Aku gugup. Dalam hidupku yang sudah dua puluh empat tahun ini, aku tidak pernah merasakan hal gugup seperti ini. Aku Hermione Jean Granger, adalah orang yang paling percaya diri dengan semua kemampuan serta fisik yang aku punya. Aku memang dididik untuk tumbuh seperti itu, dan ini adalah hal teraneh aku benar-benar ingin jatuh meluruh ke lantai seperti coklat cair.
"Kamu cantik, Hermione." Suara yang sudah sangat aku kenal membuatku berkacak pinggang, pantulan wajahku dan wajah Harry Potter-- Bos sekaligus sahabat terbaikku tengah menatap aku dengan cengiran bodohnya, rambut hitam itu tampak rapi kali ini. "Jangan gugup, semuanya akan baik-baik saja."
"Enak ya kamu ngomong, Harry." Aku mendengus, memperhatikan tubuhku. Seumur hidupku ini aku baru takut ada gumpalan lemak yang timbul di perutku dan membuatku seperti ulat berjalan. "Apakah gaun ini tidak terlalu berlebihan, Harry? Maksudku apakah aku pantas mengenakan ini? Apakah aku cukup langsing? Oh, Malfoy, pasti dia yang memesan gaun ini, Malfoy sialan!"
Ginny menyembulkan rambut merahnya dari balik pintu, mengecup Harry cepat dan lelaki itu pergi begitu saja. Aku mendengus, gaun ini cantik. Sangat cantik. Sangat Malfoy. Jika aku ucapkan ini sangat Malfoy berarti desainnya sangat mewah. Gaun putih seputih sutra ini sangat cemerlang, seperti bersinar, dengan potongan dada rendah yang membuat leherku terlihat. Gaun yang dengan sempurna jatuh menutupiku hingga semata kaki. Aku tidak bodoh, ada beberapa hiasan seperti berlian-- dan itu memang berlian mengelilingi pinggangku seperti sebuah sabuk cantik berwarna perak, aku tidak tahu berapa juta dollar yang Draco keluarkan untuk membuat gaun seindah ini.
"Gaun terindah yang pernah kulihat, Hermione." Ginny tak dapat menyembunyikan suara takjubnya. Aku mendesah, semua gadis akan menyerahkan apapun untuk mengenakan gaun indah dan mewah ini. Termasuk aku, tetapi, aku merasa tidak pantas, benar-benar tidak pantas. "Kamu cantik banget, Hermione. Apa yang kamu khawatirkan?"
"Aku merasa gendut, Gin." Ginny tertawa, memandangku lalu menggeleng. "Kenapa dia memilihku, Gin? Padahal banyak gadis keturunan bangsawan yang sederajat dengan Draco. Tapi kenapa aku, coba?"
"Untuk itu kamu harus tanya Malfoy." Ucap Ginny membenarnya rambutku. Tak tanggung-tanggung, tadi pagi-pagi-- oh atau haruskah ku sebut subuh? Karena orang yang mengaku penata rambut menggedor rumahku seperti orang gila pukul tiga pagi. Rambutku yang ikal ia tata dengan gelombang cantik, entah apa yang ia taburkan-- seperti gliter, mungkin? Membuat rambutku tampak berkelap-kelip. Aku kira aku tak akan menggunakan apapun selain tudung kepala entahlah aku tak tahu namanya, tapi tiba-tiba saja Pansy dan Blaise Zabini datang dengan kotak berwarna merah dengan ukuran sedang.
Bisakah kalian tebak itu apa? Yep, sebuah Tiara. Tiara yang itu. Tiara dengan batu safir berwarna biru cantik membingkai tiara tersebut. Ia gila, pria yang tengah menunggu di Altar-- aku tak tahu seperti apa tampangnya, tengah menghabiskan puluhan juta-- oh mungkin ratusan juta dollar? Entah aku tak tahu.
"Kamu siap?" tanya Harry, aku menghembuskan nafas, tersenyum ke arah Ginny dan mengangguk yakin.
oOo
Harry dan aku melangkahkan kaki menuju Gereja yang menjadi tempat berlangsungnya pernikahan aku dan Draco. Yep, tepat hari ini aku akan menjadi seorang Malfoy. Draco Malfoy, lelaki yang aku kenal selama kurang lebih tiga tahun. Lelaki dingin dengan segela kebodohannya, lelaki yang suka memerintah dan keras kepala. Lelaki yang membuatku jatuh cinta setengah mati.
Pintu gereja mulai di buka, memperlihatkan para tamu undangan yang tengah hadir. Aku melihat ada Astoria Greengrass dan Ronald Weasley tengah melambai dan tersenyum ke arahku, Ronald adalah teman terbaikku sama seperti Harry, ada nyonya Malfoy-- Narcissa yang menatapku dengan wajah bangsawannya, senyum bangga terukir di sana. Lalu, ada Padma Patil, Luna Lovegood, Neville Longbottom, Lavender Brown dan teman semasa kuliahku dulu. Tak lupa Blaise Zabini dan Pansy Zabini-- oh mereka sudah menikah, Theodore Nott dan Daphne Greengrass. Dan sederet tamu undangan lainnya.
"Her so beautiful, Mommy." Wajahku memerah mendengar suara mungil milik James Sirius Potter-- anak dari Harry dan Ginny. Ginny yang berdiri tak jauh itu hanya menggumam dan mengiyakan ucapan anaknya. "I will mawwy like her, someday."
Harry terkekeh mendengar pernyataan polos anaknya. Mungkin aku akan jatuh melakukan kalo saja Harry tidak memegangiku seperti ini. Mataku berserobok dengan iris berwarna abu-abu tua yang menatapku dengan intens, ada banyak cinta di sana, ada banyak kebahagian yang ia janjikan. Ia tidak mengatakannya, aku tahu. Matanya selalu menyiratkan itu.
"Di hari yang berbahagia ini, aku Alatzar Sherman merasa terhormat menjadi salah satu orang yang mempersatukan dua insan yang tengah jatuh cinta ini." Aku bisa mencium wangi khas seorang Draco dari jarak sedekat ini, satu-satunya hal yang membuatku sadar ini nyata. Ini bukan mimpi indah yang akan hilang ketika bangun nanti.
Draco berbalik, menatapku, siap dengan pidato miliknya. "Tiga tahun lalu aku bertemu dengan gadis keras kepala yang tidak mau mengalah, aku tidak pernah sadar kalau gadis itu akan mengubah hidupku, mengubahku menjadi yang lebih baik. Gadis itu kini berdiri di hadapanku, ia menjadi gadis paling cantik yang pernah kutemui seumur hidupku. Hermione Granger, I dont know how come you'll be so much mean to me, I dont know what this feeling called before I met you. I just know that I wont ever lose you, I might be go insane if you left me. So, I Draco Malfoy, take you Hermione Granger to be my wife, I promise to be true to you in good times and in bad, in sickness and in health. I will love you and honour you all the days of my life."
Aku menahan setengah mati untuk tidak mencium bibir seksi milik Draco. Ia tersenyum, mencium tanganku bak seorang Putri, seluruh tamu undangan secara tidak sadar berkata 'aww' secara bersamaan. Bagaimana aku tidak jatuh cinta pada dirinya setiap saat? "Aku pernah berfikir, bahwa pernikahan adalah hal tabu, hal yang tidak akan pernah datang ke dalam kehidupanku. Aku juga tidak pernah berfikir untuk bertemu dengan pria yang akan mencintaiku sebegitu dalamnya. Semuanya berubah ketika aku memutuskan untuk mencuci kemeja seorang Pria yang aku tumpahi kopi miliknya sendiri. Do you ever think, Draco? That coffee and the book were the things that connected us? Oh, I dont know what I will be if I dont come to the bookstore that day or I dont know what will I do today if i dont pour coffee on you shirt. You are the best thing ever happen, Draco. So, I Hermione Granger, take you Draco Malfoy as my husband, I promise to be true to you in good times and in bad, in sickness and in health. I will love you and honour you all the days of my life."
Draco tersenyum. Aku juga menyunggingkan senyum. Dia menatapku dengan pandangan yang lelaki manapun tidak pernah bisa menggantikannya. "You can kiss your wife." Draco menarik pinggangku untuk mendekat, mempersempit jarak kami berdua. Nafas Draco terasa di wajahku, bibir itu menyentuh lembut bibirku, melumatnya sebentar kemudian mengecupnya. Ia tersenyum. The thing that I love, he always smile when we kissed.
"Thank you, Hermione. Thank you for come to my life."
"Enggak, Draco. Aku terimakasih. Terimakasih sudah menerima."
He smiled and kissed me again.
KAMU SEDANG MEMBACA
T R A C K S
FanfictionHello! Welcome to my one of my thousands imagination. This is technically like one- shot. I made by a song that i heard. I made pairing by characters or characters couple I love! either its on anime or movie. All credit goes to the original creator!