Prolog

8.3K 720 99
                                    

Dentuman musik menerobos gendang telinga siapapun yang ada di sana. Membawa jiwa-jiwa muda itu meliuk diperbudak pesona kerlap-kerlip bola lampu besar yang menggantung di tengah lantai dansa.

Seorang pemuda mengacungkan gelas berisi cairan coklat bening yang terjepit di antara jemarinya, sedang tangannya yang lain mengapit pinggang seorang gadis dengan gaun merah yang ketat.

"Kau tidak turun?"

Gadis itu berbisik tepat di telinga pemuda yang ditempelinya, sedang yang bersangkutan malah menyeringai memusnahkan jarak di antara mereka.

"Aku lebih suka di sini bersamamu, sayang."

Alunan musik keras itu masih memburu adrenalin, beberapa dengan kesadaran penuh menikmati dan tak sedikit yang mulai gontai digerus alkohol yang mereka teguk tanpa ampun.

"Sehun!"

Sorakan itu tak terlalu berarti mengingat gerutuan musik yang membabi-buta, tapi masih dapat ditangkap sang pemilik nama.

Pemuda itu mendengus. Mengguratkan ekspresi yang jelas menunjukkan betapa tidak inginnya ia melihat orang itu di sini, di saat suasana hatinya sedang di masa krisis kesabaran seperti sekarang.

Sosok tinggi berjas lengkap itu membelah segerombolan orang yang meliuk dengan cawan-cawan memabukkan dan menuju orang yang di maksud.

"Apa?"

Sehun bertanya malas setelah meneguk tetes terakhir bir nya. Melonggarkan jarak antara dirinya dan gadis bergaun merah terang itu.

"Apa yang kau lakukan disini?!"

Pria satunya memekik meski suara beratnya terkungkung oleh dentuman musik yang jelas lebih keras. "Jam 12 malam dan kau belum di rumah?"

Sehun mendesis.

"Aku bukan Cinderella, Chanyeol. Aku tak harus melarikan diri untuk segera sampai di rumah sebelum tengah malam atau kereta ku berubah jadi labu."

Ucapnya sedikit bersenandung.

"Dan aku masih harus menemani puteri cantikku." Ia memberi kerlingan pada yang di maksud, membuat gadis itu menggeliat lebih dekat padanya.

"Demi Semesta! Kau sudah menikah Sehun! Bagaimana bisa kau meninggalkan istrimu di rumah sedang kau digelayuti wanita lain di sini?!"

Kekehan menjadi jawaban atas nada sarkatis Chanyeol barusan. Ia melepaskan rangkulannya dari wanita itu dan memberi isyarat baginya untuk pergi.

Sehun tersenyum miring. Mendorong salah satu dinding mulutnya dengan lidahnya yang sudah menyapa bibir bawahnya kini.

"Jadi begini ya, dia itu istriku jadi bukankah itu urusanku soal apakah aku ingin bersamanya atau bersama wanita lain?"

Chanyeol mendengus, murka meraih kerah baju pemuda itu.

"Dengar, Sehun. Aku tak akan memaafkanmu jika kau membuatnya menangis!"

Sehun tersenyum miring. Merapikan kemejanya menatap Chanyeol yang berlalu meninggalkannya.

Ia menggeretakkan gigi, melempar gelas birnya kasar.

"Sht!"

AMITIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang