/penjelasan/
Tutup saja matamu, dan bayangkan hal indah yang akan kamu lakukan. Itu adalah yang biasa diucapkan oleh seorang ibu yang berusaha menenangkan anaknya dalam kegelapan malam. Tapi, di rumah ini tidak ada anak yang menuruti kata orang tuanya. Mereka di besarkan dan di tumbukan dengan cara yang berbeda. Dan pastinya tidak untuk sembarang mematuhi orang.
"Ari, cuci maskermu dan cepat lihat dia." Taylor masuk ke dapur dengan setelan piyama pendek berwarna biru. Ia langsung menyambar pintu kulkas dan mengambil sebotol susu.
Ariana yang juga masih menggunakan piyama pendeknya melepaskan mentimun dari mata. Kulit wajahnya terasa kencang dan ia kesulitan untuk menengok. "Kutebak, kau tidur satu ranjang dengan orang yang kau borgol?"
"Ya, kau benar." Taylor menuangkan susu ke gelasnya dan meneguknya dengan cepat. Hari pertama, Taylor butuh tenaga ekstra.
"Aku masih bingung, bagaimana bisa kau mengikatnya dalam ranjang besar?" Ari agak kesusahan berbiacara karena maskernya mulai menarik kulit wajahnya.
"Aku mengikatnya di ranjang kecil."
"Dan kau tidur berdua di sana?" Ari memanyunkan bibirnya untuk berbicara dengan gertakan gigi depan. Ia berusaha menganggkat alisnya, tapi itu sangat susuh. Dan ia tak mau maskernya rusak karena satu gerakan konyol.
Taylor meneguk abis gelas di susunya. "Iya."
Ariana kehabisan akal dengan sahabatnya yang satu itu. Ia hanya meletakkan kembali mentimunya di mata. Sambil mengela nafas. "Kenapa orang yang kudapat selalu menyebalkan?"
Taylor memicingkan matanya. Ia merasa di salahkan. Tapi tolong jangan salahkan Taylor. Ia hanya disuruh. Senyum licik Taylor keluar sebelum waktunya. Mereka hanya para pesuruh.
"Hei!" Satu lagi wanita cantik dengan rambut coklat berombak. Selena. Dia memandangi kedua sahabatnya dengan bingung. "Kenapa kalian langsung diam saat aku masuk?"
Ariana melepas mentimunnya lagi. Memandang wanita di depannya dengan muka datar. Mirip hantu. Sedangkan Taylor hanya memicingkan matanya ke arah Selena.
"Kau dari mana?"
"Kamar mandi. Aku komplikasi. Ehm, atau tidak, sepertinya asam lambungku naik." Selena memegang perutnya dengan memelas seakan rasa yang ia maksud teramat sakit dari apa yang di bayangkan. Dirinya juga masih memakai piyaman pendek. Sama seperi sahabatnya yang lain.
"Kau kebanyakan makan-makanan yang asam atau--?" Ariana berusaha mengangkat sebelah alisnya. Dan, Gotcha! Satu gerakan konyol mengubah semua. Kulitnya terasa sangat lembek. Seperti jelly yang baru di buka bungkusnya. Jelas, maskernya kali ini tidak berhasil. Hanya karena satu gerakan konyol.
"Uh, tidak. Aku semalaman tidak makan." Selena manyun memandangi perutnya. Seakan tak lama lagi perutnya perlahan akan buncit. Ia berjalan memutari meja makan untuk membuka pintu kulkas.
"Serius, kau tak makan? Diet?" Ariana dengan segala kegagalan maskernya menatap Selena menggoda. Setahunya, anak itu menghindari diet. Walaupun begitu, tubuhnya tetep bagus. Tidak seperti dirinya dulu. Ia pernah mendapatlan beberapa tahap ekstrem untuk mendapatkan tubuh mungil.
"Tidak, tentu saja. Aku hanya lupa." Dia mengeluarkan kotak sereal miliknya dan juga mengambil mangkok. Kebiasaan normal Selena. Ariana menghembuskan nafas lega ketika melihatnya. Satu yang ia ketahui, temannya masih waras. Dia kira, Selena tidak menyukai makan lagi dan mogok makan. Padahal, Selena ini adalah seorang pemburu makanan.
Ariana beranjak dari sana untuk membilas wajahnya. Maskernya tidak sepenuhnya gagal. Ia masih bisa merasakan sebagian efek masker di wajah imutnya. Tapi ia merutuki dirinya, wajahnya tidak sebagus dulu. Terlalu banyak minyak dan keringat. Ia belum sempat ke dokter kecantikannya untuk menangani itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck
FanfictionBisa stuck tengah jalan gue nulis ginian . . . Warning!!! Cerita ga je, asal- asalan, dan mengakibatkan pembaca pusing tujuh putaran wkwkwkwk . . .