46

2.5K 98 2
                                    


Hari pernikahan ku pun akhirnya tiba.

Acara ijab qabul pun berlangsung di rumah ku tepat jam 8 pagi, nanti.


Saat ini jam 6 pagi, setelah aku selesai mandi kembang, meski aku harus menahan dingin nya air , aku pun segera di bawa ke kamar untuk di rias.


Setelah beberapa kali aku protes kepada perias ku, agar make up yang ku kenakan tidak ketebalan atau menor, akhirnya saat aku melihat bayangan diri ku di depan cermin, aku sangat takjub kepada perias ku.
Sangat bagus, natural, dan tidak berlebihan. Persis seperti apa yang ku ingin kan.
Aku pun tersenyum puas setelah itu.

Setelah itu, aku mengganti baju ku dengan kebaya putih pilihan tante Fany.

Setelah selesai mengganti baju dan rambut ku telah selesai di tata dengan rapi, aku mendengar suara ramai di luar.

Mungkin, keluarga Irfan sudah datang, batin ku.

Lalu aku pun keluar dari kamar ku untuk menyapa Irfan karena hampir seminggu aku tidak bertemu dengan nya, karena pingitan.
huft, I missed him so much.

Tapi aku langsung buru-buru di tahan, agar tetap masuk ke dalam kamar.

Katanya, aku tidak boleh keluar kamar, sebelum aku sah jadi istri nya Irfan.
Begitu tradisi di sini, kata nya.

Ahh, menyebalkan.



Lalu aku kembali duduk di depan meja rias ku, sambil menatap jam tangan di pergelangan kiri ku.
Sudah pukul 8, dan aku yakin sebentar lagi acara nya mau di mulai.

Dan yap..

Benar.

Acara pun akhirnya di mulai.
Papah, penghulu, dan keluarga Irfan sudah ada di ruang tamu semua nya.
Mereka mulai untuk proses ijab qabul.




Sementara itu di kamar..

Mamah ku pun sedang berusaha menenangkan ku dengan nasehat-nasehat nya. Aku pun mengangguk lemah mendengar nya.

Mamah ku sangat tahu, aku sangat gugup dengan pernikahan ini. Aku memang sedikit takut dengan proses kehidupan ku yang baru nanti, bersama pa Irfan. Meski aku sudah sangat mempercayai calon suami ku itu.
Mamah ku sangat paham dengan apa yang ku rasakan.

Aku masih takut jika suatu hari nanti pernikahan ku akan gagal seperti orang tua ku dulu.
Tapi mamah berusaha meyakinkan ku, agar itu semua tidak akan terjadi kepada ku, jika kami saling mengerti dan menyayangi satu sama lain di dalam nya.

Aku pun berusaha menenangkan diri ku, dan memberanikan diri ku agar bisa mendengar suara ijab qabul yang di ucapkan oleh calon suami ku itu.

Begitu Irfan mengucapkan ijab qabul dengan lantang nya di depan sana, sementara tangan ku pun masih gemetaran, aku pun menunduk ke bawah, tak berani dengan apa yang ku dengar.
Kemudian tak lama setelah itu para saksi mengucapkan kata 'sah' bersamaan, dan di susul oleh suara 'Alhamdulillah'.

Mamah yang berada di kamar ku saat itu juga langsung mengucapkan hamdalah sambil memeluk ku.

Aku pun sedikit lega begitu mamah memeluk ku saat itu.

Mamah kemudian menuntun ku agar segera keluar dari kamar dan bersaliman dengan orang yang sudah sah menjadi suami ku, sekaligus bersaliman dengan orang tua kami juga.

Tetapi entah mengapa, kepala ku tiba-tiba terasa sakit saat itu , dan mata ku mendadak menjadi berat dan sulit sekali untuk terbuka.
Tubuh ku pun terasa berat, dan rasa nya aku sudah tidak kuat lagi.

Girl That Never WantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang