Part 3 : TEOFALASI (Tamat)

540 43 24
                                    

Puluhan pasukan berseragam warna putih gading sudah menunggu kami ketika pesawat mendarat di halaman istana. Sebetulnya aku tidak mau menyebut semua ini istana, karena itu berarti pengakuanku atas kekuasaan mereka. Tapi apa yang mataku lihat membuat otakku tidak bisa memikirkan kata yang lainnya selain istana.

Halamannya sangat luas seluas apa yang tidak bisa aku bayangkan, terlihat banyak kendaraan besar dan beberapa kendaraan tempur, aku juga melihat beberapa hanggar pesawat. Semakin jauh pandanganku, aku bisa melihat sebuah gedung yang sangat besar, mungkin memiliki 20 lantai, nampak misterius dengan nuansa warna hitam yang terkesan tertutup. Dan dibelakangnya, dengan gagah menjulang menara yang tadi aku lihat dari pesawat, juga bernuansa hitam, dari pengamatanku, menara itu berbentuk segi delapan dengan lebar yang lebih besar dari gedung di depannya, membuatku ngeri dan terkesima di saat yang bersamaan. Semua itu secara tidak sadar membuat kepalaku melihat sekeliling dengan kagum, dan membuat kakiku tidak melangkah dari ujung tangga pesawat.

"Selamat datang. Jika Anda telah selesai melihat-lihat, silakan turun, kita tidak punya banyak waktu."

Tanpa berbicara apapun aku memaksakan diriku meredam perasaan kagetku dan mulai melangkah turun melewati tangga pesawat, si lelaki tegap menyebalkan mengikuti di belakang. Para pasukan berseragam mengambil posisi siaga ketika kami mulai berjalan memasuki benteng. Tepat di depan pintu besi benteng, seorang wanita dengan setelan sangat formal menunggu lalu tersenyum dan menyalami kami.

"Selamat datang kembali, Tuan Truth."

Brengsek!

***

Kami sudah berada di lantai 8 gedung besar ini, lebih tepatnya di jembatan terowongan kaca yang menghubungkan gedung di depan dengan menara di belakangnya. Aku berjalan tepat disamping Truth, si penguasa menjijkan yang sukses membuatku merasa bodoh. Aku tidak berbicara sepatah katapun sepanjang kami berjalan, hanya terus memandangnya dengan tajam.

"Ayolah, mau sampai kapan Anda melihat saya sebagai musuh, Tuan?"

"Bisakah kau berhenti bersikap sok sopan seperti itu? Buatku itu menjijikan, wahai penguasa dunia!"

"Wah. Saya cukup senang dengan pujian dan doa Anda, terima kasih."

"Brengsek kau. Kenapa tidak kau katakan saja dari awal siapa kau sebenarnya?"

"Berpikirlah positif, tidakkah Anda akan merasa tidak enak jika tahu Saya siapa dari awal?"

"Bodoh sekali. Aku tidak akan peduli siapa kau!"

"Lalu kenapa Anda bermasalah dengan itu sekarang? Ketahuilah, saya benar-benar menghormati Anda. Lagipula, dimana letak serunya jika dari pertama kita sudah saling mengenal?"

Aku ingin sekali membenturkan kepalanya ke kaca terowongan ini dan meninggalkan tempat aneh ini. Tapi melakukan hal itu hanya akan membuat kehidupanku semakin tidak jelas, aku harus tetap bersama orang ini sampai aku benar-benar menemukan kebebasanku seutuhnya.

Dan sekarang kami berdiri di depan sebuah pintu, lagi-lagi terbuat dari besi, di ujung terowongan kaca yang berarti bahwa, pintu ini adalah akses masuk ke menara, tempat aku akan bertemu si tuhan.

"So, here it is. Di depan kita adalah elevator yang akan membawa Anda ke puncak menara dimana tuhan sudah menunggu Anda dengan ketidakberdayaannya."

"Tuhan macam apa yang bisa kalah oleh ketidakberdayaan?"

"Tidak banyak waktu tersisa, Tuan."

Dia kemudian menekan tombol-tombol sandi di sebelah pintu elevator yang langsung terbuka. Truth mempersilakan aku masuk.

"Tuan, pastikan Anda tidak melangkah pergi selangkahpun sebelum dia sembuh."

***

- Ting -

Setelah naik cukup lama, akhirnya elevator ini berhenti. Aku sampai. Alur nafasku seketika tidak beraturan, aku bisa merasakan desiran darah yang mendadak menjadi cepat. Rasa takut mendominasi perasaanku. Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Kemudian terdengar suara elevator terbuka, perlahan aku membuka mataku.

Ruangan kosong?!

Aku melangkah perlahan memasuki ruangan bersamaan dengan tertutupnya pintu elevator. Aku hanya melihat ruangan kosong. Dinding, lantai dan atapnya semua berwarna putih, mengingatkanku pada ruang isolasi, hanya saja kali ini ruangannya sangat besar, mungkin sebesar lapangan sepak bola. Sayup-sayup terdengar suara dengungan dengan frekuensi rendah dari bagian atap, itu pasti ada hubungannya dengan cahaya putih yang melesat ke langit. Tapi, tidak ada apa-apa disini. Dimana tuhan?

"Halo? Tuhan dimana kau? Aku dikirim Truth untuk menyembuhkanmu. Halo?"

Tidak ada jawaban. Aku terus melangkah sampai aku menyadari ada sesuatu di tengah ruangan ini. Aku mempercepat langkahku untuk melihatnya. Sebuah meja setinggi pinggul, juga berwarna putih. Tepat di atasnya, terletak sebuah benda hitam pekat berbentuk kubus, panjang sisi-sisinya tidak lebih dari 1 meter. Hanya itu.

Aku melihat sekeliling dan tidak nampak ada pintu lain, ataupun benda lain, hanya kotak hitam berbentuk kubus itu saja. Aku mencoba menyentuh sisi kiri dan kanan kubus itu dengan kedua tanganku, rasanya dingin, seperti besi, besi yang sangat padat, lebih seperti magnet. Apa ini sebenarnya?? Tuhan??

Aku masih belum memindahkan tanganku ketika tiba-tiba dari sisi bagian atas tersebut muncul tulisan-tulisan bertuliskan :

PASSWORD

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

YMOSGIEDN123467890<>*

Oke, jadi sekarang aku harus memasukkan 13 karakter sebagai password dari 9 huruf, 9 angka dan 3 tanda baca, di sisi atas kubus yang ternyata touch screen ini. Lebih dari 7 trilyun kemungkinan. Piece of cake!

***

Dengan pandangan yang mulai kabur, perut kelaparan dan keadaan tubuh yang sangat lemas, aku memandang tajam kubus itu yang akhirnya menunjukkan tulisan :

PASSWORD ACCEPTED

Setelah sekitar 16 jam tanpa makanan dan minuman sedikitpun, aku berhasil memecahkan kode-nya. Mereka menempatkanku di pusat isolasi dengan hukuman 75 tahun memang bukan tanpa alasan. Tapi harus aku akui kali ini aku benar-benar merasa hampir mati. Rasanya aku ingin mencopot kepalaku dan melemparkannya melewati dinding bumi di Antartika. Benar-benar jenis tuhan yang membuatku jengkel. Manusia macam apa yang harus menemui tuhannya dengan cara yang yang menyiksa seperti ini??

Tidak lama, terasa getaran halus dari kubus hitam itu, diikuti oleh suara seperti mesin yang mulai menyala kembali. Suara mesin yang sangat kasar, terlalu kasar untuk sebuah suara tuhan. Kemudian perlahan terbukalah 5 rongga di sisi bagian depan kubus itu sebesar rongga kotak surat, terlihat pantulan cahaya lampu berwarna hijau di setiap rongganya, suara mesin di dalamnya semakin nyaring terdengar, aku mundur perlahan, pandanganku tertuju pada rongga-rongga kubus itu.

Apa yang terjadi selanjutnya membuatku semakin lemas, aku terjatuh dan terduduk di lantai sambil terus menatap kubus yang mereka tuhankan itu. Perutku sangat mual, dada dan kepalaku terasa panas. Bajingan! Menjijikan! Semua hal ini membuatku ingin kembali ke ruang isolasi berteman dengan kehampaan. Muak rasanya mengenal dunia yang sekarang dan aku tidak ingin berada di dalamnya, aku tidak ingin memiliki tuhan seperti ini, aku butuh Tuhan yang sebenarnya! Dunia ini sudah benar-benar berada dalam genggaman setan! Setan yang bisa membuat manusia termasuk aku menjadi tidak berdaya dengan pilihan "menjadi budaknya atau mati".

Seolah menunjukkan kekuasaannya, "tuhan" di depanku terus memuntahkan sesuatu dari rongga-rongganya. Sesuatu yang membuatku berteriak mengeluarkan emosi yang tidak menentu. "Tuhan" didepanku seolah terus memaksaku berlutut untuk menjadi budaknya dengan terus mencetak. Ya, mencetak. Selembar demi selembar. Setiap detik.

"Tuhan" di depanku seolah tertawa sambil terus mencipta, menciptakan sesuatu yang membuat manusia benar-benar berada dalam kodratnya untuk saling menumpahkan darah di bumi.

Uang.

***

-TAMAT-

Tuhan SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang