***
Sen menatap pantulannya di cermin, sekali lagi ia menggulung lengan kemejanya, walau setelahnya diulurkan lagi gulungan itu, lalu menggulungnya sekali lagi, seperti yang sudah-sudah."Mendingan mana, sih, digulung atau diulur?!" Sen berdecak kesal pada bayangannya di cermin. Billa cantik banget, sih, kan dia jadi susah menyesuaikannya.
Sen baru berniat mengulur kemejanya lagi, ketika ponselnya bergetar, menandakan Line masuk, akhirnya Sen memilih untuk menyempatkan diri mengecek ponselnya.
Dari grup rupanya. Ia bersama teman-teman laknatnya memang punya sebuah grup di Line yang isinya tidak pernah penting.
Penjantan Insha Allah Tangguh (6)
Rama P: Mau taruhan gak?
Dewa: Taruhan apaan?
Ghani: Taruhan apaan? (2)
Yezkiel: Taruhan apaan? (3)
Akbar: Taruhan apaan?
Rama P: Sen lagi panas dingin mau ketemu billa cie
Akbar: (4)
Yezkiel: Bego 4nya ketinggalan
Akbar: Nggak sengaja, si rama aja yang kecepetan balesnya
Rama P: kok jadi nyalahin gue? Gue doain dagangan lu ga laku
Dewa: Ghan, biarin aja si bego-bego ini salah fokus
Ghani: Iya biarin aja
Yezkiel: Iya biarin aja(2)
Akbar: Iya biarin aja (3)
Rama P: Iya biarin aja (4)
Rama P: Anjrit, gue di read doang, eh jadi gak taruhan
Yezkiel: Lu ngajak taruhan gak jelas bego
Dewa: Paling sih Sen lagi bingung make kemeja atau kaos
Ghani: Paling dia lagi bingung make sepatu abu-abu atau biru
Akbar: Paling dia lagi bingung, rambutnya mau belah kanan apa belah kiri
Yezkiel: Paling dia lagi bingung pake kancut kuning atau merah jambu.
Rama P: Paling dia lagi bingung pake kutang yang berenda atau berkantong
Dewa: Anjrit, emang kutang ada yang berkantong?
Ghani: nggak ada bego, Ram, kantongnya mau dimana?
Rama P: wah, tau nih gua otak lu udah pada mesum, dasar otak toilet sekolah
Ghani: bau dong anjir
Akbar: ada nih kutang berkantong, gue jual, malah kantongnya pake renda.
Yezkiel: kalo gue beliin Tiwi, gue digampar gak ya?
Dewa: fix tinggal nama lu.
Sen mendegus geli membaca obrolan teman-temannya, kenapa dia bisa masuk ke pergaulan manusia bodoh seperti ini?
Sendy P: terimakasih loh kawan, tapi yang polkadot mungkin lebih lucu :)
Rama P: Hai sen! Semangat hari ini jangan lupa sarapan dulu ya, biar ga kelaperan
Akbar: Jangan lupa pake deodoran di ketek ya Sen! Kalo keabisan gua jual, wangi baru, spray loh bukan roll on
Ghani: Sen jangan lupa ke kamar mandi dulu, jangan sampe kentut depan billa
Dewa: bawa duit sen, sumpah kalo lu lupa bawa dompet, ntar lu diputusin, dianggep miskin
Yezkiel: Ga ada yang bener lu semua, jangan dengerin Sen, semangat, gua doain lu dari sini.
Untuk sesaat Sen takjub, akhirnya Yezkiel bisa bersikap normal, sebelum chat berikutnya kembali masuk.
Yezkiel: tapi jangan lupa ya pake kancut di dalem, jangan di luar kayak superman.
Sen mendengus, tapi tak pelak senyumnya merekah juga.
Sendy P: terimakasih loh teman2 atas dukungan morilnya yang sedikit banyak menjijikan. Semoga billa gak pernah baca isi chat grup ini.
Setelah mengetikan pesan itu, Sen berdiri lalu tersenyum pada bayangannya di cermin.
Tidak masalah, tidak perlu merasa tidak pantas untuk Billa, setelah mulai berhenti menjadi robot belajar, dan bersosialisasi, Sen merasa kepercayaan dirinya meningkat. Setidaknya ia punya banyak teman yang mendukungnya sekarang.
Akhirnya Sen, hanya meninggalkan kamarnya, tetap dengan kemeja yang tergulung.
***
"Sen, yang ini lucu!" Sen mengerang frutrasi ketika Billa mengacungkan foto mereka yang lain.
Ia harusnya tau, bahwa mengiyakan ajakan Billa untuk foto box setelah nonton tadi adalah sesuatu yang berbahaya, kotak kecil dengan berbagai pernak-pernik itu benar-benar sesuatu yang mengerikan.
Sen akan ingatkan semua laki-laki untuk tidak masuk bilik setan itu, demi harga diri mereka sendiri.
Bayangkan saja, seumur hidupnya mana pernah Sen membayangkan bahwa ia akan berfoto sambil menjulurkan lidah lengkap dengan kaca mata hello kitty dan kuping kelinci yang Billa pilihkan. Mungkin kotak kecil itu punya semacam mantra, yang membuat siapapun kerasukan setan alay begitu masuk ke dalamnya.
"Billa, fotonya buang aja ya? Nanti kita foto lagi aja, please?" Sen berusaha meraih foto di tangan Billa dengan wajah memelas, tapi sayang gerakan Billa lebih cepat.
"Nggak mau, Sen, ini lucu parah, aku suka banget, mau aku jadiin dp line ntar," ujar Billa, matanya berbinar-binar senang.
"Billa, please, aku bisa dihujat satu sekolahan kalo liat foto itu." Billa menggeleng-gelengkan kepalanya bersemangat.
"Nggak mau, Sen, ini lucuuuuuu."
"Yaudah, nggak usah dibuang, tapi jangan di jadiin dp ya, please?" Sen masih berusaha melakukan negoisasi, tapi Billa lebih cerdas dari pada dugaan Sen, cewek itu tau sekali apa kelemahan Sen.
"Aku jadiin dp line ya? Please? Aku suka banget, ini, Sen." Billa membulatkan matanya, menatap Sen dengan wajah memohon, belum lagi setelahnya cewek itu mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali.
Sial, Billa terlalu imut, untuk membuat Sen menang.
Akhirnya Sen hanya menghela napas pasrah, pasti habis sisa masa SMAnya di bully cowok-cowok idiot penghuni grupnya.
"Yaudah, terserah kamu."
"Yes! Makasih Sendy! Aku sayang kamu deh, jadinya!" Mendengar kalimat Billa, pipi Sen bersemu, sedikit.
Ikhlas deh dia di hujat, yang penting di sayang sama Billa.
Setelah Billa puas dengan foto-foto yang mereka ambil, Sen dan Billa pun melangkah menyusuri mall kembali. Sen memutar otak, mencoba mencari apa yang harus ia bicarakan dengan Billa.
Tapi, sepertinya Sen tidak perlu berpikir lama karena tiba-tiba Billa membuka mulutnya.
"Rame banget ya, hari ini."
"Apanya?" tanya Sen. Cowok itu menoleh ke arah Billa dengan seulas senyum gugup yang sedikit dipaksakan.
"Mall-nya, Sen," Billa tertawa.
Sen mengusap-usap tengkuknya, "Oh."
Setelah itu hening. Billa kembali sibuk membuka-buka foto-foto mereka sementara Sen memperhatikan sekeliling sambil berusaha mencari topik lagi. Namun, sebelum Sen sempat berkata-kata, dia melihat orang itu.
Di antara pengunjung-pengunjung mall yang melangkah cepat menuju tujuannya masing-masing, berdirilah Papa Sen.
Dan Sen nyaris kehilangan cara untuk bernapas.
***
Part ini dibuat oleh InnayahPutri & billazaSELAMAT MENIKMATI WKWKWK.
YOU ARE READING
TLP (2) - Unbroken
Teen FictionThe Labelling Person 2 *** Senyum itu merekah, namun di dalamnya tersimpan seribu sesak. Anak itu terarah, tetapi jutaan emosi membuncah siap untuk meledak. Di saat rumah bukan lagi tempat untuk pulang, ke mana aku harus kembali? Di kala ia bukan l...