Satu

166 7 1
                                    

Sudah 10 menit bel istirahat berbunyi namun perempuan berambut sebahu itu masih tengah berdiri di ambang pintu kelas. Pandangannya menyapu sekeliling lapangan basket yang berada sejajar dengan kelasnya. Ia tengah mencari lelaki berlesung pipi yang memiliki warna kulit kecokelatan. Sudah beberapa hari ini lelaki itu tidak menghampiri ke kelas untuk sekedar mengajaknya menghabiskan waktu istirahat bersama. Dari jauh terlihat Rurin, sahabatnya, yang tengah berjalan tergesa-gesa menghampiri kediaman Dwita.

"Sekarang juga kamu ikut aku!" seketika Rurin menarik tangan Dwita.

"Rurin? Ada apa?" Dwita merasa aneh karena tidak biasanya sahabatnya seperti ini.

"Gak usah banyak tanya dulu, nanti juga kamu tau. Sekarang ikut aku!" Karena penasaran akhirnya Dwita mengikuti langkah Rurin.

Mereka pun pergi menuju sebuah taman sekolah yang terletak di halaman belakang. Dari jauh terlihat seorang lelaki dan seorang perempuan sedang duduk berdua di kursi taman. Ia tak mengenali perempuan itu. Mungkin dia murid baru. Dan ternyata lelaki yang tengah bersamanya itu adalah Rendi. Kekasihnya yang akhir-akhir ini menghilang. Melihat dia bersama perempuan lain membuat Dwita menjadi geram. Emosinya seolah terbakar. Dwita menghampiri keduanya.

"Oh bagus ya pantesan aja aku cari-cari gak ada. Siapa dia Ren?!" Gertak Dwita. Lelaki berlesung pipi dan perempuannya yang tengah duduk disebelahnya pun bangkit dari tempat duduk.

"Aku Citra" Perempuan di sebelah Rendi memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya kepada Dwita tanpa merasa bersalah.

"Dia siapa Ren?!" Tanya Dwita sekali lagi tanpa menghiraukan Citra.

"Dia temen sekelas aku, murid baru" Jawab Rendi santai yang justru malah membuat emosi Dwita memuncak.

"Temen? Kalo temen harus ya mesra-mesraan kaya gitu?" Kini emosi Dwita semakin tidak dapat dibendung lagi.

"Mesra-mesraan? Siapa yang mesra-mesraan?" Rendi mengelak pernyataan Dwita.

"Aku liat pake mata aku sendiri kalo kalian itu mesra-mesraan!"

"Ini tuh cuma salah paham Dwi. Dengerin penjelasan aku dulu” Tangan Rendi hendak menyentuh tangan Dwita namun gadis itu menepisnya.

"Aku kecewa sama kamu Ren!" Dwita pergi berlari pergi meninggalkan keduanya.

"Tunggu Dwi!" Teriak Rendi.

♥ ♥ ♥

Semenjak kejadian seminggu yang lalu di taman itu hubungan antara Dwita dan Rendi mulai rentan. Sejak saat itu Dwita sengaja tidak menghubungi Rendi, dia merasa sangat kecewa. Ia sangat mengharapkan Rendi menghubunginya terlebih dahulu, namun sebaliknya sejak saat itu pun Rendi tidak pernah lagi menghubungi Dwita. Bahkan di sekolah pun mereka sudah jarang bertemu. Hingga suatu hari pada jam istirahat Dwita dan Rurin tengah menghabiskan waktu di kantin, Dwita melihat Rendi dan perempuan berkacamata itu bersenda gurau yang letaknya tak jauh dari kediamannya.

"Cobain dulu nih nasi goreng buatan aku" Citra menyodorkan se-sendok nasi goreng ke arah Rendi.

"Enak ga nih? Awas kalo ga enak"

"Enak dong Ren, nih aku suapin"

"Enak banget Cit. Ternyata selain cantik kamu juga pinter masak" Rendi mencubit hidung Citra.

Melihat itu membuat Dwita kembali emosi. Ia bangkit dari kursinya. Ia menggebrak meja dengan keras membuat keduanya bangkit dan mengundang seluruh perhatian penghuni kantin.

"Bagus ya! Itu yang namanya temenan huh? Temenan itu harus kaya gitu ya? Jawab Ren! Dan kamu juga jadi cewe bisa ga gausah ganjen sama pacar orang?!” Tangan Dwita pun mendaratkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi Citra membuat gadis itu meringis kesakitan.

Melihat apa yang dilakukan Dwita membuat Rendi mulai emosi.

"Stop Dwi! Kamu ga malu apa jadi pusat perhatian seisi kantin?!" Teriak Rendi.

"Malu? Harusnya cewe ini yang malu! Dia yang udah gangguin hubungan kita!" Teriak Dwita tak kalah keras.

Dengan geram Rendi menarik tangan Dwita dan membawanya ke halaman belakang sekolah.

"Awww sakit Ren! Lepasin!" Teriak Dwita kesakitan. Baru kali ini Rendi bersikap kasar kepadanya. Rendipun melepaskan cengkeraman kuat tangannya. Pergelangan tangan Dwita kini terlihat merah.

"Keterlaluan kamu Dwita!" Desis Rendi. Mata elangnya menatap manik mata Dwita dengan tajam.

"Apanya yang keterlaluan? Kamu yang keterlaluan! Udah beberapa hari kamu ga ngabarin aku! Kemana aja kamu? Apa karena cewe itu kamu rela menggantung hubungan kita?" Teriakan Dwita melemah saat mengatakan kalimat terakhir.

"Akhir-akhir ini aku sibuk. Maaf kalo aku gak sempet ngabarin kamu" Ucap Rendi mulai melembut.

"Sibuk? Sibuk apa? Sibuk dengan dia?" Tanya Dwita sambil terisak. Rendi mengusap wajahnya kasar.

"Stop berkata seperti itu! Kamu egois Dwi. Udah terlalu sering kamu begini. Kamu selalu menuduh aku setiap aku berhubungan dengan perempuan lain." Nada bicara Rendi kembali memuncak.

"Aku gini karena aku sayang, banyak perempuan yang mengejar kamu! Kamu tau itukan? Aku cuma ga mau kalo sampai kamu berpaling dari aku" Dwita mencoba menjelaskan alasannya. Rendi menghembuskan nafas kasar.

"Udahlah aku cape sama sikap kamu yang posesif. Lagian setiap aku berhubungan dengan perempuan lain itu bukan berarti aku menjalin hubungan lebih dari teman. Maaf kayaknya aku udah gak bisa ngelanjutin hubungan ini" Ujar Rendi perlahan namun tegas. Dwita merasa tersentak.

"Maksud kamu?" kali ini Dwita berharap pendengarannya salah.

"Maafin aku" Rendi perlahan berjalan menjauh, semakin jauh, meninggalkan Dwita dan air matanya yang turun semakin deras. Ia terduduk di bangku taman. Tidak lama kemudian seorang lelaki berperawakan tinggi putih yang sedari tadi memperhatikan dari kejauhan mulai menghampirinya.

♥♥♥

Hello readers ku yang baik hati!

Gimana ceritanya? Tau kok garing.😂 Harap maklum ya namanya juga belajar hehe

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa votment nya oke? Tinggal sentuh bintangnya aja kok😹

Always Love You (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang