Kejadian lima tahun yang lalu kembali berputar dalam memori otak ini, ketika rasa kopi susu ini menempel di lidah. Kejadian yang merupakan titik awal bagiku untuk memutuskan untuk tetap menyendiri. Alasannya cukup sederhana, aku memilih setia kepada dirinya yang aku sendiri tidak tau apakah dia akan bersikap sama dengan diriku disini.
Aroma dan rasa kopi susu ini adalah minuman favoritnya ketika kami menghabiskan waktu pulang sekolah dulu bersama teman-teman kelompok belajar. Ya, walaupun pada akhirnya, kami memesan meja terpisah dari yang lain dan memulai percakapan hangat.
Aku suka bercerita tentang peranku dalam OSIS, kegiatan bulutangkis, ekskul mading, dan lain-lain. Dia juga bercerita tentang banyak hal kepada diriku. Dari awal dia bangun tidur sampai tidur kembali. Aku senang ketika mendapat teman lawan jenis yang mengerti suasana dan pribadiku.
Biasanya, setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, dia mengajakku ke toko buku. Hanya sekedar untuk melihat promo besar-besaran yang berbatas waktu. Biasanya dia akan memburu beberapa novel yang sudah ia tag kemarin. Aku juga sempat membaca beberapa novel, lebih tepatnya membaca di tempat setelah itu menaruhnya kembali.
Ketika adzan maghrib sudah berkumandang, aku membawa dirinya pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan kami tetap bercerita panjang lebar. Setiap hari seperti ini dan kami tidak pernah kehabisan topik pembicaraan.
Sampai pada suatu hari, dia tidak masuk sekolah dengan alasan izin. Awalnya, aku mengira dia pergi untuk sementara waktu bersama keluarganya. Tapi hari-hari berikutnya, dia juga tidak pernah masuk sekolah. Hampir setiap hari aku mengecek keberadaannya di kelas atau pun di dunia maya.
Dia tidak pernah ada, terakhir dia memposting fotoku dan dirinya sewaktu di toko buku di akun Instagram miliknya. Itu yang terakhir dan setelahnya dia tidak pernah memposting apapun lagi. Biasanya dia akan selalu muncul setiap hari. Yaa minimal satu hari satu foto.
Tapi ini tidak.
Rasa penasaranku membawa diriku sampai datang ke rumahnya. Sepi sekali. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Padahal ini sudah malam, hanya lampu dari beberapa kamar yang menyala.
Aku mematikan mesin motor dan turun, melangkah menuju pagar rumah dan menekan bel rumah itu. Aku berdiri, menunggu dengan waktu yang lumayan lama. Tak lama, seorang pria datang dari arah kanan rumah dan membuka kan pagar rumah itu.
"Leo?"
Aku mengangguk ketika mendengar namaku disebut. Satpam itu mengeluarkan sebuah amplop putih dan menyuruhku untuk membacanya di rumah. Aku pun mengangguk dan pamit tanpa bertanya kepada satpam itu perihal keberadaan dia.
Sampai di rumah, aku langsung memarkirkan motor dan segera berjalan ke kamarku. Merapikan semua atribut sekolah yang masih aku pakai, lalu membuka surat itu.
'Teruntuk Leo'
Sesak di hati ini mulai muncul. Seketika atmosfer di ruangan ini menjadi sempit, sehingga membuatku sulit bernapas. Air mata sudah mulai berkumpul di ujung mata. Aku berusaha menahannya, namun tidak bisa. Ada perasaan aneh yang muncul di hati ini ketika aku membaca surat ini. Aku meletakan surat ini di atas meja nakas. Aku berdiri dan berjalan menuju jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANPA JUDUL
Short Story[Terbit setiap Mood] Hanya berisi karya sastra Copyright©2017