CH 0

6 0 1
                                    

"Selamat bu, anak kembarnya semua selamat" Ucap salah satu dari suster yang sedang menimang anak. Kedua suster tersenyum memberikan anak yang sedang digendongnya kepada perempuan yang tengah terkulai lemah di atas kasur. Perempuan itu tersenyum saat melihat buah hatinya lahir dalam keadaan sehat dan tanpa kecacatan sedikitpun.

"Kamu Jaya dan kamu Raya" ucapnya pelan menamai dua anak kembarnya.

***

Tahun terus berganti, Jaya dan Raya tumbuh sehat seperti anak-anak normal lainnya, hal ini benar-benar membuat sang ibu senang. Naya tersenyum saat mengantarkan kedua anak kembarnya itu pada hari pertama mereka sekolah, setelah berusia enam tahun kini saatnya mereka mulai belajar dilembaga formal. Raya terlihat cemberut saat disuruh masuk ke dalam kelas, namun reaksi berbeda dilihatkan oleh Jaya, dia begitu semangat untuk bersekolah.

Naya hanya dapat menggeleng kepalanya saat melihat anak kembarnya itu mulai bertingkah di dalam kelas, terutama melihat tingkah Raya. Sesekali Raya sesunggukan saat wali kelas mengajar pelajaran, dan sepanjang pelajaran dia hanya menutupi wajah dengan kedua tangannya. Jaya hanya dapat melihat kakak kembarnya bingung, menurutnya sekolah cukup menyenangkan, yang dia butuhkan hanya duduk diam dan menyimak apa yang guru bicarakan. Dua anak kembar yang saling bertolak belakang itu menjadi perhatian bagi banyak orang, sesekali mereka tersenyum melihat tingkah Raya dan melihat bagaimana Jaya merasa terganggu dengan sikap kakaknya.

***

Kedamaian keluarga kecil Naya terganggu saat usia kedua anak kembarnya berumur 12 tahun. Semenjak usia 8 tahun, Jaya menunjukan perkembangan tubuh yang begitu pesat. Saat umurnya 11 tahun, tinggi tubuhnya sudah sebanding dengan kebanyakan orang dewasa pada umumnya. Pertumbuhan itu sangat mengkhawatirkan, terutama saat Jaya merasa kakinya mulai terasa lemas dan kepalanya sering terasa sakit. Jaya mulai berteriak seperti orang gila saat sakit kepalanya muncul, selain berteriak dia juga kerap menggerakan tubuh raksasanya tanpa kontrol saat merasa sakit, dan itu membuatnya dijauhi oleh teman-teman sebayanya. Selain itu, semenjak beberapa bulan yang lalu, Jaya mulai memakai tongkat untuk bersekolah, tubuhnya menjadi tidak seimbang dan dia kesulitan berjalan.

Naya hanya dapat terkejut saat mendengar diagnosis dokter tentang keadaan Jaya. Jaya terindikasi mengidap penyakit gigantisme dan acromegaly, sebuah penyakit yang menyebabkan tidak terkontrolnya hormon pertumbuhan. Naya hanya dapat pasrah saat mendengar Jaya harus segera dioperasi untuk mengangkat tumor penyebab penyakitnya tersebut. Sekalipun Naya bukan berasal dari keluarga tidak mampu bahkan cenderung kaya, namun untuk mendapatkan uang hingga ratusan juta bukan perkara mudah, terutama sebagai orang tua single. Dia terpaksa menabungkan seluruh uang dari hasil gaji dan mencairkan beberapa saham miliknya agar memiliki uang tersebut. Bahkan setelah melakukan itu semua, dia baru dapat memiliki uang yang cukup setelah setahun lamanya dia berusaha.

Beruntung Jaya masih terlalu kecil untuk mengetahui itu semua, yang dia tahu hidupnya sangat merana karena tubuhnya. Tubuh yang menjulang tinggi membuatnya sering dihina oleh teman-teman sebayanya. Tubuh yang tinggi itu membuatnya tidak dapat duduk di depan, sedangkan efek lain dari penyakitnya adalah gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan itu bukan permasalahan yang dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan kacamata, oleh sebab itu Jaya hanya dapat menggantungkan diri kepada Raya untuk mencatat semua mata pelajaran.

Raya kecil sedikit terganggu dengan kondisi yang dimiliki oleh adik kembarnya. Raya dikenal sebagai bunga sekolah, namun memiliki saudara kembar yang cacat. Hal yang paling membuatnya kesal adalah dia harus membantu Jaya untuk belajar! Dia harus mencatat seluruh pelajaran yang guru tuliskan di papan tulis. Raya kecil terkenal sangat tidak menyukai mencatat ataupun belajar hingga sang adik terkena gangguan penglihatan. Dia biasanya asik mengobrol dengan teman-teman perempuannya ataupun berkaca di kamar mandi jika bosan dengan pelajaran, namun kini dia tidak bisa melakukan itu semua.

Sekalipun begitu, Raya tetap menyayangi sang adik sepenuh hati. Salah satu alasan mengapa Jaya tidak dibully secara fisik adalah Raya, dia kerap mengancam siapapun yang berani menyentuh sang adik untuk dipukuli. Berkat kecantikannya, tidak sedikit bocah laki-laki yang tergila-gila dengannya, mereka siap melakukan apa saja yang Raya minta. Jaya sendiri tidak menyukai cara yang Raya lakukan, dia adalah laki-laki dan dia tidak ingin dilindungi perempuan, namun dia cukup rasional melihat badannya yang tidak dapat berbuat apa-apa.

Jaya dan Raya selalu berpikir kapan semua ini akan berakhir.

***

"Jaya, kamu tenang saja ya. Sebentar lagi dokter akan mengangkat penyakit kamu" Ucap Naya menenangkan Jaya.

Jaya terbaring lemah diatas kasur operasi, sebentar lagi dia akan menjalani operasi pengangkatan tumor yang menyebabkan hormon pertumbuhannya tidak terkendali. Saat melihat pintu kamar operasi, Jaya merasa ketakutan. Dia berusaha bangkit, namun salah seorang suster segera mencegahnya. Jaya nyaris berontak jika tidak ditenangkan oleh Naya dan Raya. Sadar bahwa ini adalah proses untuk dapat membuatnya sembuh, Jaya berusaha untuk tenang dan pasrah. Ini semua adalah jalan yang terbaik, pikirnya.

Saat Jaya hilang dibalik pintu operasi, Naya berusaha menahan air matanya.

"Ma, Jaya akan baik-baik saja?" Tanya Raya khawatir. Naya menjawab pertanyaan anak sulungnya itu dengan anggukan.

"Kamu tenang saja nak, semua akan baik-baik saja"

Mendengar jawaban sang mama, Raya tersenyum. Sebentar lagi dia akan bebas dari tugasnya selama ini, tugas untuk mencatat dan belajar. Raya pada dasarnya adalah seorang murid cerdas, namun sifatnya begitu malas hingga dia kerap berada di peringkat tengah. Semenjak Jaya sakit, Raya berhasil mendapatkan peringkat sepuluh besar setelah penerimaan rapot. Sekalipun tahu bahwa belajar membuatnya berada di posisi atas, namun bukan Raya namanya jika dia mau terus melakukan hal tersebut.

Hari ini semua akan berakhir.

***

"Maksud dokter mengatakan itu..?" Suara Naya terbata-bata, seakan tidak mengerti apa yang dikatakan dokter.

"Maaf Bu Naya, sekalipun Jaya sudah berhasil mengalami pengangkatan tumor, namun dia masih tetap menderita acromegaly ringan. Nantinya dia mungkin tidak akan tumbuh seperti dulu, namun dia akan tetap mengalami penebalan tulang"

Naya bagai tersambar petir saat mendengar perkataan dokter tersebut. Jaya belum tentu sembuh total!

"Ibu tidak perlu khawatir, penebalan tulang yang dialami Jaya tidak akan jauh berbeda dibandingkan dengan anak pada umumnya, tidak sampai membahayakan jiwa. Pada kasus Jaya ini yang perlu menjadi perhatian penting adalah pertumbuhan hormon testoteronnya, jika tidak diobati bisa menyebabkan disfungsi seksual permanen. Tapi itu bukan berati tidak ada pengobatannya."

Mendengar pernyataan dokter tersebut, Naya menjadi takut. Dia bersyukur jika memang Jaya bisa diobati, namun dia tidak tahu harus melakukan apalagi jika pengobatannya memerlukan dana yang tidak kalah besar.

"Tapi dok, biayanya...?" Ujar Naya khawatir.

"Bu Naya tidak perlu khawatir. Jika ibu mau saya bisa memberikan jalan keluar masalah dana" Ucap dokter itu menyeringai.

***

Raya kecil termenung mendengar percakapan ibunya dengan dokter yang menangani Jaya. Sekalipun usianya masih belia, tapi Raya cukup nakal untuk mengetahui apa arti 'disfungsi seksual'. DIa tidak dapat membayangkan jika Jaya tidak dapat menegakan barangnya seperti yang pernah dia lihat di salah satu video porno milik teman lelakinya. Jika dia tidak bisa membangunkan barangnya, bagaimana nanti Jaya bisa memiliki anak? Pikirannya terus mengawang membayangkan nasip sang adik.

Raya memandang tubuh sang adik yang belum sadarkan diri, terutama pada bagian diantara kedua kakinya. Tanpa sadar, Raya memegangi tangan sang adik, dia tidak dapat membayangkan bagaimana nasip adiknya kelak jika kebanggaan pria tidak dapat berfungsi. Raya masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana teman laki-lakinya dengan bangga memamerkan ukuran mereka masing-masing saat berdiri tegak. Raya menciumi tangan sang adik, berharap dia dapat segera sadar.

Raya menguatkan diri, dia akan membantu sang adik tidak kehilangan kemampuan berdiri tegaknya! Dengan pengetahuannya yang terbatas, Raya mengira jika dia bertelanjang badan dan melakukan seperti yang ada di video porno milik temannya itu, dia dapat mencegah disfungsi seksual Jaya. Raya kemudian mengambil handphonenya dan mencari referensi video-video terlarang.

Adieamus OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang