Two - Takdir

260 3 1
                                    

Aku terbangun melirik jam di dinding, jam 10! Alamak jang! Kalau mama tahu aku bangun sesiang ini, mama pasti nyipratin air ke mukaku.

Benny sudah tidak ada di sampingku.

Aku cepat-cepat ke kamar mandi yang ada di kamar. Selesai berdandan aku
keluar kamar, celingukan kanan kiri. Aku benar-benar merasa asing.

Aroma makanan akhirnya menuntunku dengan sukses ke arah dapur!

"Pagi Ma. . .." aku menyapa pada mama mertuaku yang kulihat sedang memotong sayuran.

"Pagi Pa. . ." sambungku lagi ketika kulihat papa mertuaku menyesap minumannya, duduk di kursi meja makan.

"Sudah bangun kamu Liana?" mama mertuaku-mamer-tersenyum dan langsung mencuci tangannya.

"Bisa tidur semalam kamu Liana?" tanya Pamer, papa mertua.

"Bisa Pa. . .." aku menunduk. Perasaan asing menyergap, aku selalu bangun di hari yang baru dikelilingi oleh orang-orang yang sudah aku kenal seumur hidupku. Sekarang tiba-tiba aku dikelilingi oleh orang "asing".

"Benny tadinya nggak akan ke kantor hari ini Lia, tadi dia ditelpon orang kantor, ada masalah yang Benny harus selesaikan segera. . ." pamer menjelaskan keabsenan anaknya di hari bulan madunya sendiri.

"Nggak apa apa, Pa. Itu bagian dari tanggung jawab Benny. . .." Aku tersenyum memaklumi.

"Liana, ayo sini ikut Mama bentar." mamer menyeret tanganku ke ruang keluarga yang besar. Memaksaku duduk di sebelahnya.

Wajahnya tampak berseri-seri. Dari dalam saku bajunya dia keluarkan sepotong kain atau sesuatu yang terlihat seperti sapu tangan.
"Bu Dewi benar, kamu benar-benar masih perawan Liana, mama senang! Jaman sekarang susah ngatur anak gadis! Susah nyuruh mereka menjaga keperawanannya. . .!" mamer berkata dengan nada berbisik, matanya juga melihat ke kanan ke kiri, seakan memastikan tidak ada orang yang mendengar percakapan kami.

Aku bengong, tidak mengerti apa yang dibicarakan mamer-ku ini.

Hanya bisa tersenyum kecil.

"Ini, di saputangan ini ada bercak darah keperawanan kamu, Benny memberikan ini ke mama tadi pagi sebelum berangkat kerja. . ." jelas mamerku lagi.

What?!

Mamaku tidak pernah cerita sebelumnya bahwa ada mertua yang memerlukan pembuktian tentang keperawanan menantunya. . .

Aku tersenyum bego. Aku harus menanyakan hal ini pada Benny. . .suatu hari nanti. . .

Hari pertamaku sebagai istri Benny Setiawan, aku harus ikut mamer ke butik langganannya, dia membelikanku 5 set baju baru (lagi), 3 tas resmi, 2 tas santai, 5 pasang sepatu dan 2 pasang sandal! Ho ho ho ho. . ...

Aku seperti putri dalam dongeng-dongeng, menikah dengan pangeran tampan, yang mencintai sepenuh hati, yang kaya raya, dan it will be happily ever after!

Mamer-ku orangnya benar-benar baik, walaupun dia tipe suka mengatur, semuanya, termasuk perkawinanku.

###
Malam hari jam 6 sore Benny sudah pulang kerja. Wajahnya terlihat letih namun dia memaksakan diri tersenyum dan mencium kedua pipiku.

"Maafkan aku Liana, tadi pagi kamu terlihat tidur nyenyak, aku nggak tega ngebangunin kamu. . ." jemarinya membelai pipiku lembut, jempol kirinya dibalut perban bergambar tokoh kartun. . .

"Nggak apa-apa Ben. . ." aku menjawab tulus.

Aku memutuskan memanggil namanya saja, biar cepat akrab, tentu saja juga sesuai persetujuannya kemarin.

Belahan JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang