Chapter 4

262 32 0
                                    

Chanyeol membuka pintu ruangan tempatku berada dengan tergesa-gesa. Aku tak tahu sebesar apa perasaan Chanyeol padaku pagi hari tadi saat ia mengajakku untuk menikah, sampai aku melihat matanya saat ini. Matanya menunjukkan kemarahan, kekecewaan, kesedihan, keputusasaan dan kekhawatiran yang sangat besar. Aku tahu dia pasti kecewa saat aku mengajukan diriku tadi untuk menggantikan posisi Baekhyun. Tapi ia juga pasti tahu aku tidak punya pilihan lain selain itu.

Ia berlari dan membawa tubuhku ke dalam dekapan tubuh tinggi besarnya. Kuusap punggung lebarnya, kuhirup aroma maskulin yang sudah beberapa tahun ini mendampingiku berburu, menghabiskan waktu di hutan.

"Kau harus menjaga mereka—" kataku.

"Tanpa kau minta pun aku sudah pasti akan melakukannya" balas Chanyeol memotong perkataanku.

Chanyeol melepaskan tangannya dari pinggangku, menangkup pipiku dengan kedua tangannya yang lebar dan sebelum aku dapat mencerna apa yang akan terjadi ia sudah menyatukan bibir kami. Ia miringkan kepalanya, melumat dan menghisap bibir bawahku. Aku hanya dapat memejamkan mata erat. Ini ciuman pertamaku. Hal gila ke tiga yang terjadi hari ini, setelah ia mengajakku menikah, aku menjadi volunteer untuk Baekhyun dan sekarang berciuman dengan Chanyeol.

Para Penjaga Perdamaian yang berdiri mengawasi kami dalam ruangan tampaknya tidak suka dengan tindakan Chanyeol. Mereka memberi tanda bahwa waktu kunjungan sudah habis. Namun Chanyeol kembali memelukku dan semakin erat. Aku hanya dapat menyenderkan kepalaku pada bahunya. Aku ingin waktu berhenti, aku ingin terus seperti ini, aman dalam dekapan Chanyeol.

Harus ku akui, aku sebenarnya adalah gadis yang kuat dan tegar, tapi aku lelah terus-terusan menjadi kuat. Aku ingin sesekali ada yang melindungiku dan mengatakan padaku bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa hidup tidak akan lebih susah daripada memasak air. Dan Chanyeol selalu berhasil memberikan perasaan itu padaku.

Dua orang Penjaga Perdamaian tampaknya sudah tak mau menunggu, mereka menarik bagian belakang kerah baju Chanyeol dan memaksa memisahkan pelukan kami. Chanyeol tentu saja berontak, namun tubuhnya yang tinggi besar tetap kalah kekar dari para Penjaga Perdamaian. Dibutuhkan empat orang Penjaga Perdamaian untuk menarik lepas Chanyeol.

"KAU HARUS MENANG MYUN! HARUS! KAU PANDAI BERBURU, KAU BISA! Aishh.. LEPASKAN!" teriakan Chanyeol masih bisa kudengar meskipun ia sudah diseret keluar menjauh dari ruangan.

Aku kembali terhenyak duduk di sofa. Kubenamkan kepalaku di salah satu bantal beludru seakan apa yang kulakukan ini bisa membendung segala yang terjadi. Orang lain memasuki ruangan, dan ketika mendongak, aku kaget saat melihat ternyata yang datang adalah ayah Wu Yi Fan.

Aku tidak percaya dia datang mengunjungiku. Bisa jadi aku bakalan berusaha membunuh anak lelakinya sebentar lagi. Tapi kami lumayan saling mengenal, dan dia bahkan lebih mengenal Baekhyun. Saat Baekhyun menjual hasil rajutan sweaternya di Hob, dia selalu menyisakan dua pasang kaus kaki rajutan untuk tukang ayam goreng dan sebagai gantinya ayah Yi Fan memberikan beberapa potong ayam Goreng. Kalau ingin melakukan

pertukaran dengannya, kami selalu menunggu saat istrinya yang jahat sedang tidak ada karena suaminya jauh lebih baik.

Tapi kenapa dia datang menemuiku? Tukang ayam goreng itu duduk dengan canggung di salah satu kursi empuk di ruangan ini. Dia lelaki bertubuh besar dengan bahu lebar dan bekas luka bakar di tangannya hasil bertahun-tahun di dekat oven. Dia pasti baru mengucapkan salam perpisahan dengan putranya.

Ayah Yifan mengeluarkan kantong kertas putih dari saku jaketnya lalu mengulurkannya ke arahku. Kubuka kantong itu dan kulihat ada seuntai kalung di sana berantai emas. Perhiasan adalah kemewahan yang takkan pernah bisa kuperoleh.

"Mereka akan mengizinkanmu memakai satu barang dari distrikmu di dalam arena pertarungan. Satu benda yang mengingatkanmu pada rumah. Maukah kau memakai ini?" Dia mengeluarkan kalung emas berbandul bentuk burung sedang mengepakkan sayap yang ia bawa dalam kantong.

"Terima kasih," kataku. Tukang ayam goreng itu sering kali lebih banyak diam, dan hari ini dia tampak kehabisan kata-kata.

"Aku akan mengawasi gadis kecilmu. Memastikan dia bisa tetap kenyang."

Aku merasa beban yang menghimpit dadaku langsung terangkat mendengar perkataannya. Orang-orang biasanya berdagang denganku, tapi mereka dengan tulus menyukai Baekhyun. Mungkin akan ada cukup rasa simpati yang mengupayakan Baekhyun tetap hidup. Kemudian dia pergi dan aku berpikir mungkin selama ini sebenarnya ada beberapa orang yang masih peduli padaku.

Perjalanan dari Gedung Pengadilan sampai stasiun kereta api cukup singkat. Aku tak pernah naik mobil. Naik kereta kuda pun jarang. Di Distrik 6, kami biasanya berjalan kaki. Tidak menangis adalah keputusan benar. Stasiun kereta api penuh dengan wartawan lengkap dengan

kamera mereka yang seperti serangga pengganggu diarahkan padaku. Tapi aku sudah sering berlatih menghapus segala bentuk emosi agar tidak terpampang di wajahku dan aku melakukannya sekarang.

Sekilas kulihat diriku di layar televisi di dinding yang menyiarkan kedatanganku secara langsung dan aku bersyukur bisa tampil dengan wajah bosan seperti itu. Sebaliknya, Yi Fan jelas habis menangis dan yang menarik darinya adalah dia tidak berusaha menutupinya. Aku langsung berpikir apakah ini strateginya untuk Hunger Games kali ini. Dengan tampil lemah dan ketakutan, dia meyakinkan peserta-peserta lain bahwa dia bukanlah lawan yang patut diperhitungkan, baru kemudian dia muncul sebagai jagoan.

Hal ini berhasil dibuat oleh anak bernama Ok Taecyeon dari Distrik 3 beberapa tahun lalu. Dia kelihatannya cuma anak pengecut dan cengeng tak dipedulikan oleh semua orang sampai ketika tinggal beberapa peserta yang tersisa. Ternyata anak laki-laki itu bisa membunuh dengan keji. Caranya bermain sangat cerdik. Tapi ini tampaknya strategi yang aneh dari Wu Yi Fan karena dia putra tukang ayam goreng. Selama bertahun-tahun dia mendapatkan cukup makanan, lagi pula mengangkat nampan-nampan berisi ayam goreng bertumpuk kesana kemari membuat bahunya kekar dan kuat. Dia harus menangis sampai tersedu-sedu tanpa henti untuk meyakinkan siapa pun agar mau menganggap enteng dirinya.

Kami harus berdiri di ambang pintu kereta selama beberapa menit sementara kamera televisi menyorot wajah kami bulat-bulat, kemudian kami diizinkan masuk dan untunglah pintu segera menutup di belakang kami. Seketika kereta api pun bergerak.

Kecepatan kereta api ini membuatku tercengang. Tentu saja, aku tak pernah naik kereta, karena melakukan perjalanan antar distrik termasuk kegiatan terlarang kecuali untuk melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan negara. Bagi distrik kami, tugas ini terutama mengangkut batu-bara.

Tapi ini bukan kereta batu bara biasa. Ini salah satu kereta milik SM yang berkecepatan tinggi, dengan kecepatan rata-rata 250 mil per jam. Perjalanan kami ke pusat kota SM akan makan waktu kurang dari sehari.

Di sekolah, mereka memberitahu kami bahwa pusat kota SM dibangun di tempat yang dulu dinamai Pegunungan Himalaya. Distrik 6 adalah wilayah yang dikenal sebagai negara Korea pada ratusan tahun yang lalu. Bahkan ratusan tahun yang lampau, mereka menambang batu bara disini. Itulah sebabnya para penambang kami harus menggali sangat dalam.

Entah bagaimana pelajaran di sekolah selalu kembali ke batu bara. Selain buku bacaan dasar dan matematika kebanyakan pelajaran yang kami terima berhubungan dengan batu bara. Kecuali untuk kelas mingguan tentang sejarah SM. Kebanyakan sih omong kosong tentang apa saja utang kami terhadap SM. Aku tahu pasti banyak yang tidak mereka beritahukan tentang kejadian yang sesungguhnya terjadi pada masa pemberontakan. Tapi aku tidak menghabiskan banyak waktu untuk memikirkannya. Apa pun kebenarannya, aku tidak melihat itu sebagai cara yang bisa membantuku mencari makan.

Kereta peserta ini lebih mewah dibanding ruangan di Gedung Pengadilan. Masing-masing orang diberi kamar sendiri lengkap dengan kamar tidur, ruang pakaian, dan kamar mandi pribadi dengan air keran yang bisa mengucurkan air dingin dan panas. Di rumah kami tidak punya air panas, kecuali kami memasaknya.

Ada laci-laci yang penuh berisi pakaian-pakaian bagus. Sunny memberitahuku agar melakukan apa yang ingin kulakukan, memakai pakaian apa pun yang kuinginkan, segalanya yang ada disini bisa kukenakan. Hanya saja aku harus siap untuk makan malam dalam waktu satu jam.

Aku melepaskan gaun biruku lalu mandi air hangat dari pancuran. Aku tak pernah mandi dengan air pancuran. Rasanya seperti di bawah siraman hujan, hanya saja lebih hangat. Aku memakai kemeja hijau tua dan celana panjang.

Pada saat terakhir, aku teringat kalung emas dari ayah Yi Fan.

The Hunger Games: remake EXO versionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang