two

11 1 0
                                    


Hari dimana Lina berangkat ke Padang telah tiba. Setelah berbuka mereka langsung pergi menuju bandara. Semua barang-barang telah dimasukkan ke dalam bagasi taksi. Ya, mereka sekeluarga memilih untuk menggunakan taksi untuk pergi ke bandara karena semua pekerja telah mudik dan tidak ingin membuang banyak uang untuk menitipkan mobil mereka di bandara.

"Dek, kamu bawa power bank kan?" Tanya Daniel yaitu kakak kandung Lina. Lina menjawabnya hanya dengan anggukkan kepala karena ia masih sibuk dengan ponselnya. Sebuah aplikasi sosial media yang tengah ia buka.

[ Disha W. : Lin, tadi ada rapat OSIS ya terus Kak Dino nanya tentang kamu ke aku. ]

[ Catalina A.Z. : Nanya apa? ]

[ Disha W. : Nanya apa aku tau Cata itu siapa. Itu saja. ]

[ Ratu Lolita : Wah, Lina ditanyain ketua kelas ]

[ Catalina A.Z. : Bisa saja yang dimaksud Kak Dion itu bukan aku melainkan Cata yang lain. ]

[ Sania Rizky : Cie Lina! ]

[ Catalina A.Z. : Ngomong-ngomong aku sedang dijalan menuju bandara! ]

[ Catalina A.Z. : Ada yang mau titip sesuatu? ]

[ Disha W. : Aku! Titip agar kamu sampai dengan selamat. ]

[ Catalina A.Z. : Kau bisa bilang itu pada pilotnya wkwk ]

Lina menutup ponselnya karena merasakan Daniel tengah menatapnya sejak tadi. Sudah pasti ia bingung apa yang tengah dibaca Lina hingga adiknya itu tersenyum sendirian.

"Hanya obrolan grup." Lina menggoyang-goyangkan ponselnya di hadapan Daniel dan dengan cepat menyimpannya. Dalam perjalanan menuju bandara yang ia lakukan hanyalah merenungkan alasan mengapa seniornya itu menanyai hal tenatang dirinya. Yaa meskipun bukan sepenuhnya dirinya.

•••

Dion's PoV

Semenjak pulang dari toko kucing kemarin fikiranku masih saja memikirkan siapa gadis itu. Gadis yang mengenakan dress sederhana berwarna pastel yang begitu pas dengan kulitnya berhasil mengambil perhatian Rion—kucing kesayangan Mama. Aku benar-benar tidak mengerti dengan urusan kucing. Bahkan aku sendiri benci dengan hewan berbulu itu karena ia sering menggigit barang-barangku. Akan tetapi dilihat dari senyum kecil gadis yang ku tau bernama Cata itu dirinya merupakan sosok yang manis dan pendiam.

"Hayo! Apa yang sedang kau fikirkan?" Senggolan terasa di bahuku. Seorang laki-laki yang berumur tak jauh beda denganku.

"Tidak ada. Sana kau pulang. Sudah mau buka puasa." Ya, kegiatan rapat mengenai masa orientasi siswa baru baru saja selesai. Semua anggota OSIS memang tidak diperkenankan untuk pergi mudik lebaran karena memang sebelumnya telah diliburkan pada awal ramadhan. Setelah memastikan semua anggota telah pulang, barulah aku pergi menuju sebuah tempat dimana pertemuan keluarga malam ini di laksanakan. Seperti biasa jalanan kota Jakarta akan macet pada waktu mendekati berbuka. Untung sajalah ada beberapa biji buah kurma dan sebotol air mineral di dalam laci mobil. Umurku sudah 17 tahun jadi hal itu bukan masalah lagi untukku membawa mobil. Sebuah suara yang sudah ku tunggu akhirnya masuk ke dalam indera pendengaranku. Beruntung sajalah beberapa menit setelah adzan berkumandang, jalanan kembali lancar dan aku bisa melanjutkan perjalananku menuju sebuah rumah makan terkenal di Jakarta.

Setelah memarkirkan mobil dengan benar barulah aku melangkah masuk ke dalam restoran ini. Seorang pria yang terlihat berumur tengah menungguku ditengah-tengah ruangan.

"Maaf saya terlambat." Berdiri sampai dipersilahkan duduk.

"Makanlah, Papa telah memesankan beberapa makanan kesukaanmu." Ada 3 makanan dihadapanku dan tidak ada satupun yang merupakan makanan favoritku.

"Tidak perlu, saya sudah makan tadi." Ucapku sesingkat mungkin. Aku dapat melihat pria itu melepaskan helaan nafas berat setelah aku menolak makanan yang ia beri.

"Apa yang ingin anda bicarakan?" Aku sudah lelah untuk menunggu hingga orang ini menyelesaikan makannya. Setelah ini aku harus mengantar Mama untuk pergi ke bandara.

"Papa hanya ingin melihatmu saja. Apa tidak boleh?"

"Saya pulang dulu. Permisi." Aku tidak ingin membuang-buang waktu hanya untuk duduk bersama orang yang namanya telah ku masukkan ke dalam daftar hitamku. Tanpa mengindahkan ucapan pria itu aku langsung kembali ke parkiran dan meninggalkan toko itu. Kurang lebih 30 menit ku habiskan untuk melewati jalananan kota Jakarta untuk menuju rumahku. Cukup jauh memang dari tempat sebelumnya. Jika pria itu tidak berbohong mengenai apa yang ingin ia bicarakan denganku pasti aku tidak akan datang ke tempat itu. Sebuah rumah bertingkat dua dengan sebuah mobil hitam yang terparkir di depannya memberitahuku bahwa sebentar lagi Mama akan berangkat. Aku ingin sekali pulang ke Padang namun karena urusan OSIS ini lah aku harus merelakan lebaran kali ini tidak bertemu dengan keluarga besarku di Padang. Tahun kemarin semua keluarga berkumpul dirumahku setelah adanya kejadian tabrakan yang menimpaku.

"Biar aku yang anter." Aku langsung mengambil kunci dari tangan Mama dan masuk kedalam mobil untuk menghidupkannya. Satu tujuan dua penumpang. Mama dan pembantu rumahku juga ikut pulang ke Padang. Bi Ratih juga sama-sama berasal dari padang seperti Mama jadi lebih mudah untuk pulang kampung. Tiket pesawat sengaja dibelikan Mama karena ia kasian melihat Bi Ratih tidak bisa membeli tiket pesawat dengan penuh. Memang gaji yang diberikan Mama pada Bi Ratih perbulannya dapat digunakan untuk membeli tiket pulang pergi ke dan dari Padang. Namun uang yang Bi Ratih peroleh ia kumpulkan untuk dikirimkan pada orang tuanya yang ada di kampung.

Author's PoV

20 menit mereka habiskan untuk melalui perjalanan menuju bandara. Untung saja jalanan cukup senggang yang memungkinkan Dion untuk menyalip mobil-mobil yang memperlambat perjalanannya. Setelah memarkirkan mobil barulah mereka bergegas menuju tempat check in.

"Jangan terlambat bangun sahur. Jangan berbuat yang tidak-tidak.."

"Iya, iya, aku tau semuanya Maa." Belum selesai Wanita itu mengingatkan anaknya, ucapannya telah disela.

"Yasudah Mama berangkat dulu. Kamu hati-hati!" Pelukan hangat menjadi awal perpisahan mereka. Dion berbalik hendak kembali menuju mobil dan membeli sedikit makanan untuknya berbuka. Tak sengaja iris hitamnya menangkap seorang gadis tengah bercengkrama dengan seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya didepan toko roti. Tidak. Pria itu berada satu kelas dengannya.

'Bukankah itu Cata?'

•••

"Kak, aku ingin membeli sedikit camilan untuk di pesawat. Mau?" Tawarnya pada Daniel seraya melangkah masuk ke dalam bandara dengan menarik koper besar ditangan mereka masing-masing.

"Roti saja. Mau ditemani?" Sebuah anggukkan kepala menjadi balasan Lina. Mereka berdua berbelok menuju salah satu toko roti di sini yang sebelumnya telah memasukkan barang-barang mereka ke daftar bagasi pesawat.

"Yang mana lagi?" Tanya Lina setalah mendapatkan semua yang ia mau. Terlihat Daniel tengah mengedarkan pandangannya melihat-lihat pilihan roti lainnya. Disaat yang bersamaan Lina memilih untuk menatap keramaian bandara. Tak sengaja matanya melihat siluet pria tinggi yang ia kenal. Dion. Ia lekas-lekas mengalihkan pandangannya menatap Daniel. Menganggap apa yang ia lihat tadi hanyalah orang asing.

Daniel membayar semua makanan yang ia dan adiknya beli. Ada beberapa potong roti karena orang tua mereka juga telah menitipkan beberapa buah roti padanya. Setelah semuanya selesai barulah mereka kembali masuk ke dalam bandara setelah menunjukkan kertas check in mereka pada petugas yang ada di depan pintu masuk.

❉ ✖ ✖ ❉

"Baca kelanjutannya ya!"

❉ ✖ ✖ ❉

Note: Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan, saya sangat membutuhkan kritik dan masukan dari kalian semua. Silahkan comment atau bisa mengirimkan dirrect message. Terimakasih banyak ^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

From Cassie to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang