Nada

1.1K 16 5
                                    

I warn you, I'm just an amateur writer. Don't get disappointed if this story is going worse, worse and worse. Okay I'm just dreaming. I know you'll not. Love you guys!

***

Selalu saja satu ingatan kecil melintas tiap kali aku mendengar lagu A Thousand Years. Ingatan masa kecil yang selalu mengingatkanku untuk tetap menjaga perasaan ini untuknya. Untuk seseorang yang selalu memanggilku Fay di saat teman-temanku memanggilku Nada.

Pertama kali perasaan ini ada untuknya ketika keluargaku dan keluarganya berlibur di India delapan tahun lalu.

Kami datang saat awal musim semi bertepatan dengan festival warna yang akan dilaksanakan beberapa hari setelah kedatangan kami. Bolehnya turis asing untuk mengikuti festival ini membuat kami juga turut serta datang dan membawa bubuk wangi warna-warni.

Saat itu aku dan dirinya mengenakan kaus putih, bergandengan tangan dengan bubuk warna dalam kantong plastik di genggaman tangan kami yang bebas.

Berbagai teriakan senang menggema di udara, semua yang putih terpercik dengan warna, namun entah bagaimana di tengah suasana gembira itu ibu jarinya terluka dan darah segar mengucur dari sana.

Tidak deras, namun cukup mengerikan bagi anak berusia sembilan tahun.

“Bodoh, bagaimana ibu jarimu bisa terluka?” Tanyaku kala itu dengan suara melengking khas anak kecil.

Dan ketika aku hendak membalut ibu jarinya dengan kausku, Lody menghentikanku. Kemudian tanpa kuduga, Lody mengusapkan ibu jarinya yang berdarah ke keningku.

Wajahnya yang biasanya penuh dengan senyum jahil saat itu menatapku dengan sangat serius dan dia berkata, “Nah Fay, sekarang kau istriku. Aku sudah membuat bindi* di dahimu. Jadi, kau harus janji setia padaku sampai mati, oke?”

Aku yang saat itu takjub dengan perbuatan dan perkataannya hanya mampu mengangguk tanpa berkata apa-apa.

Kemudian acara penyiraman air berlangsung dan bindi itu hanyut tersapu air bersama dengan janji setia yang sudah kusanggupi.

Aku memejamkan mata ketika ingatan kecil itu melintas untuk yang kesekian kalinya dalam ingatanku.

Seharusnya seiring berjalannya waktu aku bisa mengabaikannya dan menganggap itu salah satu dari sekian banyak kenangan indah yang kumiliki. Tapi aku, dengan usiaku yang sudah menginjak 17 tahun, aku tak mengerti kenapa aku masih berpikiran kuno dengan memegang teguh janji masa kanak-kanak itu.

Janji untuk setia padanya sampai mati bahkan ketika aku tak tahu dimana dia sekarang karena sejak liburan itu berakhir dia pindah ke Chicago bersama keluarganya sedangkan aku masih menetap di Indonesia.

Apa yang dipikirkan anak berusia sembilan tahun tentang pernikahan?

Tidak ada.

Seharusnya di usiaku yang sudah menginjak 17 tahun ini aku bisa berpikir logis bahwa itu hanyalah perkataan angin lalu yang akan terlupakan seiring berjalannya waktu.

***

*bindi : tanda merah di dahi wanita India yang sudah menikah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nada (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang