Sehun tergopoh keluar dari mobil, merasakan pusing dan mual di saat bersamaan. Pandangannya berbayang, sisa mabuk semalam masih menggelayutinya pagi ini.
Ia terbatuk. Tenggorokannya kering dan keadaan semakin buruk karna ia tidak dapat menekan sandi pintunya dengan benar.
Its Wrong! Entry your right key.
"Ohsht!"
Pemuda itu bersumpah serapah setelah gagal dalam percobaan kelimanya. Ia mengetuk kasar pintu apartemennya, kali ini melupakan jasa bel yang lebih efektif.
"Ya! Ya! Aku datang!"
Sorakan itu terdengar sesaat setelah daun pintu terbuka. Sehun mengerjap dan menerobos masuk, mengabaikan tatapan khawatir Aeri yang kini sudah membanjiri dirinya dengan pertanyaan kenapa dan kemana.
Buru-buru menuju dapur mencari sumber kehidupan bagi tenggorokannya yang menggurun.
"Minggirlah. Aku bisa sendiri."
Sehun membentak ketika Aeri mencoba membantunya menuangkan air. Bersikeras ingin melakukannya sendiri padahal yang ia lakukan adalah menuang airnya ke meja, bukan ke dalam gelas.
"Biar aku saja! Kau sedang mabuk!"
"Kubilang aku bisa sendiri!"
Suara serak itu memekik. Sesuatu menghujam dada Aeri mendengar sorakan Sehun di pagi yang indah ini.
Ia menggigit bibir. Menahan apapun itu yang membuat kedua matanya panas saat ini. Aeri gesit menyusul Sehun yang kini tertatih menuju sofa. Gerakan lunglai yang lebih buruk dari dirinya yang duduk tak berdaya di kursi roda.
"Tidurlah di kamar, di sini hanya akan membuat tubuhmu lebih sakit."
Aeri mencoba memapah Sehun yang sudah terkapar di sudut sofa. Tersandar dengan posisi yang akan membuat tulang belakangnya melengkung ketika ia terbangun nanti.
"Pergi! Jangan dekati aku."
Ia membentak lagi. Membenarkan posisinya dan menyandarkan diri pada kursi itu.
"Urus saja urusanmu sendiri, sht!"
"Urusanku adalah mengurusmu, jadi bangunlah. Pergi kekamar dan aku akan membuat sup jahe."
Gadis itu menelan semua getir karna bentakan demi bentakan yang Sehun layangkan. Mencoba sabar dan tetap berupaya membenarkan posisi suaminya yang tak punya tulang itu.
"Bagaimana kau akan mengurusku jika kau tidak bisa mengurus dirimu sendiri huh?!"
pemuda itu bangkit dengan mata masih terkatup. Aroma alkohol menyeruak setiap kali ia berucap, dan kali ini ucapannya membuat Aeri bergeming.
Kalimat Sehun barusan mengiang kembali di telinganya. Menghadirkan sensasi perih yang memperburuk desakan di matanya.
"Aku akan berusaha mengurusmu dengan baik jadi ayo kekamar, Sehun."
"Kubilang hentikan!"
Pria itu terhuyung.
"Bukan hanya lumpuh kau bahkan tuli, huh?! Apa kau hanya bisa keras kepala dan bertindak sesuka hatimu? Apa kau fikir setelah membantu keluargaku kau bisa bertindak seenaknya? Hentikan, bodoh! Kubilang hentikan!"
Sehun berteriak kewajah Aeri. Menggelegak dengan kesadarannya yang menipis.
"Jangan fikir hanya karna membantu perusahaanku yang hampir hancur, kau bisa memerintahku sesukamu!"
"Aku bukan budakmu, dengar?!"
Aeri bergetar. "Apa yang kau bicarakan Sehun.."
"Pergi dan urus saja kakimu sana! Jangan ganggu hidupku!"
Pemuda itu masih merutuk. Meluncurkan kalimat-kalimat yang menghujam hati dan jiwa istrinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/78090713-288-k278656.jpg)