OSP Tinggal Kenangan

167 12 8
                                    

[Kenangan ini dimiliki oleh: SanuTsuki (Bubur Kacang)]

***

Pemuda itu masih saja menatap cermin dihadapannya. Memandang lurus ke arah refleksi dirinya. Rambut hitamnya sangat berantakan, alisnya hitam legam, kulitnya coklat tua, dan mata dengan iris hitam ditambah kaca mata minus bertengger di hidungnya. Tidak terlalu ideal untuk seorang pria kelas satu SMP pada umumnya.
Ya pria berkacamata itu adalah aku, Raka Yuda Priyangga.

Aku terpaksa menyisir rambutku, padahal aku tidak suka. Ibu ku selalu bilang "Penampilan itu penting, gimana mau ada yang deketin kalo kayak gini." Entahlah apa aku harus peduli atau tidak. Aku tidak terlalu pandai dalam hal penampilan. Semuanya kulakukan dengan sederhana. Tidak seperti yang lain. Sepatu keren, kemeja rapih, rambut ber-pomade dan parfum yang maskulin.
Aku cukup hanya mengenakan kaos dan celana pendek--kadang juga panjang--serta sandal biasa. Aku tidak terlalu memperhatikan penampilan ku, terserah orang mau bilang apa. Aku tidak terlalu peduli.

Kecuali hari ini, mungkin aku harus sedikit lebih rapih. Aku harus kelihatan sedikit sopan dan menawan.
Ah lupakan soal kata menawan itu. Itu hanya ekspetasi. Tidak mungkin terjadi. Sejak kapan aku yang dekil dan berantakan seperti ini bisa terlihat menawan.

Hari ini aku harus pergi ke Bandung untuk mengulangi kegiatan ku tahun lalu. Apalagi kalau bukan Olimpiade Sains tingkat Provinsi. Aku sudah pernah mengikutinya tahun lalu. Sayangnya gagal, semoga tahun ini tidak. Kalau aku hitung baru dua kali aku ke Bandung untuk mewakili kota Depok. Sudahlah itu tidak penting.

Aku melangkah keluar dari rumah, setelah mengucap salam dan berdoa. Juga setelah pamit dengan bibi dan adikku. Aku hanya membawa tas selempang kecil, karena ransel ku dibawakan oleh ayah. Beliau membantuku. Aku sedikit sungkan sebenarnya. Tapi biarkanlah tidak apa.

Kami melangkah melewati jalanan komplek. Rumah kecilku berada di blok paling belakang. Jadi cukup jauh--bagi orang awam--dari gerbang. Sepanjang jalan kami disapa dan menyapa beberapa tetangga. Mayoritas dari mereka tidak tahu aku akan mewakili kota kami tercinta. Kebanyakan dari mereka tidak tahu aku akan berjuang membawa nama kota ini. Aku sudah terbiasa diabaikan.

Setelah sampai gerbang kami menaiki Angkutan umum yang ada. Biasalah tidak punya kendaraan pribadi. Hanya ada sebuah sepeda berwarna merah muda di dalam ruang tamuku. Angkot melaju cepat dan membelah ruas jalan kota Depok.

***

Kami semua sudah berkumpul. Sekitar sepuluh atau sebelas orang--entahlah aku tidak tahu jumlah pastinya. Para kontingen mengenakan PSAS atau seragam sekolah masing-masing. Ditambah jaket yang diberikan pemerintah kota. Kami semua berkumpul di depan gedung arsip dan perpustakaan kota. Setelah beberapa sambutan dan doa, serta doa bersama. Kami akhirnya mengangkut barang kami masing-masing ke bagasi bis.

"Hati-hati ya mas," kata Ayah ku.

"Iya." Jawab ku singkat.

Setelah itu aku naik ke dalam bis. Cukup sepi karena tahun lalu ramai dan tahun ini jumlahnya cukup sedikit. Aku duduk di samping rekanku, Yahya Ayyas. Dia lolos ke nasional tahun lalu. Sedangkan aku? Tidak tentunya. Ada beberapa faktor keberhasilan yaitu, doa, usaha, keberuntungan, dan keputusan dariNya. Mungkin aku tahun lalu belum pantas untuk lolos ke Nasional. Aku bisa mengerti itu.

"Itu soal tingkat nasional?" Tanya ku.

"iya, mau lihat?" Jawabnya.

"Oh tentu." Balasku lalu mengambil lembaran-lembaran soal tersebut.

Ada beberapa klip soal. Soal praktek, essay, dan pilihan ganda. Aku cukup pusing membacanya. Tingkat kesulitannya lumayan tinggi. Tidakku sangka sesulit ini. Ku kira hanya ada soal pilihan ganda dan wawancara. Nyatanya ada kegiatan praktek. Sejujurnya aku bukanlah peserta yang hafal teori-teori, rumus ekonomi dan sebagainya. Aku hanya menggunakan nalar.

NUT'S CHALLENGE: Balada Anak KampoengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang