Note : Percayalah kalian harus baca prolognya dulu, karna prolognya bukan hanya summary tapi bagian dari cerita.
.
.
.Seorang gadis tertunduk di kursinya. Kepalanya berkali-kali terhempas karna kantuk yang mengungkung.
Ia menggelengkan kepalanya cepat ketika ia merasa kesadarannya perlahan luntur. Membelalakan mata dengan kedua tangannya.
"Sadarlah, Aeri. Kau tak bisa tidur sekarang!"
Gadis itu, Aeri, menyemangati dirinya sendiri dan memutuskan menyeruput secangkir kopi yang telah habis setengahnya. Berharap dapat mengendalikan kantuknya yang meliar.
Belum lepas bibir gadis itu dari cairan pekatnya, suara nyaring bel pintu menggema membuat senyum mencerahkan wajah mengantuknya.
"Iya! Kau sudah pulang?"
Aeri tergesa menuju pintu. Dengan penuh semangat menyambut dan mendadak murung mendapati sosok lain yang muncul, bukan yang ia tunggu sejak tadi.
"Kecewa karna aku yang datang, huh?"
Gadis itu menghela nafas kasar. "Sejujurnya, ya."
Sang tamu masuk tanpa menunggu aba-aba lebih lanjut, menutup pintu dan mendorong Aeri kedalam.
"Harga diriku tersakiti."
Lelaki itu merebahkan dirinya di kursi empuk yang bertengger di tengah ruang tamu apartemen Aeri. Sedang sang empunya rumah hanya menatap wajah terpejam pemuda itu sambil mencibir.
"Apa yang kau lakukan di rumahku tengah malam begini, Park Chanyeol?"
"Apa yang kau lakukan hingga terjaga tengah malam begini, You Aeri?"
Gadis itu mendesis. Mengumpati tamunya yang kini asik memejamkan mata.
"Jika ingin tidur jangan di sini! Kau ini punya rumah kenapa datang kerumah orang malam-malam begini sih?!"
Pekikan itu membuat Chanyeol mendecak, buru-buru menenangkan telinganya yang tersengat suara 4 oktaf Aeri. Ia membuka matanya, bangkit seketika itu juga dan menarik kursi yang diduduki gadis itu.
Membuat suara decitan dari roda yang menjadi tumpuan benda itu.
"Bagaimana bisa aku tidur dengan nyenyak di rumahku sedang belahan jiwaku duduk sendirian di sini menunggu suaminya yang tak kunjung pulang?"
Chanyeol menatap lamat gadis itu. Membuat netra mereka terkunci dengan jarak yang cukup untuk dapat merasakan deru nafas masing-masing.
Satu detik. Dua detik.
Deheman Aeri memecah keheningan. Adegan tatap menatap itu berakhir ketika Aeri mendorong kursi rodanya menjauh dari Chanyeol.
"Jangan menggodaku, Brengsek! Sehun akan membunuhmu jika mengetahui ini."
Chanyeol mendecak. Merasa jengah menemukan wajah itu di ujung keningnya ketika Aeri menyebut namanya.
"Aku akan menghabisinya lebih dulu sebelum ia sempat melakukannya padaku."
"Coba saja jika berani!"
"Kenapa tidak?"
Chanyeol membawa kaki panjangnya beralih dari kursi empuk itu dan menuju dapur yang berada di sudut kiri ruangan ini. Mencoba menemukan apapun yang bisa menghibur ruang kosong di lambungnya yang terabaikan sejak pagi. Dibukanya panci kecil yang bertengger di atas kompor dan bersorak heboh menemukan makanan kesukaannya di dalam sana.
"Waw! Sup Gurita!"
"Jangan sentuh itu!"
Aeri melesat menghampiri lelaki jangkung itu dan merampas tutup panci yang dipegangnya. Mengevakuasi sup istimewa yang ia buat khusus untuk suaminya.