# Tiga #

157 25 9
                                    

"David Putra Ramadhan, coba jelaskan kenapa anda rela menunggu saudari Aulia Maharani yang sedang rapat ekskul Rohis demi mengantarnya pulang?"

Rehan bertanya seolah-olah ia adalah wartawan. David yang ditanya malah menghembuskan asap rokoknya persis ke depan wajah Rehan. "Bacot banget ya lo dari tadi."

Rehan memberengut. Ia bergeser sedikit menjauh dari David dan mendekat ke Janet. Ia tidak ingin dekat-dekat dengan David lagi. Ah, Rehan memang selalu baper jadi orang.

"Lo ngapain deket-deket sama gue?" Kini Janet yang bertanya dengan sewot. Tidak tahukah dia kalau Rehan sedang kesal saat ini?

"Suka-suka gue lah. Masalah banget."

Janet mendelik mendengar jawaban Rehan yang tak kalah sewotnya. Ia membuka mulutnya, hendak membalas perkataan Rehan. Tapi melihat wajah Rehan yang semakin murung tidak karuan membuat Janet menutup rapat-rapat lagi mulutnya dan memilih untuk memainkan handphonenya.

David masih memandangi pintu masuk musholla sekolahnya yang tidak kunjung terbuka. Sudah hampir dua jam, tapi tetap saja pintu itu tertutup rapat. Setelah di pikir-pikir, pertanyaan Rehan memang ada benarnya juga. Mengapa David mau menunggu Aulia sedari tadi hanya untuk mengantarnya pulang?

Dari tempat duduk penonton di pinggir lapangan, disitulah David menunggu. Menunggu Aulia yang tak kunjung menghampirinya.

"Vid, balik aja deh yuk." Ujar Janet yang memang sudah tidak betah berada disini. "Gue lupa kalo semalem gue beli marshmallow. Nanti takutnya di makan adek gue."

David mendengus. "Lo pada duluan aja deh. Gue masih mau di sini."

Rehan menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Udah nggak beres lo. Mau mainin Aulia aja sampe segitunya."

"Goblok. Bacot sumpah lo. Udeh sono balik."

Rehan menyipitkan matanya. Dengan kesal ia menarik tangan Janet dengan paksa dan berlalu meninggalkan David sendirian. Benar-benar sendirian.

°

30 menit kemudian pintu masuk musholla akhirnya terbuka. Dan orang yang pertama kali muncul adalah Aulia dengan salah satu temannya yang David ketahui bernama Maureen.

David memandangi Aulia. Mulai dari gadis itu memakai sepatunya, membenarkan posisi tasnya yang kurang nyaman, bahkan hingga Aulia memandang ke arahnya dengan terkejut. Gadis itu benar-benar terkejut.

Aulia menghampiri Maureen yang masih mengenakan sepatunya. Mereka berbicara dengan wajah yang sulit di mengerti. Hingga Maureen ikut melihat ke arah David dan akhirnya mereka berdua berjalan menghampiri David.

"Lo beneran nungguin gue? Gue pikir ucapan lo tadi pagi cuman bercanda. Lo tau dari mana kalo gue lagi ekskul?"

David menatap Aulia dengan wajah bingung. "Hah? Gue nggak nungguin lo?"

Wajah Aulia berubah merah saat itu juga. Seluruh rasa malunya membuat tangan Aulia tak henti-hentinya meremas jari-jemari Maureen dan membuat Maureen meringis kecil.

David yang melihat tingkah Aulia sontak tertawa. "Bercanda. Gue emang nungguin lo. Lo udah selesai kan? Mau pulang sekarang?"

Aulia menoleh ke arah Maureen. Maureen yang mengerti apa maksud Aulia mengangguk cepat. "Gue bisa balik sendiri kok. Beneran deh." Dan sebenarnya bukan ucapan itu yang Aulia harapkan.

Seketika tatapan Aulia berubah seperti lo-minta-gue-gampar.

"Yaudah, ayo." David bangkit dan meraih tangan Aulia, menarik gadis itu menuju parkiran.

Aulia terus menatap Maureen dengan wajah memelas. Lalu sebelum benar-benar menghilang dari hadapan Maureen, Aulia membuka mulutnya dan berucap tanpa bersuara.

"Semoga gue gak mati malem ini."

°

"Ini, pake." David menyodorkan helm yang ternyata ia pinjam dari Janet. Dengan ragu Aulia menerimanya lalu memakainya.

"Lo mau nganterin gue balik kan? Bukan pergi kemana-mana kan?"

David menaiki motornya setelah memakai jaket hitam dan helm miliknya. Dan samar-samar ia menggeleng pelan.

Aulia membuka helm yang tadi sudah sempat ia kenakan. Ia bergerak risau. "Kalo gitu gue balik sendiri aja."

"Ish, ya ampun." David meringis dan ikut membuka helmnya. "Gue nggak mau nyulik lo. Sumpah, deh. Lo nggak bakal di apa-apain kok. Gue jamin, lo balik dalam keadaan masih perawan."

Mata Aulia sontak membulat. Ia merasa semakin takut saat David mengucapkan kalimat terakhir itu.

"Udah, ayo." David mengenakan lagi helmnya lalu menyalakan mesin motornya. Tapi Aulia masih diam di tempatnya. Helm yang ia lepas juga belum kembali dikenakan.

"Gue butuh jaminan." Aulia akhirnya berucap.

David mengangguk setuju. "Hati gue jaminannya."

Dan saat itu juga dunia Aulia berhenti.

°°°

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heart To HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang