Maling

188 21 11
                                    

"Jangan lari!"

Mendengar teriakan itu, dua orang pria berpakaian serba-hitam berlari kian cepat. Memecah ketenangan pemukiman, menerobos tiang-tiang jemuran yang berjejer. "Hoooooi, kurang ajar!" teriak seorang ibu yang pot bunganya terinjak salah satu dari dua maling itu.

"Sembunyi dulu aja, capek gue!" seru seorang kepada yang lain sambil tetap berlari.
"Keluar kampung sini dulu aja," perintah lawan bicaranya.
Orang-orang yang mengejar kian mendekat. "Jangan lari!" teriak mereka.

"Heh cepetan dong lo larinya! Hampir kena nih!"
"Capek banget gue gila," kata yang kelelahan. Lemas sekali.

"Haaa kena kau!"
Seorang bapak berhasil memegang tangan kedua maling itu. Yang satu sudah pasrah karena kelelahan, yang satu masih bertenaga berusaha melepaskan diri.
"Lo gerak dong jangan pasrah! Mau ketangkep?"
"Capek banget gue. Ga sanggup," jawabnya.
"Hah! Ya udah lo ketangkep sendirian aja. Gue mah ogah!"

Dengan sekali sentak ia berhasil melepaskan diri dari cekalan sang bapak, kemudian berlari sekuat tenaga. Kencang sekali. Yang ditinggalkan berseru, "Woi! Tega lo!"

Wargapun datang.
"Cuma satu?"
"Kok satu doang? Tadi kan ada dua?"
"Satunya mana, Om?"

"Yang satu kabur. Sudah, ini saja diurus," jawab bapak yang berhasil menangkap satu dari dua maling tersebut.
"Abisin sekarang nih?" seru seorang pemuda, provokatif.
"Jangan, kita bawa ke balai desa."

🔫🔫🔫

"Nama?" tanya Kepala Desa.
Maling itu menunduk. Ketakutan. Tubuhnya bergetar.

"Jawab woy!"
"Ditanyain diem aja, giliran nyolong semangat banget!"
"Punya mulut ga lo?"

"Siapa namamu?" ulang Kepala Desa.
"Yanto, Pak," jawabnya masih dengan tubuh bergetar.
"Temanmu?"
"Namanya Bagyo, Pak."
"Apa yang kamu curi?"
"Cuma makanan, Pak."

Seorang ibu berdiri, berteriak dengan penuh emosi, "Bohong, Pak Kades! Dia dan temannya tadi mengambil perhiasan saya satu kotak!"
Seorang pemuda ikut berdiri dan berkata, "Iya, Pak, dia berbohong! Amplop gaji saya juga tidak ada!"
"Dompet saya juga, Pak!"

"Geledah!" perintah Kepala Desa tegas.
Tiga orang pria bertubuh kekar mendekati Yanto dan memeriksa pakaiannya.
"Itu kalung saya, Pak!"
"Itu dompet saya, Pak!"

Yanto pasrah. Lidahnya kelu.
"Mana barang lainnya?"
"Dibawa teman saya. Dia bawa sebagian besar karena dia lebih jago," jelas Yanto.
"Kamu di sini sampai polisi datang. Jangan mencoba kabur, tiga asisten saya akan menjaga kamu," kata Kepala Desa sebelum pergi.

Ketika hanya tersisa empat orang di balai desa, kehebohan kedua terjadi.
"Woooy! Gue maling! Tangkep gue sini kalo lo bisa!"
"Wooooy sini tunjukin otot lo! Bisa nangkep gue ga!"
Seorang pria berteriak di depan balai desa. Ketiga asisten Kepala Desa langsung sigap, bergegas ke luar dan tidak sengaja meninggalkan Yanto sendirian.

"Ssst! Heh bego!" Seseorang berbisik dari jendela.
Yanto celingukan. Kebingungan.
"Heh ini gue, Bagyo!" Bagyo mengetuk kaca jendela. Yanto akhirnya sadar.
"Lo keluar sekarang. Lari yang kenceng sampe ke base camp kita. Gue alihin perhatian tuh bodyguard, ntar gue susul lo," Bagyo memberi arahan.
Yanto masih kaget. Ia melongo.
"Cepetan! Gue ga mau ketangkep gara-gara sok jagoan ngebantuin lo!"
Yantopun tersadar. Ia mengendap-endap keluar dari balai desa, kemudian berlari sekencang mungkin. Masih terdengar Bagyo berteriak-teriak memancing perhatian agar Yanto bisa keluar dengan mudah.

"Makasih lo udah ngebantuin gue buat kabur," kata Yanto. Ia masih kelelahan dan kaget.
"Halah suci amat lo bilang makasih. Duit yang di lo ga diambil Kades, kan?
"Diambil lah," jawab Yanto lesu, "Maaf."
"Ah lo banci sih larinya tadi. Ya udah ga apa, besok kita cari lagi. Lo ga balik?"
"Balik. Lo?"
"Gue juga. Yuk cabut," seru Bagyo sambil beranjak dari tempat duduknya.

Malang, polisi sudah menunggu di depan base camp mereka.
"Ikut kami ke kantor!"

🔫🔫🔫

"Mas! Aku kan sudah bilang jangan mencuri lagi!" seru Tina, istri Yanto, sambil menangis ketika datang ke penjara.
"Maaf, aku tak punya pilihan lain," jawab Yanto lesu.
Tina datang bersama Laksmi, istri Bagyo, dan anak mereka masing-masing.

"Aku malu, Mas! Apa kata orang kalau tahu suamiku maling? Apa kata ibu dan bapakku, Mas? Kamu tidak pernah mendengarkanku selama ini!" Laksmi menangis tersedu-sedu.
"Maaf, Dik. Cuma ini yang bisa aku lakukan. Pengeluaran kita banyak, pekerjaan aku tidak punya. Maaf."

Bimo, anak Bagyo asyik bermain dengan Tito, anak Yanto di ruang tunggu. Mereka tidak mengerti permasalahan yang sedang terjadi. Yang mereka tahu hanyalah ayah mereka harus tidur di sebuah ruang sempit dengan jeruji besi yang dingin.

🔫🔫🔫

Dua puluh tahun kemudian...

"Jangan lari!"

Bukannya berhenti berlari, teriakan itu justru melecut kakinya untuk berlari kian kencang. Cepat, dan lebih cepat lagi. Ia tidak akan tertangkap! Ia menoleh ke belakang, kerumunan orang masih jauh. Di tangannya tergenggam sebuah tas berisi uang seratus juta rupiah yang ia ambil dari rumah seorang warga.

Malang, di langkah kesekian ribu, kakinya tersandung benang layang-layang. Ia terjatuh.

"Woooy, malingnya jatuh!"
"Ayo cepat, sebelum dia lari lagi!"
Orang-orang mendekat, mengerumuninya. Ia berusaha lari, tetapi gagal.

"Bawa ke balai desa!"

🔫🔫🔫

"Nama?" tanya Kepala Desa.
Ia mendongakkan kepalanya. Menatap Kepala Desa tanpa rasa takut.
"Tito."
"Apa yang kamu curi?"
"Baru dapet ini nih, Pak, gara-gara kesandung benang layangan," katanya sambil mengacungkan tas hasil curian hari itu.
"Tidak ada lagi?"
"Ya ampun, Pak, ga percayaan amat. Udah dibilang ga ada ya ga ada," jawab Tito ketus.

"Geledah!" perintah Kepala Desa.
Tiga orang pria bertubuh kekar mendekati Tito dan memeriksa pakaiannya.
"Tidak ada lagi, Pak," lapor salah seorang.
"Iya lah ga ada lagi. Udah gue bilang juga," Tito menimpali.
"Kamu di sini sampai polisi datang. Jangan mencoba kabur, tiga asisten saya akan menjaga kamu," kata Kepala Desa sebelum pergi.

Sepeninggal Kepala Desa, seorang bodyguard bertanya kepada Tito, "Udah lama jadi maling?"
"Lumayan. Nerusin perjuangan bokap gue," jawab Tito.
"Bokap lo maling?" tanya yang lain.
"Iya, tapi ga gitu jago, bego malah. Larinya lemes. Ketangkep terus. Makanya cita-cita gue jadi maling yang hebat, ga kaya bokap gue."
"Menurut lo, lo lebih jago dari bokap lo?"
"Iya lah. Gue bisa idup enak dari kerjaan ini. Tadi aja gue apes, kesandung benang layangan sialan. Gue sumpahin tuh yang punya layangan bisulan sebadan!"

Satu jam kemudian polisi datang.
"Ikut kami ke kantor!"

🔫🔫🔫

"Namanya Tito, Pak!" lapor seorang petugas kepada atasannya.
"Tito?"
"Iya. Sekarang sudah ada di sel."
"Antar saya ke sana. Saya ingin bicara," perintah Kepala Polisi.
"Baik, Pak!"

🔫🔫🔫

"Tito?"
"Yoooo," sahut Tito sambil tetap asyik menikmati makan siangnya.
"Benar ayah kamu berprofesi sama dengan kamu?"
Tito tersedak. "Lo tau dari mana?"
Pertanyaannya terjawab ketika melihat name tag di dada Kepala Polisi.

Bimo Warsito.
Bimo teman masa kecilnya.
Bimo anak Om Bagyo, maling yang hebat.

🔫🔫🔫

a/n
Haiii aku Acha, salam kenal! Ini pertama kalinya aku bikin author's note, dan ini short story pertamaku di Wattpad.
The point I wanna tell you guys is, kamu selalu bisa mengubah masa depanmu! Your future depends on you, not anyone else.
See you on my next work!

SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang