Chapter 2: Hypnotized

23 3 1
                                    

"Jay, gue nginep ya malem ini?"

Sudah satu minggu berlalu sejak terakhir kali aku mengunjungi rumah Jay. Karena keberadaan sepupunya -yang bahkan tidak kuketahui wajah ataupun namanya- di rumahnya, Jay jadi sering melarangku untuk bermain ke rumahnya hanya karena takut jika aku akan menyukai sepupunya.

Yang justru makin membuatku penasaran, secantik itukah sepupunya?

"Ga. Rumah gue lagi gak nerima tamu," ujarnya cepat. Aku mencibir, mulai merasa kesal terhadap sepupu misteriusnya. Aku kan menginap bukan karena penasaran terhadap sepupunya- oke, mungkin itu salah satu alasanku, tapi 75 persennya memang keinginanku sendiri untuk menginap. Besok adalah hari terakhir sekolah, yang tepatnya hanya akan diisi dengan acara perayaan akhir tahun ajaran. Dan aku tidak berminat untuk hadir.

"Ayolah, Jay. Kan udah lama gue ga nginep di rumah lo. Janji deh, gue gak akan ngomong sepatah katapun sama sepupu lo," aku menatapnya dengan tatapan mehohon, yang langsung dibalas dengan sebuah helaan nafas panjang.

"Oke, tapi lo harus stop mikirin Trisha. Kalo gue sampe tau lo masih bahas ataupun galauin dia, lo ga boleh menginjakkan kaki di rumah gue lagi selama 3 bulan kedepan."

Matakku membulat. "Oke! Deal!"

**

"Lo ga ada rencana liburan kemana-mana, Will? Si Kelvin sama Bian aja udah duluan liburan," Tanya Jay begitu kami masuk ke kamarnya. Aku menguap sambil menggeleng, langsung merebahkan tubuhku diatas kasurnya yang empuk dan dingin. Ah, enaknya.

"Eh, enak aja lo main rebahan! Mandi dulu sana!" Protes Jay, menarik tanganku untuk pergi dari kasur.

Aku mencibir, lalu menyeret kakiku yang sudah sangat pegal menuju kamar mandi Jay. Belum juga aku menginjakkan kaki di lantai kamar mandinya, Jay kembali menarik tanganku. "Lo mandi di kamar sebelah. Gue juga mau mandi,"

Aku menghelas nafas panjang, tidak bisa berbuat apa-apa. Jika Jay sudah seperti ini, mau sampai girl band korea Red Velvet datang kesini pun, Jay tidak akan merubah pikirannya. Jadi kuputuskan untuk menyeret kakiku lebih jauh lagi menuju kamar sebelah. Sebenarnya aku ingin tidur di kamar Jay, karena apa gunanya menginap jika ujung-ujungnya aku akan tidur sendirian? Tapi mengingat betapa obsesifnya Jay tentang kebersihan kamarnya, aku memutuskan untuk menuruti keputusannya.

Setelah selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar dengan handuk kecil diatas rambut basahku. Yah, tidak akan ada yang melihat ini.

Namun matakku yang sudah suntuk pun kembali terasa segar begitu melihat seorang perempuan yang berpapasan denganku. Mungkin kami bertukar pandang tidak sampai dua detik, tapi itu cukup untukku meneliti fitur wajahnya.

Sial, benar kata Jay. Andai saja aku terpikir bahwa dia akan secantik ini.

Aku membeku di tempat, seolah kakiku berakar ke dalam lantai. Mataku melekat pada punggungnya yang semakin menjauh ketika kaki jenjangnya melangkah. Aku berkedip, mencoba untuk menempelkan memori tentang wajahnya yang hanya kulihat sepersekian detik itu di otakku. Aku ingat jelas warna irisnya yang cokelat terang dan bening. Bulu matanya yang panjang dan lentik membuat warna cokelat di matanya semakin menonjol, sehingga mampu membuatku merasa terhipnotis seketika. Hidungnya yang mancung serta bibir merah mudanya yang pas menyeimbangkan wajahnya. Belum lagi rambut bergelombangnya yang cokelat kekuningan itu diikat satu dengan asal-asalan, yang justru membuatnya terlihat semakin cantik dan menarik.

Dasar Jay sialan. Kenapa dia harus punya sepupu secantik ini, sih?

Begitu sepupu Jay masuk ke kamarnya, otakku baru bisa berfungsi kembali. Dengan mata berbinar-binar, aku masuk ke kamar Jay, lalu tersenyum lebar padanya yang baru saja selesai memakai kaus putih polosnya.

SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang