai dan adiknya memilih tinggal di Amerika bersama ayahnya, Dhanis enggan tinggal di rumah itu, menurutnya rumah itu terlalu besar, apalagi kalau ia harus tinggal sendiri di situ.

Dhanis memandang sebuah foto yang belatar belakangi sebuah pegunungan salju di Eropa, waktu itu umurnya baru delapan tahun, saat mereka sekeluarga pergi ke sana, masa-masa yang sungguh menyenangkan dan sulit dilupakan oleh Dhanis.

Ponsel Dhanis berbunyi.

"Assalammualaikum," ucap Dhanis pada si penelepon yang ada di seberang sana.

"Wa'ailaikumsalam, gimana kabar anak Mama yang cantik?" sebuah suara perempuan yang sangat familiar di telinga Dhanis bergema dari seberang.

Wajah Dhanis besemu senang, "Mama! Dhanis seneng banget Mama telepon."

"Mama juga seneng denger suara kamu sayang. Gimana kabar sekolah barunya? Udah dapet temen baru belum?"

"Udah dong ma. Malah Dhanis ketemu temen lama," jawab Dhanis dengan gembira.

"Siapa?"

"Itu loh Mama masih inget sama Gerand ngga? Temen Dhanis waktu kelas lima SD dulu, waktu itu kan Dhanis sering ajak dia ke rumah," jawab Dhanis.

"Mmmm... Gerand... oh iya! Anak yang punya bola mata abu-abu itu yah? Kalau nggak salah anaknya rada pendiem, dan tingginya sekamu kan? Iya bukan sih Nis?" tanya Mama Dhanis sambil menebak-nebak.

"Iya, itu dia ma. Tapi sekarang dia udah lebih tinggi, malah lebih tinggi dari Dhanis ma, di sekolah dia juga banyak yang suka," jawab Dhanis.

"Masa sih?! Anak Mama suka nggak sama dia?" tanya Mama Dhanis dengan nada usil.

"Wits! Sekeren apapun dia Dhanis nggak akan ngangep dia lebih dari sahabat kok ma, lagian Dhanis kan udah janji sama Papa kalau Dhanis nggak akan pacaran selama kelas satu, Dhanis kan mau dapet hadiah dari Papa, Papa kan udah janji kalau Dhanis bisa jadi juara umum, Papa bakal kasih someting sepecial buat Dhanis."

"Ah itu mah cuma akal-akalan Papa-mu aja, Nis," ucap Mama Dhanis yang tahu pasti bagaimana sayangnya mantan suaminya dengan kedua putrinya itu.

"Maksud Mama?"

"Yaah maksudnya Papa mu itu belum rela kalau kamu jadi milik orang lain... hihihi."

"Masa sih Ma?"

"Kamu kaya nggak tahu Papa-mu aja."

Dhanis berpikir sejenak, "Iya juga sih Ma... tapi nggak apa kok. Lagian Dhanis memang lagi nggak mau pacaran."

"Ya itu mah terserah kamu Nis, Mama cuma pesen supaya kamu bisa jaga diri kamu baik-baik, jangan sia-siakan kepercayaan yang Mama sama Papa berikan sama kamu."

"Iya Ma, Dhanis tahu. Dhanis akan jaga apa yang Mama dan Papa amanatin ke Dhanis."

"Ya udah. Di sana udah malem kan? Kamu udah makan belum? Udah mandi? Udah kunci pintunya bel__"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang