Nostalgia

56 15 4
                                    

Ah, sudah pagi.

Kuusap lengannya, kutelusuri tiap helai rambutnya dengan jemariku. Kusentuh matanya yang masih terpejam. Ia sungguh cantik.

Ia menggeliat. "Pagi, Pa."

"Pagi, Ma. Nyenyak ya tidurnya?" kubalas sapaannya.

Ia mengangkat badannya, lalu menyenderkan kepala di bahuku. Tangannya melingkari pinggangku.

"Happy 6th wedding anniversary, Sayang. Lupa ya?"

"Ga lupa dong. Bentar, aku ambil hadiah buat kamu."

Ia menggeser tubuhnya dan membiarkan aku beranjak. Kubuka laci nakas samping tempat tidur, dan kukeluarkan sebuah kotak berwarna merah. Kuberikan kepadanya.

Ia tercekat saat membuka hadiah dariku. "Pa, ini bagus banget!" katanya seraya memelukku.

"Bilang apa?"

"Iyaaaa makasih! Makasih, Sayang! Pakein dong!"

Sebuah kalung emas dengan liontin kupu-kupu kecil telah melingkari leher jenjangnya.

"Aku juga punya hadiah!" Ia berseru riang dan berjalan menuju meja rias. Dari laci terbawah ia mengeluarkan sebuah tas hitam besar, lalu segera memberikannya kepadaku.

"Buka!" perintahnya.

Aku menurut. Kubuka perlahan.

Ternyata isinya adalah sebuah album foto, dan sebuah foto yang sudah dipigura.

"Wah, makasih, Ma! Nanti kita pajang di bawah ya! Ini album apa?"

"Buka dong!"

Tanganku membuka cover album dan menemukan foto ciuman pertama kami. Di sana tampak kami digendong orang tua masing-masing, bersebelahan, namun bibir kami tertaut entah bagaimana ceritanya.

Nostalgia menghujam kami melalui foto-foto di album itu.

"Ini foto lamaran pas TK!"

📷

Kusodorkan sebuah kotak kardus jelek buatanku sendiri. Viona tampak bingung.

"Buka!" perintahku.

Ia membukanya dan ternganga kaget. Ada sepasang cincin di dalamnya. "Wah, bagus banget!"

Sebenarnya, cincin itu kubeli di depan sekolah. Harganya cukup mahal bagiku, seribu rupiah untuk satu cincin. Aku rela kehilangan jatah uang jajan selama dua hari demi membeli sepasang cincin itu.

"Siniin kotaknya!" pintaku. Viona menurut, ia mengulurkan kotaknya kepadaku.

Aku berlutut di depannya. Kubuka kotak itu, dan kusodorkan kepadanya. "Viona, mau ya nikah sama aku?"

Ia tersenyum, lalu mengangguk. Kupakaikan cincin yang berukuran lebih kecil di jari manis Viona, dan kupakai di jari manisku sendiri cincin satunya. Agak kekecilan, tapi ya sudahlah.

"Yuk main lagi!"

📷

"Ini pas kita kabur dari rumah!"

"Iya, gara-gara kamu ajakin liat UFO!"

📷

Jam dinding Batman-ku menunjukkan pukul sembilan lebih empat puluh lima menit. Terdengar bisikan dari luar jendela kamarku. Kurapatkan selimutku. Jangan-jangan itu hantu?!

"Ssst! Ssst! Arya!"

Aku masih tidak berani menoleh.

"Arya! Ini Viona!"

SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang