Part 2

553 35 13
                                    

***

Pikirannya bercampur aduk, entah apa yang ingin Sendy lakukan sepertinya tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini.

Sendy ingin sekali mengikuti organisasi itu. Namun, semua kegiatan yang membuatnya jenuh selalu ada dalam benaknya.

Sendy tak akan pernah melupakan setiap kata, suara, dan hela napas berupa pesan yang setiap pagi ia sampaikan padanya. Sendy pun juga bukan anak yang bodoh, toh bila Sendy tidak melakukannya sesekali, itu tidak akan merubah semua nilai-nilainya selama ini.

Sendy memang tidak suka membuktikan dirinya berharga di mata orang lain, bila kita merasa perlu membuktikan diri sendiri lagi dan lagi, itu hanya akan menciptakan dua hal ---- Borok dan Uban. Akan ia utarakan satu pemikiran : "Hiduplah berdasarkan standarmu sendiri, bukan standar orang lain."

Kata-kata itulah yang mengantarkan Sendy sampai saat ini. Namun, mau bagaimana lagi, semua tuntutan Papanya saat ini memang belum bisa terelakkan, dia memberikan semua kebutuhan yang Sendy perlukan sejak kecil hingga sekarang. Apa saja yang ia inginkan pasti di turuti.

Namun, lain hal bila sudah mencakup tentang perintahnya, tidak ada yang bisa Sendy bantah bila Papanya sudah bersabda.

Semua perintahnya membuat Sen tidak habis pikir, Sendy sudah remaja dan ini saat baginya untuk mencari jati diri dan memulai kehidupan seperti remaja pada umumnya.

***
Sendy sekarang berada tepat di depan pintu aula, entah apa yang ingin ia lakukan setelah sebelumnya beradu argument dengan Ncess selaku wakil ketua OSIS di sekolahnya. Akhirnya Sendy membulatkan pikiran untuk mencalonkan diri menjadi calon anggota osis, so wich is bila ia mengikuti organisasi ini, ia juga tidak bisa datang ke tempat bimbel. Semoga saja Papa tidak menyadarinya.

Semua persayaratan sudah hampir Sendy penuhi, mulai dari mengisi form pendaftaran, wawancara, berbicara di depan umum mengenai visi misi, mendengarkan celoteh ketua osis tahun ini yang sangat membosankan, sampai tanda tangan yang menyatakan setuju atas kebijakan dan peraturan yang ada.

Rasanya hari ini sedikit melelahkan. Sendy pun pulang ke rumah dan seperti biasa rumah tampak sepi, tidak ada lagi yang menyambut kedatangannya setelah mamanya telah lama pergi dua tahun yang lalu.

Sendy pun membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk dan membayangkan semua kegiatannya di sekolah pagi tadi. Bersama sahabat-sahabatnya, yang membuat ledakan tawa setiap paginya. Dalam waktu kurang dari tiga jam, mungkin jantung dan tingkahnya akan terlihat aneh di depan Papa, jelas saja ini pertama kalinya Sendy berbohong menyangkut tentang bimbelnya.

***
Keesokan paginya, ketika Sendy berjalan melewati ambang pintu muka bangunan bata yang luas itu, Sendy disambut dengan kibasan rambut yang tertiup angin dan tas berwarna merah yang tidak salah lagi itu adalah pujaan hatinya, Billa.

Segeralah ia berlari menuju kerumunan itu dan selalu melihat tas merah yang berada di punggungnya sebagai target.

Tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit setelah mendapat pukulan dari belakang yang sangat keras. Sendy pun menoleh ke belakang. Lagi-lagi lima pejantan laknat yang resenya minta ampun.

"Oi Sen, gile pagi-pagi malah lari-lari ga jelas," ucap Yezkiel.

"Tau, ngejar siapa sih? Billa?" tanya Rama dengan penasaran.

"Tentu saja," sahut Sendy.

Karena suasana tidak begitu ceria, Dewa pun mencairkan suasana dengan meledek Sendy, "Cieee, yang hari Minggu mau jalan berdua sama Billa."

"Ciee, oiya Sen, beli nih sempak warna kuning ini. Lo pakein sempak ini ke dia dan gue yakin dia gak bakal jauh-jauh dari lo, murah kok cuman dua puluh lima ribu doang," ucap Akbar yang kali ini menawarkan barang dagangannya berupa sempak.

TLP (2) - UnbrokenWhere stories live. Discover now