Abid Aqila Pranaja

33 0 0
                                    

- Abid Aqila Pranaja -

Mungkin mudah untuk kalian melihat hidupku dari kaca mata kalian, semua yang ku inginkan selalu terpenuhi apapun itu. Yaa mungkin itulah nyang selalu aku perlihatkan kepada orang-orang diluar sana, indahnya hidupku, bahagianya menjadi diriku. Tak ada yang mengerti aku selama ini semuanya hanya melihat bahagiaku, melihat aku kuat tanpa tahu betapa rapuhnya aku.

Bertahun-tahun ku menahan ini. Membiarkan rasa benci ini tumbuh besar kepada kedua ibuku yang ku anggap telah menghancurkan hidupku, membiarkanku dalam kesepian yang teramat sakit ku rasakan, disaat teman – teman seusiaku merasakan indahnya berjalan dituntun ibunya. aku hanya bisa menatapnya dari jauh dan berharap suatu saat itu akan terjadi padaku.

Dari kecil ku telah merasa jauh dari ibuku, ku merasa hidup sendirian didunia ini melakukan apapun yang aku suka tanpa pernah takut mengecewakan siapapun, tak pernah perduli akan malunya Ibu jika yang ku lakukan mendapat cemoohan orang. Yaa, kupikir iapun tak pernah memikirkan aku, tak pernah sekalipun ia menanyakan berapa nilaiku hari ini, apa yang terjadi pada hidupku hari ini, adakah hal bahagia yang aku dapatkan, ia hanya perduli hidup dirinya sendiri.

Ibu dengan suami barunya, ayah dengan pekerjaannya, mungkin memang mudah disaat mereka berpisah karena saat itu tak sedikitpun aku mengerti akan indahnya kasih sayang, saat itu yang ku pikirkan hanyalah menangis untuk mendapatkan susu, meminta dot pada Ibu, hanya itu yang ku mengerti. Namun saat ini usiaku menginjak 18 tahun bagaimana mungkin aku tak mengerti indahnya kasih sayang yang tak pernah aku rasakan sejak usiaku 3 tahun, disaat Ibu dengan teganya menikah lagi dengan lelaki yang kaya raya tanpa memperdulikan bagaimana caraku menjadi dewasa.
Namun kusadar Ayahku lelaki yang tegar hingga aku sangat mencintainya seperti aku mencintai diriku sendiri, Dia berusaha agar aku mendapatkan cukup kasih sayang namun sehingga aku menjadi anak yang pintar. ku sadar beratnya perjuangan Ayah membesarkanku tanpa bantuan Ibu, Ayah harus menjadi Ayah sekaligus Ibu untukku.

Ayah bekerja dari pagi sampai tengah malam hanya agar aku bisa seperti anak – anak lain, aku ingat saat itu saat usiaku 6 tahun aku menangis minta dibelikan sepeda dan Ayah dengan kerja kerasnya berusaha membelikannya, Dia bekerja mati – matian hanya untuk membelikanku sepeda padahal saat itu harga sepeda hanya Rp 60.000, betapa besar kasih sayang Ayah saat itu padaku, setiap aku ulang tahun tak pernah sekalipun Ayah lupa membelikanku hadiah padahal aku tahu saat itu keuangan Ayah sangat sulit karena Ayah hanya bekerja sebagai pesuruh disalah satu Taman Kanak-Kanak namun tak pernah sekalipun Ayah melupakan ulang tahunku, saat nilaiku bagus Ayah selalu membelikanku mainan, walaupun tak seberapa namun aku senang.

Ayah tahu aku hobi membaca dan apabila TK akhir tahun banyak buku yang akan dibuang Ayah selalu mengambilkannya untukku. Aku rindu saat-saat itu. Aku rindu saat Ayah memelukku ketika aku tidur dan aku lepas pelukan itu karena aku merasa risih dengan pelukannya, saat aku ketakutan dan dia ada untuk menenangkanku, saat dia mengajariku membaca dan menghapal ayat – ayat pendek, aku rindu masa – masa itu. Seandainya aku sadar dulu betapa berharganya pelukan itu aku takkan pernah melepaskannya, aku ingin dipeluk Ayah selamanya, namun kini semuanya terlambat.

Ayah meninggalkanku saat hendak pergi menyaksikan Prestasi kelulusanku di Smp. Dia meninggalkanku, meninggalkanku untuk selamanya. Karena kecelakaan sialan itu!

Mendengar kabar Ayah sudah tidak ada. Ibu merasa dunia memberinya uang 1 milyar. Dia senang! Dia sangat senang. Sampai aku semakin membencinya, aku jijik dengannya. Hingga aku mengambil kesimpulan bahwa semua perempuan itu sama. Tidak punya hati, tidak punya rasa perikemanusiaan! Dan mereka harus dibenci! Tapi aku tidak tau ini peduli palsu atau peduli asli. Ibu selalu mengirimkan uang ketabunganku setiap bulan. Dan harus kuakui aku menerimanya. Aku harus melawan egoku untuk menolak uang itu. Karena aku hanya bocah SMA yang tidak bisa bekerja. Hidupku berlimpah materi. Rumah bertingkat, apartement pribadi, mobil mewah yang sudah sampai penuh digarasi, dan uang yang tak terhitung jumlahnya.

Dan inilah aku. Abid Aqila Pranaja. Lelaki tampan tapi mengerikan. Pendiam. Tidak mudah bergaul. Playboy. Lelaki yang suka mencampakkan wanita karena dendamnya dengan ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang