CH 2

5 0 4
                                    


Jaya berdiri menunduk di dalam sesaknya bus angkutan umum. Bus adalah transportasi Jaya sehari-hari selama bersekolah. Biasanya dia menggunakan bus bersama Raya jika mereka pulang ke rumah, namun akhir-akhir ini mereka sangat jarang bersama karena kesibukan masing-masing. Jaya merasakan seseorang menatapnya tajam selama berada di dalam bus, namun setiap kali dia menoleh perasaan itu hilang.

Jaya kemudian berusaha mengalihkan pikirannya dan mengambil hpnya dari dalam tas. Dia kemudian membuka messanger dan melihat Raya menanyakan keberadaan dirinya, Jaya langsung menjawab jika dia berada di bus. Raya kemudian memberikan balasan jika dia ingin menonton di bioskop dekat rumah mereka, Jaya mengiyakan ajakan Raya. Dia kemudian menyimpan handphonenya kembali dan menunggu bus tiba sampai tujuan.

Saat tiba, Jaya segera bergegas menuruni bis dan setengah berlari menuju salah satu angkot yang baru saja mau jalan. Tanpa di duga-duga sebuah tangan melesat mengenai rahang bawah Jaya, tanpa bisa melindungi diri, tangan itu mengenai rahang Jaya. Pukulan itu membuat Jaya sedikit limbung, namun dia berusaha agar tetap sadar, matanya segera bergerak menuju arah penyerangnya.

Jaya terkejut melihat orang yang menyerangnya ternyata adalah kakek tua renta yang dia lihat di dalam bis. Kakek tua itu mengenakan pakaian rapih, saat di bus, Jaya tidak menyadari kakek tua itu ternyata memiliki badan yang sangat tegap dan gagah. Tangan kakek tua itu terlihat berotot dipenuhi urat, dan dari celana bahan tipisnya terlihat bagaimana bentuk kaki kakek itu sangat kokoh. Jaya hanya dapat mengernyitkan dahi melihat kakek tua itu.

"Maaf, apa saya ada salah dengan kakek?" Tanya Jaya bingung. Kakek itu mengernyit.

"Kau sudahku pukul masih coba beramah tamah! Laki macam apa kau!?" Kakek tua berbalik tanya, bahkan ada sedikit kemarahan di dalam kata-katanya.

"Cuma badan kau saja yang bagus! Ternyata jiwa kau sungguh sangat disayangkan!"

Teriakan kakek tua itu menarik perhatian seluruh pengguna jalan. Beberapa orang mulai bertanya-tanya apa yang tengah terjadi. Jika orang melihat Jaya dan kakek tua itu berkelahi, tentu dapat disimpulkan kakek tua itu akan mati hanya dalam satu kali pukul. Beberapa orang bahkan terlihat bersiap-siap melerai jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Jaya hanya mengernyitkan dahi melihat tingkah sang kakek. Dia bukan pengecut, namun situasi saat ini benar-benar aneh, dia tiba-tiba dipukul seorang kakek-kakek yang bahkan tidak di kenalnya. Seharusnya kakek tua itu bersyukur dia tidak melakukan apa-apa setelah dipukul tanpa alasan, tapi sepertinya kakek tua itu tidak berniat menjelaskan apa yang dia mau karena kakek tua itu masih tetap mengumpat dirinya.

Jaya terpaksa tidak mempedulikan kakek tua gila itu. Raya sudah menunggunya dirumah, dan dia tidak ingin terlambat. Dengan langkah lebar, Jaya meninggalkan kakek itu sendirian. Namun alangkah kagetnya dia ketika tiba-tiba kakek itu berlari dan meloncat, kakinya diayunkan kearah muka Jaya. Jaya yang lagi-lagi tidak siap dengan serangan dari kakek itu menerima telak tendangan kakek itu di kepalanya.

Jaya merasa kepalanya dihantam oleh besi saat tulang kering kakek itu mengenai jidatnya. Badannya bergetar hilang keseimbangan. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa kakek tua renta itu memiliki kekuatan seperti badak. Jika kakek-kakek yang ada di hadapannya adalah orang biasa, maka sudah dapat dipastikan kaki kakek itu akan patah terkena tengkorak Jaya yang mengalami perubahan kepadatan karena penyakitnya.

"Luar biasa! Bahkan kau sudah berhasil mengolah kekuatan tulangmu hingga ke kepala! Katakan nak, dimana kau belajar ilmu silat!" Kakek tua itu tersenyum tiba-tiba.

Jaya hampir pingsan mendengar perkataan kakek tua gila dihadapannya. Belajar ilmu silat? Jika hanya berantem dia pernah, tapi belajar ilmu? Dia bahkan tidak pernah memikirkannya.

"Saya tidak mengerti kata-kata kakek! Jika memang saya ada salah pada kakek, katakan dimana salah saya!" Teriak Jaya penuh kemarahan dan menahan malu karena dipecundangi oleh kakek tua renta.

Orang-orang disekitar mereka berdua mulai berbicara satu sama lain. Mereka kaget melihat keganasan sang kakek dengan tiba-tiba menendang Jaya di kepala. Selain itu mereka juga membicarakan kemampuan kakek tua itu yang mampu loncat hingga mirip seperti orang yang terbang.

"Maksudmu kau tidak belajar ilmu silat? Aneh, sungguh aneh! Jangan bilang kau adalah pengidap acromegaly!?" Ujar kakek itu kaget.

Mendengar pertanyaan kakek itu, Jaya jauh lebih kaget, bagaimana mungkin kakek tua brutal seperti dia tahu mengenai penyakit semacam acromegaly.

"Kakek tahu acromegaly?" Ucap Jaya kaget.

Kakek tua itu terlihat memikirkan sesuatu, lalu menatap Jaya dalam-dalam.

"Bodoh jika aku tidak tahu anugrah seperti itu! Dunia medis bodoh saja yang mengatakan itu sebagai penyakit karena mereka tidak tahu cara memanfaatkannya!" ucap kakek itu setengah berteriak.

Jaya memperhatikan keadaan sekitar, orang-orang sudah mulai meninggalkan mereka berdua. Jaya yang menjadi tertarik dengan ucapan kakek itu akhirnya menawarkannya untuk mampir kesebuah rumah makan. Kakek itu marah ketika Jaya menunjuk salah satu restaurant fast food dan lebih memilih untuk masuk ke dalam warung kopi di depan pusat perbelanjaan dekat dengan terminal bus.

Saat memasuki warung kopi, kakek tua itu memesan satu gelas kopi pahit dan semangkuk mi instan. Jaya lagi-lagi dibuat geleng-geleng kepala, dia tidak mau makan makanan fast food namun lebih memilih makan mi instan. Jaya kemudian membuka percakapan diantara mereka berdua.

"Maaf kek, maksud kakek memanfaatkan acromegaly itu apa?" Tanya Jaya penasaran. Entah mengapa, dia mendapatkan perasaan jika penjelasan kakek ini adalah kunci dari permasalahannya.

"Sebelum aku menjelaskan apa guna acromegaly, coba katakan apa saja yang dunia medis katakan tentang penyakitmu?" Tanya kakek tua dengan suara bijaksana. Jaya hanya mengerlingkan matanya mendengar suara sang kakek.

Jaya kemudian menjelaskan apa yang terjadi padanya semenjak dia kecil hingga sekarang. Mulai dari masa dia merasakan sakit kepala karena gigantisme hingga dia harus mendapatkan terapi hormon agar tidak menderita impotensi. Jaya selalu merahasiakan bagian kemungkinan dia bisa impoten kepada semua orang, namun entah mengapa dia merasa perlu menceritakan semuanya kepada sang kakek. Saat ini dia sangat tertekan dengan kondisi tubuhnya, dan dia akan melakukan apapun selama dia bisa sembuh.

"Apa kau pernah mendengar cerita gajah mada?" Kakek itu bertanya lagi, Jaya mengangguk.

"Gajah mada adalah orang yang memiliki penyakit sama seperti kau! Dia mengalami apa yang disebut gigantisme dan acromegaly dalam dunia medis. Namun apa kau tahu sebutan penyakit pada zaman dulu? Tubuh bathara kala! Tubuh penghancur!" Ucap kakek itu serius.

"Gajah mada berarti gajah tengil, apa kau tahu kenapa dia disebut gajah tengil!? Hal itu karena dia melakukan apapun yang dia inginkan dengan kemampuan silatnya!" lanjutnya.

Jaya merasa bingung dengan poin yang ingin disampaikan oleh sang kakek.

"Apa kau pernah mendengar istilah id, ego dan superego?" Tanya kakek itu lagi.

Jaya lagi-lagi hanya menggeleng.

"Bocah bodoh! Apa yang di ajarkan disekolah zaman sekarang! Bahkan kau tidak tahu istilah dasar psikologi!"

"Id, kemauan dasar manusia! Ego keinginan dasar manusia! Superego tenggang rasa manusia! Kau bahkan ini saja tidak mengerti! Pengidap penyakit acromegaly akan dikutuk dengan superego yang besar dan id yang tertahan! Ini hal yang gagal dipahami oleh ilmu kedokteran! Mereka mengatakan ilmu serat jiwa hanya ilmu fiktif, tapi tidak paham apa inti ilmu serat jiwa!" Kata kakek itu marah.

Kali ini Jawa benar-benar tidak mengerti apa yang kakek itu katakan. Dia mengambil handphonenya dan mengatakan pada Raya bahwa dia tengah terjebak dengan orang gila dan akan terlambat pulang.

"Kau sepertinya tidak memahami apa yang aku katakan sama sekali. Aku akan menjelaskannya padamu satu persatu!" lanjut kakek seraya menyeruput kopinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adieamus OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang