Chapter 6

343 29 3
                                    


Tepat pada saat itu, Kangin terhuyung-huyung masuk ke dalam gerbong. "Aku ketinggalan makan malam ya?" katanya dengan suara tidak jelas.

Kemudian dia muntah di atas karpet mahal dan jatuh ke kubangan muntahannya sendiri.

"Silahkan tertawa!" kata Sunny. Dia melompat dengan sepatu berhak lancipnya mengitari kubangan muntahan dan meninggalkan ruangan.

Selama beberapa saat, aku dan Yi Fan memandangi pembimbing kami yang berusaha bangun dari cairan lengket menjijikan yang menempel di perutnya. Bau muntah dan minuman keras yang tengik nyaris membuat makan malamku naik ke kerongkongan.

Kami bertukar pandang. Seakan ada persetujuan bersama yang tak terucap, aku dan Yi Fan masing-masing memegangi lengan Kangin dan membantunya berdiri.

"Aku kepeleset ya?" tanya Kangin. "Baunya nggak enak," Kangin menyeka tangannya ke hidung,

mencoreng wajahnya dengan muntahan.

"Ayo ke kamar," kata Yi Fan. "Kita bersihkan tubuhmu."

Kami setengah membopong dan setengah menyeret Kangin kembali ke gerbongnya. Karena kami tidak bisa menaruhnya di atas seprai berbordir cantik, kami menariknya ke bathtub dan menyalakan pancuran menyiraminya. Kangin hampir tidak menyadarinya.

"Sudah, tinggalkan saja," kata Yi Fan padaku. "Biar kuurus dia."

Aku bersyukur karena aku enggan menelanjangi Kangin, membasuh muntahan dari bulu dadanya, dan membaringkannya di ranjang. Mungkin saja Yi Fan sedang berusaha menjadi favoritnya saat Hunger Games dimulai. Tapi melihat keadaan Kangin sekarang, dia takkan punya ingatan tentang hal ini besok.

"Baiklah," sahutku. "Aku bisa memanggil pelayan dari SM untuk membantumu.", Ada beberapa orang dari SM di kereta ini. Memasak untuk kami. Melayani kami. Mengawal kami. Menjaga kami adalah tugas mereka.

"Tidak. Aku tidak mau dibantu mereka," tukas Yi Fan.

Aku mengangguk dan berjalan menuju kamarku sendiri. Aku mengerti bagaimana perasaan Yi Fan. Aku sendiri tidak tahan melihat orang-orang dari SM. Tapi membuat mereka mengurus Kangin mungkin bisa jadi semacam balas dendam.

Aku jadi memikirkan alasan kenapa dia berkeras mengurus Kangin seorang diri dan mendadak aku berpikir, Itu karena dia memang baik. Perbuatan baik yang sama seperti ketika dia membawakan bekal untukku. Pemikiran itu membuatku terhenyak.

Selama beberapa saat aku berdiri memandang ke luar jendela kereta, berharap aku bisa membuka

jendela lagi, tapi aku tidak yakin dengan kemungkinan yg bisa terjadi jika aku membuka jendela ketika kereta bergerak secepat ini. Di kejauhan, aku melihat cahaya dari distrik-distrik lain. Mungkin Distrik 4? Aku tidak tahu. Aku memikirkan orang-orang yang berada di dalam rumah mereka, bersiap-siap tidur. Aku membayangkan rumahku, dengan jendela yang ditutup rapat.

Apa yang sedang dilakukan Baekhyun dan Eommaku sekarang? Apakah mereka sanggup makan malam? Menu malam ini adalah kalkun hasil buruanku dan Chanyeol tadi pagi. Ataukah mereka membiarkan makanan itu tak tersentuh di piring? Apakah mereka menonton tayangan ulang rangkuman acara hari ini di TV tua yang ditaruh di atas meja menempel pada dinding? Tentu akan ada air mata lagi. Apakah ibuku bisa tetap bertahan, tetap kuat demi Baekhyun? Atau apakah dia mulai menghilang lagi? Menempatkan beban pada bahu adikku yang rapuh?

Membayangkan rumah membuat hatiku perih dengan rasa kesepian. Hari ini seakan tak pernah berakhir. Apa benar aku dan Chanyeol baru tadi pagi makan kerang darat bersama? Rasanya seperti kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang lampau. Seperti mimpi yang panjang berubah menjadi mimpi buruk. Mungkin jika aku tidur, aku akan terbangun di Distrik 6, tempatku seharusnya berada.

Mungkin di laci-laci kamar ini terdapat banyak gaun tidur, tapi aku hanya melepaskan kemeja dan celana panjangku lalu naik ke ranjang hanya dengan pakaian dalam. Seprainya terbuat dari bahan yang halus seperti sutra. Selimut tebal dan empuk langsung memberikan kehangatan. Jika aku ingin menangis, sekaranglah saat untuk melakukannya. Besok pagi, aku bisa membasuh bekas bekas air mata dari wajahku. Tapi tidak ada air mata yang keluar. Aku terlalu lelah atau kebas untuk menangis. Satu-satunya hal yang kudambakan adalah berada di tempat lain. Jadi kubiarkan kereta ini membuaiku hingga terlena.

Cahaya kelabu membias di antara tirai ketika suara ketukan membangunkanku. Kudengar suara cempreng Sunny, menyuruhku bangun. "Bangun, bangun, bangun! Hari ini hari besaaaaaar!"

Aku bangkit dari posisi ku berbaring dan menatap pemandangan yang terus berkelebat di luar jendela kereta. Kupakai baju hijau yang kukenakan kemarin karena bajunya masih bersih, hanya sedikit kusut karena semalaman teronggok di lantai. Jemariku menelusuri lingkaran di sekelilimg hiasan kalung mockingjay emasku dan aku teringat pada hutan, dan ayahku.

*Author's Note: Mianhae publishnya lama, dan tiga chapter terakhir ini copas banget dari versi aslinya. untuk chapter-chapter selanjutnya diusahakan jalan ceritanya berbeda dengan yang asli, dan rencananya saya ingin side story versi Gale-Prim (Chanyeol-Baekhyun)

The Hunger Games: remake EXO versionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang