The Dead-yet-noisy Camp

10 1 2
                                    

Klang, klang, bunyi langkah sepatu logam dengan jeda yang konstan terus menghantui Howard kemanapun ia berjalan. Ketika lelaki itu menoleh ke belakang, masih saja ia bisa melihat seorang gadis berbaju zirah lengkap kecuali helm. Pemandangan itu begitu aneh di mata Howard, ia sama sekali belum bisa membiasakan diri dengan kenyataan mengejutkan yang baru saja ia ketahui beberapa jam yang lalu.

Sang Pahlawan adalah seorang perempuan... Aku cukup yakin ia lebih muda daripada aku. Ia jelas bukan penipu, aku sudah melihat sendiri bagaimana dia beraksi. Sekarang, ia ingin aku membunuhnya. Alasannya karena ia sudah muak membunuh. Apa-apaan ini? Dasar pahlawan sableng

"Hei."

"H-heeh?!" Howard kaget mendengar panggilan Sang Pahlawan, ia berpikir jangan-jangan Sang Pahlawan memiliki kemampuan membaca pikiran.

"Kapan kau akan membunuhku?"

Howard termenung sejenak, kemudian menjawab, "Aku tidak akan membunuhmu. Pergi dari hadapanku atau setidaknya tutup mulutmu kalau kau ingin terus mengikutiku."

Tidak ada perubahan ekspresi di wajah Sang Pahlawan. Tidak ada kekecewaan maupun kesedihan. Matanya sayu dan alisnya kaku. Howard memang menyadari gadis di belakangnya ini tidak banyak berekspresi. Ini tidak sesuai dengan bayangan Howard mengenai gadis seumuran Sang Pahlawan yang biasanya tidak bisa berhenti mengoceh dan meluap-luapkan emosi mereka siang maupun malam.

Howard sendiri benar-benar tidak memiliki minat untuk membunuh Sang Pahlawan. Ia tahu benar kalau ia membunuh gadis itu dan menunjukkannya pada orang-orang, ia mungkin bisa menjadi tenar. Ia mungkin akan menjadi Pahlawan dari Kerajaan Hitam. Kalau begitu, apa alasannya karena Howard tidak bisa melukai perempuan? Bukan juga, karena Howard percaya pada persamaan hak antar gender. Yang menghalanginya untuk membunuh gadis itu hanyalah rasa malasnya saja.

Sementara itu, medan yang harus mereka lalui sedikit berubah. Masih kering dan berpasir, akan tetapi rintangan bertambah dengan adanya jurang terjal dan jalan yang sempit. Angin masih bertiup cukup kencang. Matahari juga masih berada di atas, tanpa henti mencoba memanggang mereka. Howard mencoba untuk terus berjalan dekat dengan dinding tebing. Sesuatu yang ia sadari cukup terlambat adalah hilangnya suara zirah di belakangnya.

Jangan-jangan, gadis itu...?! Howard berbalik, jantungnya seperti mau meledak.

Untunglah gadis itu masih berada di belakangnya, meski berjarak cukup jauh. Ia memang berhenti berjalan, dan sekarang berdiri tepat di ujung, tepat di depan jurang. Satu langkah lagi dan ia akan terjun bebas. Howard menyadari dugaannya benar, ia cukup beruntung karena menyadarinya lebih dini. Ia melesat ke arah Sang Pahlawan dan merangkulnya dari belakang.

Howard menarik tubuh gadis itu mundur dari perbatasan jurang untuk mengamankannya. Mereka berdua terjatuh dan terduduk di atas tanah. Howard ngos-ngosan, bukan karena keberatan menarik tubuh gadis itu—yang ternyata cukup ringan—tetapi karena dirinya sendiri yang panik. Sedangkan Sang Pahlawan hanya diam, menatapnya kosong. Baru sesaat kemudian bibirnya yang merah muda membentuk '0'.

"Benar juga. Kalau kita memperhitungkan konsep karma, aku memang harus dibunuh oleh prajurit Negara Hitam. Kan, mereka yang paling banyak kubunuh. Maksudku, itu akan menjadi imbalan atas segala tindakanku bukan? Aku terlalu terburu-buru. Aku tidak boleh mati dengan melompat ke dalam jurang. Aku tidak boleh bunuh diri, tidak akan ada artinya. Karena itu, hei tentara, tolong bunuh aku."

"Tidak mau," Howard dengan tenang menepis permintaan Sang Pahlawan dan berdiri. Tanpa mengulurkan tangan untuk membantu gadis muda itu berdiri, Howard berjalan menjauh.

Saat itu, pikiran Howard sebenarnya seperti benang ruwet. Ia tidak tahu kenapa ia menolong Sang Pahlawan. Ia mengira dirinya tidak peduli. Tetapi ketika melihat gadis itu akan melangkah menuju akhirat atas kehendaknya sendiri, tubuh Howard bergerak sendiri. Kenaifannya menguasai dirinya. Sekarang ini ia tidak tahu pasti, apa ia menyesali tindakannya itu tadi atau tidak?

Journey To The BeachTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang