Sungguh aku menyesal hingga derasnya air mata sempat mengalir di sela kerutan wajah yang penuh kekecewaan dan membasahi bantal yg menemani sedihku.
Api kekecewaan itu semakin membara ketika ibu meninggalkan rumah dengan memakan hati dari ucapanku tadi.
Seperti halnya saat gedung terlahap api maka mobil pemadam juga semakin banyak menyemprotkan airnya, begitupun juga air mataku semakin deras saat ibu pergi membawa beberapa pakaiannya itu.
Retakan pada tembok kamar kembali muncul karena ulahku, bagaimana aku meminta maaf dan bersujud kepadanya?! Kemana aku harus pergi mengejarnya?! Ahh sial!.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat Bersayap Semu
RandomIni hanya sebuah diary depresiku, yang di dalamnya masih menggunakan kalimat layak untuk dicaci-maki.