# Satu #

244 32 20
                                    

David memutar bolpoinnya terus menerus. Lagi dan lagi ia tidak mendengar penjelasan guru di depan sana. Padahal guru itu tengah menerangkan materi untuk ujian minggu depan. Yah, bukan David namanya jika tidak seperti itu.

"Vid, gue pengen cabut."

David menoleh sedikit ke belakang karena Rehan baru saja berbicara dengannya. Tentu saja David sangat setuju mendengar ajakan itu.

"Ajak Janet sekalian."

Rehan mengangguk mantap. Ia mengambil penghapus yang tadi sempat ia potong kecil-kecil lalu melempar potongan per potongan ke arah Janet yang duduk dua bangku dari bangkunya.

Janet meringis. Dengan kesal cowok itu menoleh, mencari orang yang telah berani mengganggu acara melamunnya. Dan sumbernya adalah Rehan.

"Apaan sih, anjing?!" Janet memaki dengan suara pelan. Yang di tanya malah tertawa.

"Komuk lo minta gue santet, sumpah." Janet semakin menjadi mendengar ucapan konyol Rehan. Tapi Rehan buru-buru mengembalikan Janet yang sesungguhnya. "Cabut kuy."

Mata Janet berbinar seketika. "Ayok, dah. Gue ke sambet apa ya bisa betah disini."

David baru saja hendak bangkit saat Aca―teman sebangku David yang juga menjadi sahabat lama David―menahan tangannya.

"Mau kemana lo?"

David menghembuskan napasnya. "Lo betah gitu di kelas? Gue sih ogah ya."

Aca nyengir dan mengangkat sedikit handphonenya. "Gue ada ini. Gak bosen banget jadinya."

"Terserah lo juga sih, ya. Yaudah, gue mau cabut."

"Bye Renal-ku."

David mengangkat tinjuannya ke depan wajah Aca. "Lo manggil gue gitu lagi, melayang ini ke muka lo."

"Ampun, Abang." Aca tertawa pelan saat menyadari ucapannya yang semakin membuat David jijik.

David tidak menggubris lagi. Ia menatap Rehan dan Janet bergantian. Mereka bertiga menarik tas masing-masing, bangkit, lalu pergi tanpa permisi sama sekali.

Bu Reina menatap ketiganya tidak percaya. "Renaldo David! Zanetti Ramlan! Rehan Adri! Jangan pergi kalian!" Percuma saja jika ketiga anak itu di ajak bicara. Lagi pula mereka sudah keluar dari kelas. "Jangan harap kalian bisa ikut ujian minggu depan!"

°°°

David menyibakkan rambutnya, membuat siswi kelas sepuluh yang tengah mengikuti pelajaran olahraga di lapangan mati-matian menahan kaki mereka untuk tidak segera berlari dan mengerubungi David.

Oh, David memang sangat menawan.

"Sok ganteng bego lo, Vid." Rehan berkomentar dengan tampang yang begitu lucu jika di lihat. Perpaduan antara kesal, iri, dan juga ingin mengerubungi David. Eh, baiklah lupakan.

David menyipitkan matanya ke arah Rehan. "Sirik aja lo."

"Ngapain sirik. Gue juga punya fans ya."

"Nggak sebanyak gue tapi."

"Yang penting gue punya."

Janet dengan bebasnya memukul kepala David dan Rehan. "Bacot lo berdua."

David memang anak yang gampang marah. Tapi ia selalu bisa menahan amarahnya jika yang membuatnya marah adalah teman-teman dekatnya sendiri.

Mereka terus berjalan di iringi obrolan ringan sepanjang perjalanan menuju kantin. Sesampainya di kantin, mereka dengan bebasnya memilih tempat karena keadaan kantin sedang kosong. Dan mereka memilih untuk duduk di sudut kantin yang memiliki dua bangku panjang di masing-masing sisi meja.

"Lo pada mau makan?" Tanya Rehan yang sudah sibuk merogoh sakunya, mencari uangnya.

David menggeleng. "Gue mau ngerokok aja." David ikut merogoh sakunya. Tapi berbeda dengan Rehan, ia mengeluarkan satu batang rokok. Memang ada aturannya jika siswa di larang merokok. Tapi seorang David tidak akan mengikuti aturan itu, bukan?

Rehan mengangguk. "Lo mau apa, net?"

Janet berpikir sejenak. "Teh anget aja kali ya. Tenggorokan gue lagi sakit."

David dan Rehan bertatapan sejenak. Lalu keduanya tertawa tanpa henti. Bahkan Rehan sampai memukul-mukul meja di depannya.

"Anjir, nggak lucu sumpah. Masa muka preman kaya lo minum teh anget sih?"

"Ye, si anjing." Janet memberengut. Membuat Rehan dan David semakin tertawa di buatnya. "Gue juga manusia kali."

"Udah ah, udah." Rehan melambaikan tangannya ke udara kosong. "Gue mau mesen dulu."

Saat Rehan sudah sedikit menjauh, Janet berteriak. "Rehan, jangan lupa. Anget ya tehnya."

Rehan yang mendengarnya kembali tertawa. Bahkan dengan konyolnya ia terduduk di lantai. Ia tidak bisa menahan tawanya sedikit pun.

Janet menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. "Salah gue apa, ya ampun."

Rehan buru-buru bangkit dan berlari agar tidak tertawa lagi. David juga mulai berhenti tertawa. Ia mengeluarkan pemantik untuk menyalakan rokoknya. Janet hanya bisa diam karena ia bingung ingin melakukan apa.

"Eh, Vid, nanti malem lo ada di rumah gak? Gue pengen mampir ke rumah lo deh."

David menghisap rokoknya dan menghembuskannya tepat di depan wajah Janet sebelum menjawab pertanyaan Janet. "Ada kayanya."

Janet meringis. "Tai lo, ah. Yaudah nanti malem gue ke rumah lo."

David berdehem dan tidak menjawab lagi. Keduanya terdiam. Menunggu Rehan yang tidak juga kembali. Tapi justru hal yang menguntungkan bagi David datang.

Aulia datang dengan tiga temannya. Mereka sibuk tertawa hingga tidak menyadari kehadiran David dan Janet di sudut kantin ini. Dan yang menjadi fokus David ialah Aulia.

Gadis berhijab itu tampak bahagia bersama ketiga temannya. Sebenarnya David bertanya-tanya kenapa mereka bisa ke kantin. Padahal mereka tidak habis mengikuti kelas olahraga. Jika jawabannya adalah cabut seperti yang David, Janet, dan Rehan lakukan, tentu saja jawabannya tidak.

Saat keempat gadis itu sibuk memilih tempat duduk, barulah keempatnya sadar akan kehadiran David dan Janet. Di lihat dengan wajah terkejut sudah biasa bagi David. Jadi David hanya menaikkan sebelah alisnya melihat keempat gadis itu. Sedangkan Janet, ia malah melambaikan tangannya dan tersenyum lebar.

Sempat ada bisik-bisik di antar keempatnya. Lalu suara Aulia sedikit terdengar saat ia berkata, "Lo sampe nyamperin David, gue balik ke kelas."

David hampir tertawa mendengarnya. Apa Aulia tidak suka ketiga temannya menjadi fans David? Atau apa? Tapi yang pasti mereka berempat tidak menatap lagi ke arah David dan duduk di bangku yang berada di tengah kantin.

"Vid, cakep-cakep ya ceweknya." Ujar Janet yang masih sibuk menatap Aulia dan teman-temannya itu.

David menggeleng. "Nggak juga, ah. Yang cakep cuman Aulia."

Janet mengerutkan dahinya. "Aulia?"

"Iya, yang hijab."

Janet menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Jadi lo udah tobat terus mau demen sama yang alim? Gitu?"

David tidak menggubris. Ia malah terus sibuk menatap Aulia. Dan secara tidak langsung mereka bertatapan saat Aulia baru saja menoleh ke arahnya.

Janet memandangi keduanya secara bergantian. Lalu sebuah pemikiran muncul di benak Janet. "Please, jangan bilang lo mau mainin cewek alim kaya dia."

Aulia merasa risih terus-terusan di tatap oleh David. Apa lagi kejadian tadi pagi di lorong masih terngiang jelas. Ia memalingkan wajahnya dan berusaha mengikuti arah pembicaraan ketiga temannya.

David menghembuskan rokoknya lagi untuk ke sekian kalinya. Lagi dan lagi sudut bibirnya sedikit terangkat saat memikirkan hal ini. Dan akhirnya ia menjawab segala pertanyaan yang ada di pikiran Janet.

"Mungkin."

°°°

Heart To HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang