Prolog

1.9K 161 10
                                    

chart-er.magz 38/April 2016
White Issue

#yourstory

Kematian Kim Yeri masih menimbulkan pertanyaan. Mengapa ia bunuh diri atau mungkin siapa yang membunuhnya?

Tak ada yang tahu pasti mengapa kejadian itu terjadi. Setiap orang bisa menyebutkan satu nama yang mungkin menjadi sumber masalah, tetapi sebenarnya siapakah yang bertanggung jawab?

Anggota eskul Jurnalistik Charter High School akan mengungkapkannya kepada para pembaca yang akan diterbitkan dalam majalah bulanan sekolah.

Siapa saja bisa mengirimkan sebuah cerita dengan teknis:

Font Times New Roman 12, spasi double, maksimal 8 halaman kertas ukuran A4. Dikirim melalui e-mail : irenebae@charterhs.com

Tema: Analisa Kematian Kim Yeri.

P.S : Tentu saja kalian harus menulis nama kalian, jika tidak cerita yang kalian tulis tidak akan diterbitkan!

+++

Itulah sepenggal bagian dari majalah sekolah yang terbit pada awal bulan April Tidak butuh waktu lama untuk menjadi perbincangan panas  dikalangan siswa-siswi sekolah.

Kematian Kim Yeri sendiri masih menimbulkan berbagai tanda tanya. Dua hari setelah upacara pembukaan tahun ajaran baru, ia ditemukan tewas pada halaman depan sekolah. Tubuhnya ditemukan telah bersimbah darah terkapar diatas tanah berlapis rumput. Pada lehernya terkalung sebuah pena yang selalu dibawanya, hingga ajal menjemputnya. Polisi mengatakan bahwa kasus Yeri -panggilan akrab gadis itu masih belum tuntas.

Lambat laun bisikan-bisikan lirih yang terucap antar mulut ke mulut semakin terdengar gaungnya, seperti bisikan yang menggema. Cerita yang berbedar semakin tidak menentu arah, tak ada yang tahu mana cerita yang sesungguhnya terjadi ataukah cerita yang beredar selama ini hanyalah kebohongan belaka?

Tutup mulut, jika kau tidak mengetahui kebenarannya.

+++

"Wah, baru kali ini majalah kita menjadi bahan pembicaraan," Wendy berkata ketika menutup pintu di belakangnya. Ia menarik kursi yang terletak disenelah pintu dan mendekati meja. "Walaupun... yah kalian tahu."

Wendy tak melanjutkan kalimatnya. Sadar bahwa pembicaraan seperti ini sangat dihindari semua orang, terutama mereka yang tergabung di eskul  Jurnalistik.

"Tentu saja, ini issue yang sangat sensitif, aku sendiri tidak yakin bagaimana kita akan melakukannya," timpal Seulgi seraya membalik-balikkan beberapa lembar catatannya. "Ketua kita, Irene, sungguh hebat." Tambah Seulgi dengan sikap sarkastiknya, ia menyebut nama Irene dengan penekanan.

Joy memutar matanya, bosan. "Kalian tahu, namaku disebut-disebut dalam segala omong kosong yang mereka ceritakan."

"Benarkah?" Wendy terlihat sangat antusias. "Kurasa kau yang memiliki motif paling besar, terutama setelah kejadian itu. eh, tapi aku pikir ada satu orang lagi yag mencurigakan."

"Berhentilah membahas masalah itu, kita bukan anak kecil lagi. Tidak mungkin dia bunuh diri hanya karena masalah sepele seperti itu," Joy menaikkan nada bicaranya, menatap tajam Wendy yang duduk berseberangan dengannya.

"Kau pikir itu masalah sepele nona Park? Apa kau hidup dibawah batu sehingga tidak pernah melihat berita? Banyak orang yang memilih untuk mengakhiri hidup karena cinta," jelas Seulgi masih dengan sikap sarkastiknya.

Joy menyibakkan rambutnya kebelakang, sudah siap mengeluarkan perkataan untuk membela dirinya, tetapi Irene menginterupsi dengan membanting buku ke atas meja membuat suara debuman yang keras.

Ketiga siswi yang tengah berdebat mengalihkan perhatiaannya kepada ketua eskul yang seharusnya datang sepuluh menit lebih awal.

"Kita mulai saja rapatnya, tema untuk bulan ini adalah School Again, kuharap kalian sudah membawa materi yang kuminta," kalimat itu meluncur dari bibir Irene dalam satu tarikan napas. Ia memijit panggal hidungnya -sebuah kebiasan lama jika ia sedang sangat lelah. "Seulgi bagaimana dengan design yang kuminta? Kau sudah membawa sampelnya?"

Sebagai jawaban dari Seulgi yang menjabat sebagai Art-Graphic Designer dalam majalah sekolah, ia menyodorkan beberapa lembar kertas. Irene menerimanya dan mengamatinya beberapa saat, lalu mulai mencoret-coret bagian yang tidak disukainya, layaknya dosen yang sedang merevisi skripsi mahasiswanya.

"Ehem..." Joy berdeham pelan, membuat perhatian Irene dan juga anggota lainnya teralih kepadanya. Ia menatap Joy dengan tatapan menuntut. "Untuk masalah rubrik itu, kau yakin akan memasukannya? Kurasa hal ini akan sangat -yah lebih menggemparkan dari pada seharusnya."

Salahkan Irene yang tidak menceritakan sepenuhnya mengenai hal ini kepada seluruh anggota eskul Jurnalistik. Bahkan Wendy dan Seulgi baru mengetahuinya ketika membawa soft file majalahnya untuk dicetak. Joy tentu saja mengetahuinya karena dia menjabat sebagi Editor, tetapi saat itu Irene tidak menceritakan secara keseluruhannya.

Irene mengeluarkan napas panjang, ia tersenyum lembut. "Aku tahu hal ini akan menyakiti berbagai pihak, terutama keluarga Kim yang masih sangat berduka atas kehilangan putri tertua mereka. Aku meminta izin untuk melakukannya dan tentu saja mereka memberi izin setelah aku menceritakan duduk perkaranya, Lee ssaem -guru- sebagai penanggung jawab juga sudah mengizinkannya."

"Lalu kau bisa menimbulkan fitnah, kau tahu itu 'kan?" Wendy bertanya. Siapapun tahu bahwa pertanyaan itu diajukan untuk Irene.

"Ya."

"Kau juga tahu bahwa ini bisa menimbulkan pertikaian? Setiap siswa bisa saja saling menuduh."

"Tentu saja."

"Dan kau tetap ingin melanjutkannya? Memang apa tujuanmu Ketua?" kembali Wendy menekan kata ketua yang merujuk kepada Irene. "Tidak kah kau sudah mendengar cerita yang beredar, tidak hanya nama Joy yang disebut-sebut sebagai pelaku pembunuhan."

Joy dan Seulgi sudah hampir terbiasa dengan sikap Wendy yang selalu berusaha untuk memojokkan Irene. Untuk alasan apapun.

"Wendy, please..." lirih seorang Irene, menyiratkan bahwa ia teramat sangat lelah untuk berdebat saat ini. "Aku berani bersumpah bahwa tujuan utamaku melakukan ini adalah untuk kebaikan, kuharap kau -dan yang lainnya dapat mengerti."

Ting!

Sebuah notifikasi e-mail membuat amarah Wendy yang hampir meledak teralihkan sesaat. Irene meraih ponselnya yang berada di tas yang terletak disebelah kursi.

"Kurasa kita mendapatkan cerita pertama," kata Irene memberi pengumuman. Ia memberikan Seulgi sebuah senyuman penuh arti.

+++

Siapakah? • Red VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang